Mohon tunggu...
Khairunnisa Musari
Khairunnisa Musari Mohon Tunggu... lainnya -

"Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) mampu menembus jutaan kepala" - Sayyid Quthb. Untuk artikel 'serius', sila mampir ke khairunnisamusari.blogspot.com dan/atau http://www.scribd.com/Khairunnisa%20Musari...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ini Umroh Ajaib, Mbak, Kalau Bukan Allah yang Memberangkatkan, Enggak Akan Bisa

8 Januari 2015   06:53 Diperbarui: 4 April 2017   18:24 5565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_389327" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: arisuparli.wordpress.com"][/caption]

Sebut saja namanya Mas Wawan. Kami mulai berteman mungkin sejak akhir tahun 2008-an. Saya lebih tua darinya kurang lebih 1,7 tahun. Dulu ia memanggil saya Ibu Nisa, tapi lama kelamaan ia mulai bisa memanggil saya Mbak Iis...

Banyak hal yang sering saya dan Mas Wawan diskusikan. Kalau saya diminta mendiskripsikan dirinya, ada 5 hal yang bisa saya utarakan tentang dirinya: Sering menyanjung istrinya. Mencintai anak-anaknya. Berbakti pada Ayah Ibunya. Memiliki hati yang terpaut pada Mesjid dan majelis. Berkeinginan kuat ke Tanah Suci.

Mas Wawan termasuk dari sedikit orang yang pernah saya temui yang bila menceritakan hasratnya untuk pergi ke Tanah Suci tampak menggebu-gebu. Wajahnya begitu bersinar bila menceritakan betapa ia meyakini Allah pasti akan mengabulkan doanya suatu saat nanti...

Mas Wawan sudah mendaftar haji insya Allah tahun 2013 lalu. Tapi ia dan istrinya harus menunggu mungkin sekitar 11 tahun untuk bisa pergi haji. Sebelumnya, ia sempat resah karena merasa tak mampu membayar biaya pendaftaran haji. Tapi lambat laun ia sangat percaya bahwa Allah pasti akan membereskan masalah keuangannya itu...

Senin lalu, ia mengirimkan pesan pendek via BBM ke saya. “Mohon doanya ya, Mbak. Minta maaf juga bila selama ini saya ada salah...”.

“Kapan berangkat?” tanya saya.

“Insya Allah Jumat ini,” jawabnya.

“Gimana ceritanya kok tiba-tiba sudah mau pergi umroh? 9 hari ya? Wah, Allah kalau berkehendak ya... Mas Wawan duluan nih yang menginjak Tanah Suci daripada saya,” komentar saya.

“Ini umroh ajaib, Mbak. Kalau bukan Allah yang memberangkatkan, enggak akan bisa... Sebelum umroh saja, saya sudah mendapat banyak pelajaran iman. Sampai sekarang rasanya kayak belum percaya...” jawabnya.

“Saya percaya. Wong sering kita enggak meminta, hanya membatin saja, Allah mengabulkan. Apalagi yang minta dengan lisan dan sepenuh hati. Selamat ya mau bertamu ke Rumah Allah. Saya tidak minta oleh-oleh, hanya minta titip doa..........................” sahut saya panjang lebar.

“Gimana sih ceritanya? Aissssss, kayak begini kok gak di-share ke saya sih....”, tambah saya lagi.

Ya, saya sedikit memaksa Mas Wawan agar mau bercerita kronologis rencana umrohnya. Seperti yang sudah-sudah, biasanya selalu ada unsur ‘dramatis’ dari kisah-kisahnya. Mulai dari ketika tidak punya uang menjelang tahun ajaran baru, istrinya yang keguguran pas juga tidak punya uang, menang lomba karya tulis jurnalistik pas memiliki kebutuhan uang yang sangat mendesak, dan sebagainya. Selalu ada pertolongan Allah ketika detik-detik terakhir ia berbalut keputusasaan. Dari berbagai kejadian itulah akhirnya Mas Wawan menjadi seperti hari ini yang sangat yakin akan janji Allah untuk menolong hambaNya....

"Baik, Mbak. Nanti saya jelaskan lewat email ya,” tutupnya di BBM.

Agak malam, sepucuk email muncul di inbox saya.

-----------------------------------------

Assalamu’alaikum Mbak Iis...

Menuntaskan keingintahuan Mbak Iis tentang umroh saya. Titik tolaknya saat Ramadan lalu. Saat itu kan saya ada tugas liputan ke Philipina. Karena penerbangan internasional, saya berangkat lewat T2 Bandara Soetta. Nah, saat itu buuuanyak sekali jamaah umroh Ramadan yang akan berangkat. Mata saya berkaca-kaca melihat mereka yang tampak gembira. Dalam hati saya bergumam, “Ya Allah, dekatkanlah Mekkah dan Madinah untuk saya. Saya ingin sekali beribadah di Baitullah dan ziarah ke rumah dan makam Nabi-Mu...”

Sejak saat itu saya ber-azzam untuk mengencangkan niat, saya harus segera umroh! Mulai saat itu, hampir setiap usai salat, termasuk saat Tahajud dan Dhuha, saya selalu memohon dimudahkan jalan saya ke Baitullah. Tidak hanya itu, saya meminta restu istri (meski tidak wajib, tapi saya harus sampaikan keinginan saya ini karena berimplikasi pada suplai dapur, hehehe...). Istri saya sempat ragu dengan keinginan saya karena dia tahu seberapa besar kemampuan keuangan saya. Tapi saya yakinkan, Allah bersama saya...

Akhirnya, saya mulai menabung. Tidak banyak, boleh dibilang receh. Saya kumpulkan uang Rp50 ribu, Rp100 ribu, sedikit demi sedikit... Saya jalani semua dengan sabar sembari terus mengencangkan doa yang tiada putus dan bosan.

Oh ya, sejak Idul Adha, saya memanjatkan doa spesifik kepada Allah. “Ya Allah, berangkatkan saya umroh setelah musim haji, Desember atau Januari. Bukankah saya sudah ikhtiar dengan menabung Ya Allah? Mudahkan semuanya...” kira-kira demikian doa saya di hampir setiap sujud shalat dan Tahajud saya.

Ada kisah dramatik, setidaknya buat saya. Dan saya merasa, mungkin di titik inilah Allah ridha dengan ikhtiar saya. Ini husnuzhan saya pada Allah. Ceritanya.... saat itu tabungan umroh saya di amplop di bawah tumpukan baju di lemari baru Rp 600 ribu. Lalu, di suatu pagi, Ustadz Rahmat kirim kabar di grup WA mengabarkan santri yang mendapatkan hadiah umroh kekurangan uang Rp 1,5 juta untuk urusan administrasi. Skedul santri ini berangkat Februari 2015.

Terima WA itu, ingatan saya langsung ke uang Rp 600 ribu itu. Saya ingin ringankan kekurangan itu, tapi saya mikir, lha uang saya kapan kumpulnya untuk umroh? Di situlah setan masuk. Tapi, saya berusaha tenang dan meresapi kembali janji-janji Allah. Awalnya, saya mau sedekahkan Rp 300 ribu untuk santri, lalu saya urungkan. Dengan bismillah... Saya sedekahkan semua. Saya mengambil amplop uang itu, lalu saya cium amplop berisi Rp 600 ribu sambil berdoa, “Ya Allah, uang ini untuk umrohku. Tapi hari ini ada santri penghafal Quran yang lebih butuh, dia sudah jelas waktu berangkatnya, sedangkan aku belum jelas. Aku sedekahkan semua, tolong mudahkan jalanku ke Baitullah.”

Lalu, uang itu saya serahkan ke Ustad Rahmat. Saat menyerahkan uang itu, mata saya kembali berkaca-kaca. Saya bilang ke beliau, “Tolong jangan bilang ke siapa pun, ini tabungan umroh saya. Santri lebih butuh daripada saya. Saya hanya titip doa ke beliau nanti di Baitullah, doakan jalan saya untuk umroh menjadi mudah.”

Ustad Rahmat menjawab, “Insya Allah ini jalan Pak Wawan untuk segera ke Baitullah.” Hati saya gambira, setelah itu saya melupakan uang itu. Saya mulai menabung lagi, mengumpulkan uang selembar Rp 50 ribuan, Rp 100 ribuan, dan seterusnya. Kembali lagi kencengin doa dan shalat...

Tak lama setelah Idul Adha, Neno Warisman mengenalkan Neno Tour ke Ma’had dan jaringan di Jember. Ternyata, dia memberi promo yang daftar awal akan berangkat Januari. “Januari???” Saya teringat doa saya. Jangan-jangan ini jawaban Allah. Allah beri jalan saya berangkat Januari, seperti doa saya. Tanpa pikir panjang, saya langsung daftar, tanda jadi Rp 500 ribu. Itu hari Minggu. Kalau DP 300 dolar diberesi Senin, calon jamaah dapat cash back Rp 1 juta. Sehingga, jatuhnya USD 1.680 dari aslinya yang sebesar USD 1.750. Ini muraaah sekali, rerata sekarang diatas 2.100 dolar untuk 9 hari.

Saat itu saya bingung dapat uang USD 300 darimana? Saat itu kurs sudah Rp 12.100/USD. Saya teringat, saat itu saya punya garapan buku, sudah hampir selesai, honor belum dibayar. Lalu, saya minta honor dibayar sebagian. Alhamdulillah, Minggu sore langsung ditransfer. Selesailah dua tahapan sampai setor USD 300.

Bagaimana sisanya? Itu yang saya tidak memiliki bayangan blas. Sungguh, membayangkan kekurangannya sekitar Rp 17 juta itu saya tidak tahu akan dapat uang dari mana. Suatu hari, saya dapat tugas rapat di Surabaya. Saya sempatkan mampir ke rumah bapak ibu di Sidoarjo. Saya ceritakan tentang saya yang mendaftar umroh. Mereka kaget campur senang, lalu bingung, dari mana saya punya uang Rp 17 juta dalam tempo 1,5 bulan harus beres? Saya ingat dengan jawaban saya waktu itu, “Saya punya Allah, Pak, Bu. Saya tidak akan minta uang ke Bapak Ibu. Kalau sampai deadline uangnya tidak ada, saya mundur. Saya hanya mohon bantuan doa Bapak dan Ibu.”

Setelah itu, saya tidak tahu apa yang berkecamuk dalam diri Bapak Ibu saya. Sepulang dari Surabaya, mungkin ini jalan yang diberikan Allah, ada orang yang minta dibuatkan sebuah buku. Saya tidak pasang tarif, tapi saya hanya minta honor dibayar dimuka, terserah dia mau kasih berapa. Saya jujur cerita ke dia, “Saya daftar umroh, tapi uangnya kurang dan harus lunas dalam waktu dekat.”

[caption id="attachment_389328" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: www.forumdakwahahlussunnah.com"]

1420648632244754628
1420648632244754628
[/caption]

Allah jua yang menggerakkan hati orang yang kasih proyek ke saya itu. Tanpa saya sangka, dia beresi semua kekurangan biaya umroh saya. Dan saya yakin, honor yang saya terima diatas rata-rata. Subhanallah Allahu Akbar... Allah Maha Kuasa, Allah Maha Kaya... Siapa yang mampu menggerakkan hati orang itu sehingga mau memberesi kekurangan biaya saya, Mbak? Hanya Allah...

Saat saya mengurus paspor tiga suku kata, saya sempat telepon Bapak menanyakan tahun lahir Ibu saya. Lalu dijawab. Setelah telepon, Ibu tanya saya ada kepentingan apa. Bapak cerita kalau saya mengurus paspor. Ibu saya kaget. “Lho, berarti sudah punya uang? Dapat darimana?”.

Ibu saya sore itu menangis. Entah mengapa menangis. Mungkin pikiran Ibu campur aduk. Mungkin beliau khawatir saya gagal berangkat karena tak punya uang, lalu saya kecewa. Sore itu juga Ibu menelepon saya, menanyakan kepastian berangkat tidaknya. Setelah saya jawab saya berangkat, biaya sudah beres, Ibu saya langsung baca zikir. Segala zikir dibaca di telepon. Dari suaranya, saya tahu Ibu menangis. Saya jadi ikut mbrebes mili. “Tidak sia-sia Ibu berdoa, Gusti Allah mengabulkan doanya Ibu.” Meski saya lelaki, hati saya sore itu runtuh. Runtuh membayangkan betapa tanpa setahu saya, Ibu mendoakan keberangkatan saya ke Baitullah setiap selesai shalat dan Tahajud.

Matur sembah suwun, Ibu.... Terima kasih atas semua nikmat ini, Ya Allah...

Inilah kisahnya Mbak. Orang mungkin menganggap saya banyak uang. Padahal, orang tidak tahu saya berkesempatan berangkat ini semua atas pertolongan Allah. Matematika manusia pasti memutuskan saya tidak bakal bisa berangkat dalam waktu sesingkat ini. Saya pancangkan tekad bulan Juli, bulan Januari insya Allah berangkat. Hanya enam bulan...

Satu hal yang saya yakin, siapa yang memudahkan jalan orang ke Baitullah, Allah pasti mudahkan jalan baginya ke Baitullah. Santri akan berangkat Februari, insya Allah saya malah mendahului berangkat Januari, Masya Allah...

Sekian ya Mbak, wassalamu'alaikum...

-------------------------------

Selamat bertamu ke Baitullah, Mas Wawan. Semoga Allah mempertemukan saya pula pada Baitullah. Terimakasih untuk sharing-nya yang menambah azzam untuk saya untuk terus meyakini rahmat Allah... Ridha istri, ridha orangtua, insyaAllah ridha Allah pun akan menyertai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun