-- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
-- Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); dan
-- Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan.
Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2013 s.t.d.d. PMK 202/2015, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi ketika Wajib Pajak mengajukan keberatan, yakni:
1. Pengajuan keberatan dilakukan secara tertulis menggunakan bahasa Indonesia;
2. Mengemukakan jumlah pajak terutang, jumlah pajak yang dipotong/dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang menjadi dasar penghitungan;
3. Satu keberatan diajukan hanya untuk satu surat ketetapan pajak, satu pemotongan atau satu pemungutan pajak. Hal ini disesuaikan dengan kasus keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan;
4. Wajib Pajak sudah melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sesuai dengan jumlah yang disetujui oleh Wajib Pajak dalam pembahasan hasil akhir, sebelum surat keberatan disampaikan. Persyaratan ini hanya berlaku apabila keberatan diajukan atas kasus pajak kurang bayar;
5. Dapat diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak surat ketetapan pajak dikirim atau sejak terjadi pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Kondisi ini tidak berlaku apabila Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena kondisi yang terjadi di luar kekuasaan Wajib Pajak bersangkutan;
6. Surat keberatan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak. Jika Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, maka keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana tercantum dalam Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP); dan
7. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 UU KUP.