LELAKIKU MALANG
oleh; Khalidah Ali Z
 Terik mentari menjilati kepala, amarah yang memuncak memang sudah membakar akal sehat. keringat menetes perlahan di ujung kening. Tak ingin kuseka, biarkan ia jatuh bersama tangis hatiku. Langkah pasti, membawa rasa kecewa dan sakit yang begitu nyeri.
 Di tikungan gang aku berhenti, menghela napas panjang mantapkan hati. Yakini segala rencana yang sudah tersusun rapi, akan bisa terlaksana.
 Dua rumah lagi, kali ini kakiku sedikit pelan menapaki jalan kecil menuju halaman rumah Angga. Lengang suasana komplek, karena warga masih dihantui wabah virus corona.
 Sesampainya di depan rumah Angga, aku mengetuk pintu, sepi. Kuintip di balik kaca bertirai tipis, tak sesiapa jua ada dalam. Kucoba ke bagian belakang rumahnya, biasanya Angga sering bersantai di bawah pohon mangga. Ternyata benar, ia memang lagi duduk membaca buku novel, SECRET FIRE Johanna Lindsey yang kuberikan kemarin.
 Perlahan kudekati, seraya menyentuh bahunya. "Hay, serius amat membacanya!" Seruku pada Angga.
 "Irma! duh ..., bikin kaget saja," ujar Angga seraya menolehku.
 "Sudah sampai di mana, kamu membacanya?" Tanyaku lagi.
 "Baru halaman 119," sahut Angga.
 "Sudahlah, nanti lanjutkan lagi, aku mau bicara denganmu," kuambil buku di tangan Angga.
 "Hmm ..., kita tiap hari juga bicara kan Irma?" Jawabnya, sambil melontarkan senyum.
 "Iya, tapi ini penting Ga, tentang hubungan kita," aku mulai pasang muka masam.
 "Kenapa?" Tanya Angga, ia mengerutkan kening.
 "Siapa Ira?" Tanyaku.
 "Dia cuma teman sayang, tak lebih," jawab Angga datar.
 "Benarkah? Kemarin kamu jalan dengannya kan?" Tanyaku lagi dengan nanda tinggi.
 "Cuma kebetulan, ketemu di toko sepatu, aku tawarkan tumpangan pulang," Angga meyakinkan, sambil memegang jemariku. Sesungguhnya, aku sudah banyak tahu, tentang hubungan mereka yang berjalan diam-diam di belakangku.
 "Minum dulu say, aku bikinin ya?" seraya Angga berdiri menuju pintu dapur. Aku pun ikut berdiri dan berjalan mengikutinya, sampai di dapur ia menyiapkan gelas dan syrup. Saat ia lengah, tanganku secepat kilat menyambar sebilah pisau di atas meja. Angga, masih sibuk menyeduh minuman, sambil mulutnya terus bicara meyakinkan; bahwa Ira sebatas sahabat baginya.
 Selesai menyeduh dua gelas minuman, di letakkannya dalam nampan, juga sepiring kue. Ia berpaling ke arahku sambil memegang suguhannya, saat itulah aku menghunjamkan pisau ke dadanya. Lelaki itu kaget, nampan terjatuh, kembali kuhujani tusukan-tusukan yang mendarat di tubuhnya.
Angga roboh di lantai sambil mengerang.
 "Iiirmaaa! kamu tegaaa ..." Lirih suaranya menahan sakit.
 "Itu belum seberapa, bajingaaan ...!" Seruku geram.
 Kembali, aku menikam dada kanan Angga, ia makin terkulai, tubuhnya bersimbah darah. Bau Amis membuatku kian menggila, semakin ia mengerang sakit, semakin aku muak. Kebencianku terus menjadi pada Angga, ia telah menghianati janjinya, mengukuhkan cinta sampai ke pelaminan. Ternyata Angga sudah bercinta dengan Ira hingga ke atas ranjang.
 Angga terkapar tidak berdaya, aku makin leluasa memainkan pisau di tangan. Dengan buas membelah dadanya hingga ke perut, lalu memotong jantungnya. Tak jua puas, aku merenggut hatinya, memasukkan kedua organ tubuh Angga ke tong sampah dapur.
 Kutatap sekali lagi lelaki itu, aku begitu menikmati indahnya, kematian orang yang sangat kusayangi. Seperti seorang kembara yang kehausan, telah melepas dahaga dengan puas, menikmati tiap tetes darah yang mengalir dari tubuh Angga..
 Aku mencuci tangan bekas bercak-bercak darah, mengganti baju dengan pakaian yang memang sudah di siapkan dari tatanan rencanaku.
Setelah rapi, aku tinggalkan Angga di dapurnya. Kuucapi kata terakhir untuk lelakiku yang malang. "Damailah di surga," seraya menutup pintu dan melenggang pergi.
Martapura KalSel 31052020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H