"Iya, tapi ini penting Ga, tentang hubungan kita," aku mulai pasang muka masam.
 "Kenapa?" Tanya Angga, ia mengerutkan kening.
 "Siapa Ira?" Tanyaku.
 "Dia cuma teman sayang, tak lebih," jawab Angga datar.
 "Benarkah? Kemarin kamu jalan dengannya kan?" Tanyaku lagi dengan nanda tinggi.
 "Cuma kebetulan, ketemu di toko sepatu, aku tawarkan tumpangan pulang," Angga meyakinkan, sambil memegang jemariku. Sesungguhnya, aku sudah banyak tahu, tentang hubungan mereka yang berjalan diam-diam di belakangku.
 "Minum dulu say, aku bikinin ya?" seraya Angga berdiri menuju pintu dapur. Aku pun ikut berdiri dan berjalan mengikutinya, sampai di dapur ia menyiapkan gelas dan syrup. Saat ia lengah, tanganku secepat kilat menyambar sebilah pisau di atas meja. Angga, masih sibuk menyeduh minuman, sambil mulutnya terus bicara meyakinkan; bahwa Ira sebatas sahabat baginya.
 Selesai menyeduh dua gelas minuman, di letakkannya dalam nampan, juga sepiring kue. Ia berpaling ke arahku sambil memegang suguhannya, saat itulah aku menghunjamkan pisau ke dadanya. Lelaki itu kaget, nampan terjatuh, kembali kuhujani tusukan-tusukan yang mendarat di tubuhnya.
Angga roboh di lantai sambil mengerang.
 "Iiirmaaa! kamu tegaaa ..." Lirih suaranya menahan sakit.
 "Itu belum seberapa, bajingaaan ...!" Seruku geram.
 Kembali, aku menikam dada kanan Angga, ia makin terkulai, tubuhnya bersimbah darah. Bau Amis membuatku kian menggila, semakin ia mengerang sakit, semakin aku muak. Kebencianku terus menjadi pada Angga, ia telah menghianati janjinya, mengukuhkan cinta sampai ke pelaminan. Ternyata Angga sudah bercinta dengan Ira hingga ke atas ranjang.