Mohon tunggu...
Sholikha Oktavi
Sholikha Oktavi Mohon Tunggu... -

Hidup adalah tantangan, maka hadapilah! Hidup adalah sebuah lagu, maka nyanyikanlah! Hidup adalah sebuah mimpi, maka sadarilah! Hidup adalah sebuah permainan, maka mainkanlah! Hidup adalah realitas, maka bersungguh-sungguhlah! Hidup dan Hiduplah dengan spirit untuk membangkitkan usaha dan menggapai keberhasilan... mampir di blog saya http://khalifarafaazzahra.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Penerapan PSAK Zakat Sebagai Salah Satu Optimalisasi Peran Lembaga Zakat pada Ummat

1 November 2011   01:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:13 3388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PENERAPAN PSAK ZAKAT SEBAGAI SALAH SATU OPTIMALISASI PERAN LEMBAGA ZAKAT PADA UMMAT

Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Take Home Akuntansi Syariah

Dosen Pengampu: Dra.Hj.Falikhatun, MSi., Ak.

Oleh:

Sholikha Oktavi K.,S.E. (S 4111019)

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET

2011

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Akuntansi secara umum mempunyai fungsi sebagai alat untuk menyajikan informasi khususnya yang bersifat keuangan dalam kaitannya dengan kegiatan sosial ekonomi dalam suatu komunitas masyarakat tertentu. Penyusunan laporan keuangan berkaitan erat dengan akuntansi. Akuntansi sendiri tidak dapat terlepas dari cara pandang masyarakat (dimana kegiatan ekonomi itu diselenggarakan) terhadap nilai-nilai kehidupan sosialnya. Hal ini terbukti dari tidak mudahnya melakukan harmonisasi standar akuntansi secara internasional meskipun upaya ke arah sana selalu diusahakan dengan adanya International Accounting Standard, dimana PSAK sebagian juga menggunakan IAS sebagai acuan atau referensi. (Baraba, 2010)

Implikasi dari hal tersebut di atas menyebabkan adanya upaya yang keras dari para cendekiawan muslim khususnya di bidang ekonomi dan akuntansi untuk merumuskan sistim ekonomi dan akuntansi yang sesuai dengan tuntunan syariah Islam. Menurut Nurhayati (2009), Kewajiban setiap pribadi muslim untuk menyelenggarakan pencatatan harta kekayaannya serta hutang dan kewajibannya nyata-nyata termuat dalam Al-Quran dengan berbagai dimensinya. Hal ini mencerminkan tertib administrasi merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim sehingga memungkinkan seorang muslim dengan mudah dapat menunaikan kewajiban-kewajibannya seperti zakat, penyelesaian hutang piutang, perhitungan harta waris dsb.

Oleh sebab itu, menurut Muhammad (2008) Standarisasi akuntansi keuangan yang berbasis pada Syariah Islam menjadi obsesi yang realistis bagi komunitas cendekiawan dan praktisi bisnis muslim di seluruh dunia. Meskipun umat islam tidak pada posisi yang kuat dan berpengaruh secara signifikan dalam kehidupan sosial ekonomi dan politik untuk ukuran global yang bahkan akhir-akhir ini sedang menghadapi ujian yang sangat berat. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini, yaitu sejauh mana usaha pemerintah dan cendekiawan muslim dalam menerapkan standar akuntansi syariah yang relevan untuk produk-produk syariah khususnya untuk zakat. Selain itu yang menjadi latar belakang dalam penulian makalah ini adalah artikel surat kabar ‘republika’ yang berjudul PSAK Fee Based Income dan Zakat Kelar 2011.

Artikel tersebut menjadi sebuah tanda tanya besar sekaligus tanda seru bagi sejumlah kalangan pengamat akuntansi syariah karena permasalahan mengenai PSAK zakat ini sudah disinggung sejak bertahun-tahun yang lalu tetapi realisasinya tahun ini belum ada. Tahun ini seharusnya sudahharus disahkan PSAK Zakat No 109 tersebut, tetapi baru draft exposure yang dapat diketahui oleh sejumlah kecil dari lembaga zakat.

1.2. Rumusan Masalah

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tentang produk-produk syariah terus menerus digodok guna memperoleh hasil yang memuaskan tentang pencatatan laporan keuangan dari bisnis keuangan syariah. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya khususnya pada zakat, PSAK ini cenderung lambat. Alasan-alasan birokrasi semakin memperkuat lamanya pengesahan PSAK untuk zakat.

Dari uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1.Bagaimana posisi zakat dalam ekonomi islam?

2.Bagaimana peran zakat dalam kehidupan masyarakat?

3.Bagaimana penerapan PSAK zakat?

4.Bagaimana solusi dalam mengatasi masalah PSAK zakat?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1.Untuk mengetahui posisi zakat dalam ekonomi islam

2.Untuk mengetahui peran zakat dalam kehidupan bermasyarakat

3.Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan PSAK zakat

4.Untuk memberikan solusi mengatasi masalah PSAK pada zakat

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian Fee Based Income

Pengertian  Fee  based  income menurut  Kasmir (2001:109) adalah Fee  based  income adalah  keuntungan  yang  didapat  dari  transaksi  yang  diberikan  dalam  jasa-jasa  bank  lainnya  atau  selain  spread  based.Dalam  PSAK  No.31  Bab I  huruf  A  angka  03  dijelaskan  bahwa  dalam  operasinya  bank  melakukan  penanaman  dalam  aktiva  produktif  seperti  kredit  dan  surat-surat  berharga  juga  diberikan  memberikan  komitmen  dan  jasa-jasa  lain  yang  digolongkan  sebagai  “fee  based  operation”, atau  “off  balance  sheet  activities”.

Karena  pengertian  fee  based  income merupakan  pendapatan  operasional  non  bunga  maka  unsur-unsur  pendapatan  operasional  yang  masuk  ke dalamnya  adalah :


  1. Pendapatan  komisi  dan  provisi
  2. pendapatan  dari  hasil  transaksi  valuta  asing  atau  devisa
  3. pendapatan  operasional  lainnya.

2.2. Pengertian Zakat

Secara harfiah zakat berarti "tumbuh", "berkembang", "menyucikan", atau "membersihkan". Sedangkan secara terminologi syari'ah, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan. Zakat (Bahasa Arab transliterasi: Zakah) adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak.

Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu, hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah. Zakat juga merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.

Zakat terbagi atas dua jenis yakni:

Zakat fitrah

Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadan . Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.

Zakat maal (harta)

Mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.

Terdapat delapan pihak yang berhak menerima zakat, yakni:

1.Fakir- Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.

2.Miskin- Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.

3.Amil- Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.

4.Mu'allaf- Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya

5.Hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya

6.Gharimin Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya

7.Fisabilillah- Mereka yang berjuang di jalan Allah (misal: dakwah, perang dsb)

8.Ibnus Sabil- Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.



III.PEMBAHASAN

3.1.Posisi Zakat dalam Ekonomi Islam

Dilihat dari kacamata ekonomi, sepintas zakat merupakan pengeluaran (konsumsi) bagi pemilik harta sehingga kemampuan ekonomis yang dimilikinya berkurang. Namun logika tersebut dibantah oleh Allah swt., melalui kitab suci Al-Quran yang menyatakan bahwa segala macam bentuk pengeluaran yang ditujukan untuk mencapai keridhaan Allah, akan digantikan dengan pahala (harta sejenis maupun kebaikan yang lain) yang berlipat (QS. Al-Baqarah [2]:251 dan QS. Ar-Ruum [30]:39).

Kaitannya dalam ekonomi Islam, zakat merupakan sistem dan instrumen orisinil dari sistem ekonomi Islam sebagai salah satu sumber pendapatan tetap institusi ekonomi Islam (baitul maal). Dalam literatur sejarah peradaban Islam, zakat bersama berbagai instrumen ekonomi yang lain seperti wakaf, infak/sedekah, kharaj (pajak), ushur dan sebagainya senantiasa secara rutin mengisi kas Negara untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat. Kedudukan zakat yakni menjamin tercukupinya kebutuhan minimal kaum lemah (mustadh’afiin) sehingga tetap mampu mengakses perekonomian. Melalui akses ekonomi tersebut, zakat secara langsung telah menjamin keberlangsungan pasar. Dengan sendirinya, produksi bahan-bahan kebutuhan tetap berjalan dan terus membukukan keuntungan. Dan perlu dicatat bahwa produsen tersebut pada umumnya adalah mereka yang memiliki status sebagai muzakki.

Dari mekanisme ekonomi seperti di atas-lah, maka kemudian secara filosofis zakat diartikan sebagai berkembang. Belum lagi, zakat juga memiliki potensi yang besar untuk merangsang mustahik untuk keluar dari keterpurukan menuju kemandirian. Dengan kata lain, zakat, jika dikelola dengan baik dan professional oleh lembaga-lembaga (amil) yang amanah, memiliki potensi mengubah mustahik menjadi muzakki atau bermental muzakki atau minimal tidak menjadi mustahik lagi. Dalam konteks Indonesia, implementasi zakat dalam perekonomian sangat relevan terutama jika dikaitkan dengan upaya pengentasan kemiskinan (yang juga merupakan golongan yang berhak menerima zakat) yang terus-menerus diupayakan oleh pemerintah.

Dilihat dari aspek ibadah, zakat memiliki posisi yang sangat vital karena merupakan salah satu dari rukun Islam yaitu merupakan rukun islam yang ketiga. Konsekuensi logis dari posisi ini adalah zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang jika ditinggalkan menyebabkan pelakunya akan menanggung beban dosa. Dari penjelasan yang terdapat dalam sumber-sumber hukum agama Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadits mengisyaratkan secara tegas bahwa orang-orang yang menahan hartanya dari membayar zakat akan mendapat balasan yang berat. Sejarah mencatat, pada masa khalifah Abu Bakar as-Shidiq ra., orang-orang yang tidak membayar zakat dihukum berat dengan cara diperangi.

3.2.Peran Zakat Bagi Kehidupan Bermasyarakat

Potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 9,1 triliun per tahun. Tetapi yang berhasil dihimpun tak sampai dari 1 trilliun. Mengarah pada revisi UU Pengelolaan Zakat, campur tangan pemerintah sangat diperlukan untuk bisa merealisasikan perolehan zakat yang monumental. (Riyadi, 2009). Apalagi supaya peran zakat dalam penanggulangan kemiskinan dapat dioptimalkan. Hafidhuddin (2009) menegaskan bahwa zakat sebagai instrument pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan umat memiliki banyak keunggulan dibandingkan instrument fisik lainnya.

Sebelum berbicara tentang bagaimana mengotimalisasi peran zakat bagi ummat, disini akan dijelaskan lebih lanjut peran zakat bagi kehidupan bermasyarakat diantaranya :

1.Zakat sebagai alat distribusi pendapatan

Zakat merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk mendistribusikan kelebihan kekayaan yang dimilikinya kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Mekanisme distribusi pendapatan dalam Islam dilekatkan kepada kewajiban orang kaya (muzakki) dengan insentif yang sangat besar, baik di dunia maupun di akhirat. Allah menjamin bahwa dengan membayar zakat (sedekah) tidak akan membuat orang miskin, bahkan hartanya di sisi Allah akan di lipat gandakan (QS 2: 276). Kepahaman masyarakat terhadap ajaran Islam akan mendorong pada mekanisme pembayaran zakat ini meskipun peran pemerintah sangatlah kecil. (Suseno, 2009)

Oleh karena itu, dengan adanya sistem ekonomi islam ini tidak akan ada yang namanya ‘yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin’. Zakat akan membuat seorang yang kaya makin kaya dan yang miskin berubah menjadi kaya. Begitulah pemahaman yang seharusnya dipahami oleh setiap muslim.

Kehadiran Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) baik di pusat maupun di daerah telah menjadi salah satu pendorong terciptanya distribusi pendapatan yang merata antara muzakki dan mustahik. Adanya OPZ ini juga mendorong perubahan paradigma penyaluran zakat yang semula terbatas pada pemenuhan kebutuhan hidup yang cenderung konsumtif, bergeser sebagian menjadi pemberdayaan ekonomi yang sifatnya produktif. (Laela dan Baga, 2011)

Kajian yang dilakukan oleh Laela dan Baga (2009) terhadap responden masyarakat miskin yang telah mengikuti program pemberdayaan ekonomi (PE) selama enam bulan dan mengalami peningkatan pendapatan perbulannya. Dari 5.594 orang populasi peserta PE, diambil 385 sampel secara purposive (sengaja), dan sebanyak 255 sampel dijumpai meningkat pendapatannya, yang kemudian dijadikan sebagai responden kajian PE. Kesimpulan dari kajian penelitian PE ini didapatkan bahwa adanya zakat dapat menjadi salah satu alat distribusi pendapatan, selain itu karena pendapatan para responden juga meningkat, zakat disini juga berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan ummat.


2.Zakat sebagai upaya pengentas kemiskinan

Banyaknya lembaga yang menaungi zakat menjadi salah satu bukti bahwa potensi zakat sangatlah besar. Mengutip penelitian PIRAC pada 2007, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp9,1 triliun. Kalkulasi Forum Zakat (FOZ) dua tahun sebelumnya malah mencapai Rp17,5 triliun. Perkiraan tertinggi datang dari kajian Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta pada 2004, yakni mencapai Rp19,3 triliun. (Riyadi, 2009). Potensi zakat di tingkat nasional mencapai Rp 217 triliun per tahun. Angka tersebut jauh di atas nilai riil zakat yang berhasil dihimpun yaitu sekitar Rp 1,5 triliun. (Nashrullah, 2011).

Potensi zakat yang sangat besar tersebut merupakan salah satu bukti bahwa peran zakat sebagai upaya pengentas kemiskinan semakin signifikan. Hal ini disebabkan tujuan utama zakat adalah untuk mengurangi kemiskinan dan ketidakseimbangan pendapatan dalam masyarakat. Peruntukan zakat hanyalah boleh diberikan kepada delapan kelompok (ashnaf) mustahik (penerima zakat) seperti tertera dalam QS at-Taubah (9): 60, dengan prioritas utama saat ini adalah kelompok fakir miskin. Oleh karena itu, jelas sudah bahwa peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan begitu besar.

Peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan dibuktikan oleh riset dari Indonesia Magnificence Zakat (IMZ) tahun 2011. Riset IMZ menyimpulkan, kinerja pengelolaan zakat yang dilakukan organisasi pengelolaan zakat (OPZ) di Indonesia dapat mengurangi jumlah keluarga miskin sebesar 24,2 persen. Sementara tingkat keparahan kemiskinan dapat ditekan hingga 24,94 persen.

Di Malaysia, selain mengacu pada ketentuan syariah yang delapan ashnaf tersebut, mustahik juga diklasifikasikan berdasarkan kategori mustahik produktif dan mustahik nonproduktif (konsumtif) yang disesuaikan berdasarkan kondisi fisik mereka. Untuk mustahik yang masih kuat dan sehat diberikan zakat produktif, sebaliknya mustahik yang sakit atau sudah tua yang secara syariat tidak dimungkinkan melakukan aktivitas fisik secara sehat diberikan zakat konsumtif.

Zakat diberikan berdasarkan kebutuhan riil mustahik pada saat akan menerima dana zakat. Ada yang digunakan sebagai modal untuk memulai usaha dengan dana berskala kecil. Di sisi lain, ada juga dana zakat yang digunakan untuk membantu usaha mikro mustahik yang telah berjalan. Jadi, secara informal zakat telah menunjukkan kinerja laiknya lembaga keuangan mikro syariah.

Ibrahim dan Ghazali (2011) menjelaskan bahwa bantuan dalam bentuk keuangan mikro telah terbukti sukses membantu mustahik dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan perekonomian di sejumlah negara. Lembaga zakat diperbolehkan dan dapat menyediakan bantuan keuangan kepada mustahik dalam bentuk pinjaman lunak atau pinjam an bebas bunga. Ini dimaksudkan untuk membantu orang yang berpendapatan rendah dan orang yang membutuhkan, terutama untuk modal bisnis.

3.3. Penerapan PSAK Zakat

Zakat sebagai bagian dari entitas syariah terganjal oleh regulasi zakat itu sendiri. Ketiadaan sistem pengelolaan zakat yang komprehensif di Indonesia menghambat optimalisasi zakat. Dijelaskan oleh Nahasus Surur, Wakil Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), terdapat sejumlah hal yang mesti digarap untuk mewujudkan sistem pengelolaan zakat yang komprehensif, yaitu regulasi, tata kelembagaan, pengawasan, dan sosialisasi yang berkesinambungan. Dalam hal ini regulasi merupakan persoalan mendasar. Ditambah lagi UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang sampai saat ini belum direvisi.

Keberadaan regulasi zakat tersebut kelak akan lebih memaksimalkan potensi zakat. Dalam hal ini lembaga-lembaga yang mengelola zakat seperti LAZ, BAZNAS, mempunyai pondasi yang kuat dalam mengatur zakat. Masalah regulasi zakat ini sama dengan masalah penerapan pernyataan standar akuntansi zakat. Penerapan standar PSAK zakat ini merupakan salah satu cara dalam mengoptimalisasi peran lembaga zakat bagi ummat. Dalam hal ini forum Zakat (FOZ) mewajibkan penerapan PSAK zakat bagi seluruh lembaga amil zakat (LAZ) anggota utama dan kehormatan asosiasi tersebut. Pasalnya, penerapan PSAK terkait erat dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana zakat oleh LAZ di Indonesia. (Anonim, 2007)

Lembaga zakat adalah lembaga yang berada di tengah-tengah publik sehingga dituntut memiliki transparansi dan akuntabilitas. Dalam menjalankan aktivitasnya sebagai amil, organisasi pengelola zakat mempunyai prinsip-prinsip yang harus dipatuhi, di antaranya organisasi pengelola zakat harus memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan, audit, serta publikasi. Ketiga prinsip tersebut menunjukkan bahwa organisasi pengelola zakat harus transparan dalam menjalankan tugasnya. (Najah, 2011)

Mengacu pada artikel dalam makalah ini yang berjudul PSAK fee based income dan zakat kelar 2011, masalah penerapan PSAK ini melibatkan lembaga amil zakat, pemerintah dan masyarakat. Ketiga unsur ini saling berkaitan. Adanya pemerintah yang terdiri dari Ikatan Akuntansi Indonesia, Bank Indonesia, Majelis Ulama Indonesia, dan pihak-pihak yang berwenang meregulasi PSAK ini akan menjadi sangat penting peranannya mengingat sampai saat ini kedatangan PSAK zakat ini memang ditunggu.

Sedangkan keberadaan lembaga amil zakat yang dapat mengatur pelaksanaan zakat yang baik inipun menjadi sangat penting mengingat masyarakat begitu besar harapannya pada lembaga amil zakat. Banyaknya lembaga amill zakat di Indonesia ini akan semakin membantu peran pemerintah dalam pendistribusian zakat. Tidaklah pantas dipandang apabila seorang mustahik berdesak-desakan mengantri sewaktu zakat itu dibagika secara perorangan oleh muzakki. Hal ini akan lebih membahagiakan dan memuaskan banyak kalangan jika pendistribusian zakat ditangani oleh beberapa lembaga zakat dengan professional.

Adanya masyarakat yang turut serta berpartisipasi aktif dalam penerapan PSAK zakat ini menjadi kunci untuk membuka profesionalisme lembaga zakat. Hubungan antara pemerintah, lembaga amil zakat, dan masyarakat jika digambarkan maka akan seperti gambar di bawah ini

Gambar 1. Hubungan Antara 3 Unsur dan Penerapan PSAK

Pihak yang pertama kali terlibat dalam masalah penerapan PSAK ini yang pertama adalah lembaga zakat. Lembaga zakat di Indonesia di antara ke-24 LAZ anggota utama dan kehormatan FOZ terdapat Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Dompet Dhuafa, Rumah Zakat Indonesia (RZI), dan Pos Keadilan Peduli Umat. Selain itu juga ada Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Surabaya, LAZ Pertamina, LAZ Baiturrahman Pupuk Kaltim, Bamuis BNI, LAZ DPU Daruttauhid, dan Bazis DKI Jakarta. Lembaga zakat ini juga termasuk ke dalam pihak yang dirugikan jika penerapan PSAK ini tersendat.

Penerapan PSAK bagi lembaga zakat pada intinya untuk menguatkan sistem entitas syariah di sana. Lembaga zakat akan mendapatkan sertifikat kepercayaan oleh masyarakat lebih tepatnya muzakki yang telah memberikan amanah kepada amil dalam hal ini lembaga zakat dalam menyalurkan zakatnya. Masyarakat akan dapat menilai mana lembaga zakat yang dapat dipertanggungjawabkan penyalurannya melalui laporan ini. Standar penghitungan akuntansi syariah ini memiliki beberapa kendala dalam hal pengesahannya. Terbukti sampai saat ini PSAK zakat belum dapat disahkan bagi publik.

Ketua Umum FOZ, Hamy Wahyunianto, mengatakan bahwa penerapan PSAK bagi lembaga zakat penting dilaksanakan oleh lembaga zakat karena terkait dengan tingkat kepercayaan masyarakat. Dengan penerapan PSAK tersebut, maka ada standardisasi bagi auditor independen dalam melakukan audit atas LAZ. Dengan demikian, hasil audit diharapkan merepresentasi laporan pengelolaan dana zakat oleh suatu LAZ bagi masyarakat. Meskipun mengikat, FOZ tidak dapat memberikan sanksi bagi LAZ yang tidak ingin menerapkan PSAK tersebut. Namun, FOZ akan mempublikasikan LAZ yang bersedia dan belum bersedia menerapkan PSAK tersebut.

Selain berkaitan dengan tingkat kepercayaan adanya PSAK zakat ini akan membuktikan kepada penikmat syariah terhadap entitas syariah yang sedang mencoba belajar berjalan. Lembaga zakat akan dapat mengatur laporan keuangannya berdasarkan standar PSAK yang berlaku, jadi tidak perlu lagi menggunakan standar akuntansi PSAK turunan karena PSAKnya sendiri belum jadi. Penerapan PSAK ini menjadi sumber lembaga zakat dalam melangkah. Tentunya, kedepannya PSAK zakat ini dapat segera disahkan dan dilaksanakan oleh lembaga zakat yang bersangkutan.

Pihak yang kedua dalam masalah ini adalah masyarakat. Jika penerapan PSAK Zakat ini berlangsung dengan baik dan dilaksanakan sesuai dengan standarnyamaka masyarakat akan memperoleh kepuasan dalam hal pelayanan. Keuntungan ini akan diperoleh masyarakat sebagai bagian dari pihak yang menggunakan produk syariah. Publik akan mengetahui sejauh mana penerapan syariah tersebut dilaksanakan. Selain itu, akan terlihat juga bagaimana peran lembaga zakat mengoptimalisasikan perannya dalam memberdayakan dana zakat untuk masyarakat yang tergolong dalam delapan ashnaf.

Secara garis besar masyarakat disini adalah sisi yang netral, tetapi pengaruh dari diterapkan atau tidaknya PSAK zakat ini secara tidak langsung akan berimbas ke masyarakat. Sebagai contoh adanya kasus pada PSAK murabahah. PSAK murabahah ternyata hanya memiliki satu opsi dalam pembayaran cicilan murabahah. Padahal secara fikih sebenarnya terdapat dua cara dalam pembayaran cicilan murabahah. Yaitu, apakah nasabah akan mencicil perbulan biaya pokok ditambah margin atau nasabah akan membayar jatuh tempo biaya pokoknya sedangkan biaya marginnya dibayar tiap bulan. Masalah-masalah kecil seperti ini diharapkan tidak terjadi pada PSAK zakat. Oleh karena itu, benarlah adanya jika dikatakan akuntansi zakat harus dikaji secara komprehensif atau menyeluruh supaya tidak terjadi kebingungan publik dalam penerapannya.

Sedangkan pihak yang ketiga adalah pemerintah. Potensi zakat tidak akan dapat optimal tanpa peran serta pemerintah. Direktur Operasional dan Keuangan Dompet Dhuafa, Rini Supri Hartanti, mengatakan bahwa meskipun pada porsinya zakat dapat dijadikan sebagai instrument pengurang kemiskinan, tetapi zakat tidak bisa berdiri sendiri. Potensi zakat mesti ditopang dengan peran serta dan sinergi berbagai pihak, tak terkecuali pemerintah.

Pemerintah disini bertindak sebagai pemangku kebijakan dan pengawas. Peran pemerintah juga sebagai regulator. Penerapan PSAK Zakat ini tidak akan dapat selesai jika pemerintah tidak cekatan dalam menyelesaikan dan mengesahkan PSAK Zakat. Belum selesainya PSAK Zakat ini tidak membuat lembaga zakat tinggal diam. Dibuktikan oleh Alfiatun Najah dalam skripsinya yang berjudul Analisis Penerapan Akuntansi Zakat Pada Organisasi Pengelola Zakat (Studi Kasus Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri). Walaupun PSAK 109 tentang zakat ini belum jadi 100 persen, tapi dalam pelaksanaannya Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri sudah menerapkan standar akuntansi yang sesuai dengan draft exposure PSAK Nomor 109.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan akuntansi zakat pada Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri menggunakan metode cash basic atau basis kas yaitu pencatatan dari seluruh transaksi hanya dilakukan pada saat mengeluarkan kas dan menerima kas, sedangkan laporan keuangan yang sebaiknya diterapkan oleh para pengelola organisasi zakat mengacu kepada Draft Exposure PSAK No. 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah. Akun-akun yang tercantum dalam Draft Exposure PSAK No. 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah lebih terperinci dan tidak dibatasi, sesuai dengan kebutuhan akuntansi organisasi pengelola zakat. (Najah, 2011)

3.4.Solusi Penerapan PSAK Zakat

Penerapan PSAK Zakat yang katanya akan kelar tahun 2011 menurut Surat kabar Republika sampai saat ini belum disahkan. Pada tahun ini seharusnya PSAK zakat sudah dapat dikeluarkan karena pada tahun 2009 PSAK Zakat sedang mengalami tahap revisi dan sedang menunggu sertifikat halal dari MUI. Solusi untuk masalah ini dapat dibagi menjadi tiga bagian menurut hubungan penerapan PSAK zakat sendiri sesuai dengan Gambar 1., diantaranya :

1.Dari sisi pemerintah

Pemerintah harus dapat bertindak secepat mungkin untuk meregulasi zakat. Selain UU Nomor 38 Tahun 1999 yang belum direvisi, tugas pemerintah juga mengesahkan PSAK zakat tahun ini juga. Pemerintah dalam hal ini selain yang membuat undang-undang, ahli akuntan dan ekonom syariah juga harus mengambil bagian. Untuk menghindari kritikan terhadap pelaksanaan dan penerapan PSAK itu sendiri, maka dalam penetapan suatu hal baik itu standar akuntansi di perbankan syariah (PSAK), produk-produk di lembaga keuangan syariah seharusnya diserahkan kepada pihak yang ahli. Dalam penetapan akuntansi, tidak hanya orang yang ahli akuntansi yang dibutuhkan, akan tetapi tenaga ahli syariah juga sangat penting demi menghindari terjadinya dispute di kemudian hari.

Oleh karena itu, seharusnya tim penetapan standar akuntansi syariah nasional yang ada harus melibatkan beberapa tenaga ahli syariah yang kompeten (tidak hanya mengerti di bidang syariah, tetapi juga memahami prinsip-prinsip akuntansi dan perbankan syariah, kalau penetapannya terkait di bidang perbankan syariah. Sedangkan jika terkait dengan pasar modal syariah, maka yang ahli di pasar modal syariah harus dilibatkan). Sehingga kritikan terhadap standar akuntansi yang ada tidak menimbulkan permasalahan dan bisa jadi menyebabkan produk tersebut tidak sesuai dengan syariah.

2.Dari sisi Lembaga Amil Zakat

Secara kelembagaan, lembaga pengumpul zakat bentukan Pemerintah, BAZIS, masih memiliki kelemahan. Lembaga amil bentukan swasta pun belum bersinergi dengan baik. Karena itu, penataan kelembagaan zakat merupakan keniscayaan. Penataan lembaga zakat perlu dilakukan agar perkembangan lembaga zakat tidak stagnan atau jalan di tempat dalam situasi dimana harapan ummat begitu tinggi kepada lembaga zakat.

Penataan lembaga zakat harus dilakukan dalam dua skala berbeda tapi saling berkaitan. Pertama, menata bagian-bagian yang dapat dilakukan sendiri oleh lembaga zakat, yaitu hal-hal yang bersifat mikro dan teknis. Kedua, hal-hal yang bersifat fundamental dan makro. Pemerintah memiliki kewenangan pada tingkat makro dan fundamental. Kelembagaan zakat yang ideal adalah lembaga khusus yang mampu membangun sistem database dan manajemen informasi zakat yang efektif. Para pengelolanya pun harus profesional dan ahli di bidangnya. Selain itu, lembaga yang menjalankan fungsi pengumpulan zakat harus kredibel.

Untuk mengatasi masalah PSAK zakat yang belum selesai maka yang dapat dilakukan oleh lembaga zakat adalah melakukan perhitungan akuntansi sebisa mungkin walaupun tidak menggunakan PSAK Nomor 109. Akan tetapi, bisa menggunakan laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat khususnya pada muzakki.

3.Dari sisi masyarakat

Adanya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat adalah generator bagi lembaga zakat dalam melaksanakan amanahnya. Permasalahan penerapan PSAK Zakat dalam hal ini tidak begitu melibatkan masyarakat. Adanya PSAK zakat tidak lain hanyalah sebagai bentuk pertanggungjawaban lembaga zakat dalam memenuhi amanahnya menyalurkan dana zakat bagi para mustahik.

Pada kasus yang lain yaitu pada permasalahan PSAK pada kondisi kasus murabahah, masyarakat seringkali dirugikan dengan adanya penetapan standar PSAK tersebut. Hal ini disebabkan dalam PSAK murabahah hanya terdapat satu opsi untuk membayar cicilan. Padahal secara fikih terdapat dua cara mengenai aspek pembayaran. Yang pertama, nasabah dapat membayar perbulan biaya cicilan termasuk marginnya sampai pada jangka waktu tertentu. Dan yang kedua, nasabah dapat hanya membayar marginnya saja perbulan sedangkan biaya pokoknya dapat dibayar jatuh tempo.

Penerapan PSAK tentang zakat yang cenderung terlambat ini dapat meresahkan masyarakat. Hal ini pasti akan menjadi sebuah pertanyaan besar kemana saja dana yang telah disalurkan oleh para muzakki untuk mustahik. Selain itu, apakah pegawai atau karyawan dalam lembaga zakat tersebut memperoleh gaji. Kalau mendapatkan gaji apakah gaji tersebut dari dana para muzakki atau bagaimana. Hal inilah yang seharusnya dijelaskan oleh lembaga zakat nantinya dalam standar akuntansi zakat.



IV.PENUTUP

4.1. Simpulan

Zakat (Bahasa Arab transliterasi: Zakah) adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak. Zakat merupakan rukun ketiga dari Rukun Islam.

Kaitannya dalam ekonomi Islam, zakat merupakan sistem dan instrumen orisinil dari sistem ekonomi Islam sebagai salah satu sumber pendapatan tetap institusi ekonomi Islam (baitul maal). Dalam literatur sejarah peradaban Islam, zakat bersama berbagai instrumen ekonomi yang lain seperti wakaf, infak/sedekah, kharaj (pajak), ushur dan sebaginya senantiasa secara rutin mengisi kas Negara untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat. Kedudukan zakat yakni menjamin tercukupinya kebutuhan minimal kaum lemah (mustadh’afiin) sehingga tetap mampu mengakses perekonomian.

Peran zakat diantaranya sebagai alat distribusi pendapatan dan upaya untuk mengentaskan kemiskinan. Peran zakat ini harus dioptimalisasi melalui penerapan PSAK zakat. Jadi adanya PSAK zakat ini bagi lembaga amil zakat akan semakin memperkuat keberadaan lembaga zakat dalam memenuhi amanah para muzakki.

Kasus yang terjadi dalam artikel surat kabar republika yaitu adanya PSAK zakat disini melibatkan tiga unsur dalam kehidupan bermasyarakat. Yaitu adanya keterlibatan pemerintah, lembaga zakat, dan pemerintah. Penerapan PSAK harus dapat mewadahi keraguan masyarakat selama ini mengenai lembaga zakat.Solusi yang dapat diambil dalam masalah ini adalah peran aktif pemerintah sebagai pengawas sekaligus regulator dalam perundang-undangan dan pembuat kebijakan. Selain itu adanya partisipasi aktif dari masyarakat dan juga lembaga zakat juga akan membantu berlangsungnya penerapan PSAK yang kredibel dan dapat dipercaya.

Belum selesainya PSAK Zakat ini tidak membuat lembaga zakat tinggal diam. Dibuktikan oleh Alfiatun Najah dalam skripsinya yang berjudul Analisis Penerapan Akuntansi Zakat Pada Organisasi Pengelola Zakat (Studi Kasus Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri). Walaupun PSAK 109 tentang zakat ini belum jadi 100 persen, tapi dalam pelaksanaannya Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri sudah menerapkan standar akuntansi yang sesuai dengan draft exposure PSAK Nomor 109.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan akuntansi zakat pada Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri menggunakan metode cash basic atau basis kas yaitu pencatatan dari seluruh transaksi hanya dilakukan pada saat mengeluarkan kas dan menerima kas, sedangkan laporan keuangan yang sebaiknya diterapkan oleh para pengelola organisasi zakat mengacu kepada Draft Exposure PSAK No. 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah. Akun-akun yang tercantum dalam Draft Exposure PSAK No. 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah lebih terperinci dan tidak dibatasi, sesuai dengan kebutuhan akuntansi organisasi pengelola zakat. (Najah, 2011)

4.2. Saran

Seperti yang diungkapkan pada artikel dalam surat kabar Republika yang berjudul PSAK fee based income dan zakat kelar 2011 bahwa pelaksanaan PSAK zakat itu sulit. Oleh karena itu, diharapkan IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) bersama anggotanya seperti BI harus benar-benar komprehensif dalam mengkaji standar PSAK untuk zakat. Hal ini untuk menghindari kesalahan-kesalahan dan masalah yang tidak ikut dibahas dalam PSAK zakat.

Saran untuk pemerintah, lembaga zakat, dan juga masyarakat adalah agar terus berpartisipasi aktif dalam menerapkan standar akuntansi yang berlaku secara baik, jujur, dan dapat dipertanggungjawabkan.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Jasa-Jasa Bank (Fee Based Income). http://1t4juwita.wordpress.com/2011/03/19/jasa-jasa-bank-fee-base-income/. [28 September 2011]

Anonim. 2007. Forum Zakat Wajibkan PSAK. http://beritazakat.wordpress.com/2007/11/15/forum-zakat-wajibkan-psak/. [30 September 2011]

Baraba, A. 2010. Perkembangan Akuntansi Bank Syariah. http://zonaekis.com/perkembangan-akuntansi-bank-syariah/#more-1464 . [28 September 2011]

Laela, A dan Baga,L. 2011. Zakat dan Program Pemberdayaan Ekonomi. Jurnal. Republika. Jumat 19 Agustus 2011.

Muhammad, R. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. PSEI, Jakarta.

Najah, A. 2011. Analisis Penerapan Akuntansi Zakat Pada Organisasi Pengelola Zakat (Studi Kasus Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri). Skripsi. UIN sunan kalijaga. Jogjakarta.

Nashrullah, N. 2011. Optimalkan Pengelolaan Zakat. Republika. Jumat 19 Agustus 2011.

Nurhayati, S. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba Empat, Jakarta.

Riyadi, S. 2009. Mengoptimalkan Peran Zakat. http://lumbungzakat.blogspot.com/2009/01/mengoptimalkan-peran-zakat.html. [30 September 2011]

Suseno, P. 2009. Peranan Zakat dalam Transformasi Ekonomi. http://lazisuii.org/index.php?option=com_content&view=article&id=50:peranan-zakat-dalam-transformasi-ekonomi&catid=35:article. [30 September 2011]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun