Mohon tunggu...
Khairussyifa
Khairussyifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Institut Agama Islam Darussalam Martapura

Mahasiswa Fakultas Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Eksistensi dan Implementasi Hukum Islam di Indonesia

18 Juni 2023   22:17 Diperbarui: 18 Juni 2023   22:51 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hazairin menganggap receptie yang digulirkan oleh Hugronje sebagai teori iblis. Dengan demikian, ayat kedua Pasal 134 Konstitusi tidak sah. Hal ini didasarkan pada aturan peralihan UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap ketentuan yang telah ada tetap berlaku sebelum diubah atau diganti secara nyata.

Hazairin mengusulkan agar umat Islam menggunakan hukum Islam sebagai aturan untuk menjalankan kehidupan sehari-hari mereka. Dia berpendapat bahwa peradilan Islam dapat bersatu dengan peradilan negara, yang dalam hal ini di bawah pengawasan Mahkamah Agung. Dia mengatakan bahwa orang-orang yang beragama Islam tidak perlu terlibat dalam perdebatan tentang status hukum Islam hanya karena propaganda teori penerimaan.

Sebagian ahli hukum produk Belanda menanggapi teori reception exit di atas. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1948 tentang Kekuasaan Badan Kehakiman dan Kejaksaan, yang menghapus Pengadilan Agama di Indonesia, dibuat karena teori penerimaan yang kuat. 

Menurut pasal 35 ayat (2), pasal 75, dan pasal 133 dari UU tersebut, Pengadilan Agama dimasukkan ke dalam susunan Pengadilan Umum secara khusus dan tidak lagi merupakan susunan independen. Dalam Pemerintahan Yogyakarta, undang-undang ini merupakan peraturan penting tentang peradilan. Selain mencabut dan menyempurnakan isi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1947 tentang Susunan dan Kekuasaan Kehakiman dan Kejaksaan, yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947, undang-undang ini bertujuan untuk mengatur peradilan.

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1948, ada tiga lingkungan peradilan: Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Ketentaraan. Dalam ketentuan ini, Peradilan Agama tidak disebutkan sama sekali. Dalam pasal 35 ayat 2 dinyatakan bahwa perkara perdata antara orang Islam yang menurut hukum yang hidup harus diperiksa dan diputus sesuai dengan hukum agama mereka. Pengadilan Negeri terdiri dari seorang hakim Islam sebagai ketua dan 2 (dua) hakim ahli agama Islam sebagai anggota, yang diangkat oleh Presiden atas usul Menteri Agama dengan Persetujuan Menteri Kehakiman.

UU tersebut belum diberlakukan sama sekali. Berbagai kalangan, termasuk ulama dari Sumatera seperti Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan, menanggapi undang-undang tersebut. Mereka menentang UU tersebut dan meminta agar Mahkamah Syar'iyah yang sudah ada tetap berfungsi. Dengan demikian, Pengadilan Agama masih bergantung pada undang-undang peradilan pasal 2 UUD 1945. Dengan demikian, Pengadilan Agama masih beroperasi berdasarkan Staatsblad Tahun 1882 Nomor 152, bersama dengan Staatsblad Tahun 1937 Nomor 116 dan Nomor 610 untuk Jawa Madura, serta Staatsblad Tahun 1937 Nomor 638 dan Nomor 639 untuk Kalimantan Selatan/Timur.

Teori reception exit menekankan bahwa Pancasila harus digunakan sebagai referensi dalam undang-undang Indonesia. Pancasila adalah dasar negara bangsa Indonesia dan falsafahnya. Dalam hal ini, Hazairin menyatakan bahwa kedaulatan Tuhan---kedaulatan Allah---terletak di atas demokrasi Pancasila karena dalam Pancasila, sila pertama, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, menetapkan kedaulatan Tuhan sebagai dasar untuk pembentukan hukum.

Terdapat tiga hal yang dapat dijadikan pegangan berdasarkan teori receptie exit Huzairin. Pertama, teori penerimaan telah rusak dan tidak relevan sejak UUD 1945 berlaku, bersama dengan keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945. Kedua, pasal 29 ayat (1) UUD 1945 menetapkan bahwa negara Republik Indonesia bertanggung jawab untuk membentuk hukum nasional Indonesia yang materinya adalah hukum agama. Ketiga, Pancasila mengintegrasikan hukum agama di bidang perdata dan pidana, serta hukum agama lain.

Hazairin berpendapat bahwa tidak perlu ada perselisihan antara sistem hukum adat, hukum positif, dan hukum agama, berdasarkan pasal 29 ayat (1) UUD 1945. Tidak boleh ada ketentuan atau hukum baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam, begitu juga dengan hukum agama lain, dan sebaliknya. Negara bertanggung jawab untuk memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menganut agama yang mereka anut. Selain itu, negara bertanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi sistem hukum Islam, terutama aspek mu'amalah, yang pelaksanaannya membutuhkan dukungan negara.

Pasal 29 ayat (1) memiliki makna yang signifikan bagi tata hukum Indonesia, menurut Hazairin. Dia berpendapat bahwa hukum negara tidak boleh memiliki aturan yang bertentangan dengan ajaran atau aturan Tuhan Yang Maha Esa. Dia berpendapat bahwa teori receptie bertentangan dengan UUD 1945, al-Qur'an, dan al-Sunnah. Nilai-nilai agama dan hukum agama adalah hak asasi manusia di negara Republik Indonesia. Dia merenungkan. Dengan mempertahankan teori penerimaan, ini bertentangan dengan tujuan untuk membentuk negara Republik Indonesia. Dia percaya bahwa umat Islam harus mengikuti hukum Islam, yang merupakan perintah Allah dan Rasulullah, setelah Indonesia merdeka.

Ismail Sunny memperkuat teori penerimaan keluar Hazairin yang mengarah pada keadanlatan Tuhan. Menurutnya, ajaran kedaulatan Tuhan dalam negara Republik Indonesia pada hakikatnya berarti bahwa seluruh rakyat menjalankan kedaulatan Tuhan sebagai pelaksana perintah Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat dan negara, dimusyawarahkan oleh rakyat dengan perantara wakil-wakilnya. Dengan demikian, doktrin kedaulatan Tuhan, kedaulatan rakyat, dan kedaulatan hukum bertemu dalam struktur UUD 1945. Ahli hukum Islam seperti Muhammad Daud Ali, Sujuti Thalib, dan Bustanul Arifin, serta Hasbi Ash Shiddieqy Rasyidi dan Mukti Ali, juga mengembangkan teori reception exit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun