Mohon tunggu...
Sholikha Oktavi
Sholikha Oktavi Mohon Tunggu... -

Hidup adalah tantangan, maka hadapilah! Hidup adalah sebuah lagu, maka nyanyikanlah! Hidup adalah sebuah mimpi, maka sadarilah! Hidup adalah sebuah permainan, maka mainkanlah! Hidup adalah realitas, maka bersungguh-sungguhlah! Hidup dan Hiduplah dengan spirit untuk membangkitkan usaha dan menggapai keberhasilan... mampir di blog saya http://khalifarafaazzahra.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Penerapan PSAK Zakat Sebagai Salah Satu Optimalisasi Peran Lembaga Zakat pada Ummat

1 November 2011   01:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:13 3388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2.Zakat sebagai upaya pengentas kemiskinan

Banyaknya lembaga yang menaungi zakat menjadi salah satu bukti bahwa potensi zakat sangatlah besar. Mengutip penelitian PIRAC pada 2007, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp9,1 triliun. Kalkulasi Forum Zakat (FOZ) dua tahun sebelumnya malah mencapai Rp17,5 triliun. Perkiraan tertinggi datang dari kajian Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta pada 2004, yakni mencapai Rp19,3 triliun. (Riyadi, 2009). Potensi zakat di tingkat nasional mencapai Rp 217 triliun per tahun. Angka tersebut jauh di atas nilai riil zakat yang berhasil dihimpun yaitu sekitar Rp 1,5 triliun. (Nashrullah, 2011).

Potensi zakat yang sangat besar tersebut merupakan salah satu bukti bahwa peran zakat sebagai upaya pengentas kemiskinan semakin signifikan. Hal ini disebabkan tujuan utama zakat adalah untuk mengurangi kemiskinan dan ketidakseimbangan pendapatan dalam masyarakat. Peruntukan zakat hanyalah boleh diberikan kepada delapan kelompok (ashnaf) mustahik (penerima zakat) seperti tertera dalam QS at-Taubah (9): 60, dengan prioritas utama saat ini adalah kelompok fakir miskin. Oleh karena itu, jelas sudah bahwa peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan begitu besar.

Peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan dibuktikan oleh riset dari Indonesia Magnificence Zakat (IMZ) tahun 2011. Riset IMZ menyimpulkan, kinerja pengelolaan zakat yang dilakukan organisasi pengelolaan zakat (OPZ) di Indonesia dapat mengurangi jumlah keluarga miskin sebesar 24,2 persen. Sementara tingkat keparahan kemiskinan dapat ditekan hingga 24,94 persen.

Di Malaysia, selain mengacu pada ketentuan syariah yang delapan ashnaf tersebut, mustahik juga diklasifikasikan berdasarkan kategori mustahik produktif dan mustahik nonproduktif (konsumtif) yang disesuaikan berdasarkan kondisi fisik mereka. Untuk mustahik yang masih kuat dan sehat diberikan zakat produktif, sebaliknya mustahik yang sakit atau sudah tua yang secara syariat tidak dimungkinkan melakukan aktivitas fisik secara sehat diberikan zakat konsumtif.

Zakat diberikan berdasarkan kebutuhan riil mustahik pada saat akan menerima dana zakat. Ada yang digunakan sebagai modal untuk memulai usaha dengan dana berskala kecil. Di sisi lain, ada juga dana zakat yang digunakan untuk membantu usaha mikro mustahik yang telah berjalan. Jadi, secara informal zakat telah menunjukkan kinerja laiknya lembaga keuangan mikro syariah.

Ibrahim dan Ghazali (2011) menjelaskan bahwa bantuan dalam bentuk keuangan mikro telah terbukti sukses membantu mustahik dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan perekonomian di sejumlah negara. Lembaga zakat diperbolehkan dan dapat menyediakan bantuan keuangan kepada mustahik dalam bentuk pinjaman lunak atau pinjam an bebas bunga. Ini dimaksudkan untuk membantu orang yang berpendapatan rendah dan orang yang membutuhkan, terutama untuk modal bisnis.

3.3. Penerapan PSAK Zakat

Zakat sebagai bagian dari entitas syariah terganjal oleh regulasi zakat itu sendiri. Ketiadaan sistem pengelolaan zakat yang komprehensif di Indonesia menghambat optimalisasi zakat. Dijelaskan oleh Nahasus Surur, Wakil Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), terdapat sejumlah hal yang mesti digarap untuk mewujudkan sistem pengelolaan zakat yang komprehensif, yaitu regulasi, tata kelembagaan, pengawasan, dan sosialisasi yang berkesinambungan. Dalam hal ini regulasi merupakan persoalan mendasar. Ditambah lagi UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang sampai saat ini belum direvisi.

Keberadaan regulasi zakat tersebut kelak akan lebih memaksimalkan potensi zakat. Dalam hal ini lembaga-lembaga yang mengelola zakat seperti LAZ, BAZNAS, mempunyai pondasi yang kuat dalam mengatur zakat. Masalah regulasi zakat ini sama dengan masalah penerapan pernyataan standar akuntansi zakat. Penerapan standar PSAK zakat ini merupakan salah satu cara dalam mengoptimalisasi peran lembaga zakat bagi ummat. Dalam hal ini forum Zakat (FOZ) mewajibkan penerapan PSAK zakat bagi seluruh lembaga amil zakat (LAZ) anggota utama dan kehormatan asosiasi tersebut. Pasalnya, penerapan PSAK terkait erat dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana zakat oleh LAZ di Indonesia. (Anonim, 2007)

Lembaga zakat adalah lembaga yang berada di tengah-tengah publik sehingga dituntut memiliki transparansi dan akuntabilitas. Dalam menjalankan aktivitasnya sebagai amil, organisasi pengelola zakat mempunyai prinsip-prinsip yang harus dipatuhi, di antaranya organisasi pengelola zakat harus memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan, audit, serta publikasi. Ketiga prinsip tersebut menunjukkan bahwa organisasi pengelola zakat harus transparan dalam menjalankan tugasnya. (Najah, 2011)

Mengacu pada artikel dalam makalah ini yang berjudul PSAK fee based income dan zakat kelar 2011, masalah penerapan PSAK ini melibatkan lembaga amil zakat, pemerintah dan masyarakat. Ketiga unsur ini saling berkaitan. Adanya pemerintah yang terdiri dari Ikatan Akuntansi Indonesia, Bank Indonesia, Majelis Ulama Indonesia, dan pihak-pihak yang berwenang meregulasi PSAK ini akan menjadi sangat penting peranannya mengingat sampai saat ini kedatangan PSAK zakat ini memang ditunggu.

Sedangkan keberadaan lembaga amil zakat yang dapat mengatur pelaksanaan zakat yang baik inipun menjadi sangat penting mengingat masyarakat begitu besar harapannya pada lembaga amil zakat. Banyaknya lembaga amill zakat di Indonesia ini akan semakin membantu peran pemerintah dalam pendistribusian zakat. Tidaklah pantas dipandang apabila seorang mustahik berdesak-desakan mengantri sewaktu zakat itu dibagika secara perorangan oleh muzakki. Hal ini akan lebih membahagiakan dan memuaskan banyak kalangan jika pendistribusian zakat ditangani oleh beberapa lembaga zakat dengan professional.

Adanya masyarakat yang turut serta berpartisipasi aktif dalam penerapan PSAK zakat ini menjadi kunci untuk membuka profesionalisme lembaga zakat. Hubungan antara pemerintah, lembaga amil zakat, dan masyarakat jika digambarkan maka akan seperti gambar di bawah ini

Gambar 1. Hubungan Antara 3 Unsur dan Penerapan PSAK

Pihak yang pertama kali terlibat dalam masalah penerapan PSAK ini yang pertama adalah lembaga zakat. Lembaga zakat di Indonesia di antara ke-24 LAZ anggota utama dan kehormatan FOZ terdapat Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Dompet Dhuafa, Rumah Zakat Indonesia (RZI), dan Pos Keadilan Peduli Umat. Selain itu juga ada Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Surabaya, LAZ Pertamina, LAZ Baiturrahman Pupuk Kaltim, Bamuis BNI, LAZ DPU Daruttauhid, dan Bazis DKI Jakarta. Lembaga zakat ini juga termasuk ke dalam pihak yang dirugikan jika penerapan PSAK ini tersendat.

Penerapan PSAK bagi lembaga zakat pada intinya untuk menguatkan sistem entitas syariah di sana. Lembaga zakat akan mendapatkan sertifikat kepercayaan oleh masyarakat lebih tepatnya muzakki yang telah memberikan amanah kepada amil dalam hal ini lembaga zakat dalam menyalurkan zakatnya. Masyarakat akan dapat menilai mana lembaga zakat yang dapat dipertanggungjawabkan penyalurannya melalui laporan ini. Standar penghitungan akuntansi syariah ini memiliki beberapa kendala dalam hal pengesahannya. Terbukti sampai saat ini PSAK zakat belum dapat disahkan bagi publik.

Ketua Umum FOZ, Hamy Wahyunianto, mengatakan bahwa penerapan PSAK bagi lembaga zakat penting dilaksanakan oleh lembaga zakat karena terkait dengan tingkat kepercayaan masyarakat. Dengan penerapan PSAK tersebut, maka ada standardisasi bagi auditor independen dalam melakukan audit atas LAZ. Dengan demikian, hasil audit diharapkan merepresentasi laporan pengelolaan dana zakat oleh suatu LAZ bagi masyarakat. Meskipun mengikat, FOZ tidak dapat memberikan sanksi bagi LAZ yang tidak ingin menerapkan PSAK tersebut. Namun, FOZ akan mempublikasikan LAZ yang bersedia dan belum bersedia menerapkan PSAK tersebut.

Selain berkaitan dengan tingkat kepercayaan adanya PSAK zakat ini akan membuktikan kepada penikmat syariah terhadap entitas syariah yang sedang mencoba belajar berjalan. Lembaga zakat akan dapat mengatur laporan keuangannya berdasarkan standar PSAK yang berlaku, jadi tidak perlu lagi menggunakan standar akuntansi PSAK turunan karena PSAKnya sendiri belum jadi. Penerapan PSAK ini menjadi sumber lembaga zakat dalam melangkah. Tentunya, kedepannya PSAK zakat ini dapat segera disahkan dan dilaksanakan oleh lembaga zakat yang bersangkutan.

Pihak yang kedua dalam masalah ini adalah masyarakat. Jika penerapan PSAK Zakat ini berlangsung dengan baik dan dilaksanakan sesuai dengan standarnyamaka masyarakat akan memperoleh kepuasan dalam hal pelayanan. Keuntungan ini akan diperoleh masyarakat sebagai bagian dari pihak yang menggunakan produk syariah. Publik akan mengetahui sejauh mana penerapan syariah tersebut dilaksanakan. Selain itu, akan terlihat juga bagaimana peran lembaga zakat mengoptimalisasikan perannya dalam memberdayakan dana zakat untuk masyarakat yang tergolong dalam delapan ashnaf.

Secara garis besar masyarakat disini adalah sisi yang netral, tetapi pengaruh dari diterapkan atau tidaknya PSAK zakat ini secara tidak langsung akan berimbas ke masyarakat. Sebagai contoh adanya kasus pada PSAK murabahah. PSAK murabahah ternyata hanya memiliki satu opsi dalam pembayaran cicilan murabahah. Padahal secara fikih sebenarnya terdapat dua cara dalam pembayaran cicilan murabahah. Yaitu, apakah nasabah akan mencicil perbulan biaya pokok ditambah margin atau nasabah akan membayar jatuh tempo biaya pokoknya sedangkan biaya marginnya dibayar tiap bulan. Masalah-masalah kecil seperti ini diharapkan tidak terjadi pada PSAK zakat. Oleh karena itu, benarlah adanya jika dikatakan akuntansi zakat harus dikaji secara komprehensif atau menyeluruh supaya tidak terjadi kebingungan publik dalam penerapannya.

Sedangkan pihak yang ketiga adalah pemerintah. Potensi zakat tidak akan dapat optimal tanpa peran serta pemerintah. Direktur Operasional dan Keuangan Dompet Dhuafa, Rini Supri Hartanti, mengatakan bahwa meskipun pada porsinya zakat dapat dijadikan sebagai instrument pengurang kemiskinan, tetapi zakat tidak bisa berdiri sendiri. Potensi zakat mesti ditopang dengan peran serta dan sinergi berbagai pihak, tak terkecuali pemerintah.

Pemerintah disini bertindak sebagai pemangku kebijakan dan pengawas. Peran pemerintah juga sebagai regulator. Penerapan PSAK Zakat ini tidak akan dapat selesai jika pemerintah tidak cekatan dalam menyelesaikan dan mengesahkan PSAK Zakat. Belum selesainya PSAK Zakat ini tidak membuat lembaga zakat tinggal diam. Dibuktikan oleh Alfiatun Najah dalam skripsinya yang berjudul Analisis Penerapan Akuntansi Zakat Pada Organisasi Pengelola Zakat (Studi Kasus Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri). Walaupun PSAK 109 tentang zakat ini belum jadi 100 persen, tapi dalam pelaksanaannya Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri sudah menerapkan standar akuntansi yang sesuai dengan draft exposure PSAK Nomor 109.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan akuntansi zakat pada Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri menggunakan metode cash basic atau basis kas yaitu pencatatan dari seluruh transaksi hanya dilakukan pada saat mengeluarkan kas dan menerima kas, sedangkan laporan keuangan yang sebaiknya diterapkan oleh para pengelola organisasi zakat mengacu kepada Draft Exposure PSAK No. 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah. Akun-akun yang tercantum dalam Draft Exposure PSAK No. 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah lebih terperinci dan tidak dibatasi, sesuai dengan kebutuhan akuntansi organisasi pengelola zakat. (Najah, 2011)

3.4.Solusi Penerapan PSAK Zakat

Penerapan PSAK Zakat yang katanya akan kelar tahun 2011 menurut Surat kabar Republika sampai saat ini belum disahkan. Pada tahun ini seharusnya PSAK zakat sudah dapat dikeluarkan karena pada tahun 2009 PSAK Zakat sedang mengalami tahap revisi dan sedang menunggu sertifikat halal dari MUI. Solusi untuk masalah ini dapat dibagi menjadi tiga bagian menurut hubungan penerapan PSAK zakat sendiri sesuai dengan Gambar 1., diantaranya :

1.Dari sisi pemerintah

Pemerintah harus dapat bertindak secepat mungkin untuk meregulasi zakat. Selain UU Nomor 38 Tahun 1999 yang belum direvisi, tugas pemerintah juga mengesahkan PSAK zakat tahun ini juga. Pemerintah dalam hal ini selain yang membuat undang-undang, ahli akuntan dan ekonom syariah juga harus mengambil bagian. Untuk menghindari kritikan terhadap pelaksanaan dan penerapan PSAK itu sendiri, maka dalam penetapan suatu hal baik itu standar akuntansi di perbankan syariah (PSAK), produk-produk di lembaga keuangan syariah seharusnya diserahkan kepada pihak yang ahli. Dalam penetapan akuntansi, tidak hanya orang yang ahli akuntansi yang dibutuhkan, akan tetapi tenaga ahli syariah juga sangat penting demi menghindari terjadinya dispute di kemudian hari.

Oleh karena itu, seharusnya tim penetapan standar akuntansi syariah nasional yang ada harus melibatkan beberapa tenaga ahli syariah yang kompeten (tidak hanya mengerti di bidang syariah, tetapi juga memahami prinsip-prinsip akuntansi dan perbankan syariah, kalau penetapannya terkait di bidang perbankan syariah. Sedangkan jika terkait dengan pasar modal syariah, maka yang ahli di pasar modal syariah harus dilibatkan). Sehingga kritikan terhadap standar akuntansi yang ada tidak menimbulkan permasalahan dan bisa jadi menyebabkan produk tersebut tidak sesuai dengan syariah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun