Tak Selalu Berjalan Mulus - Pergolakan dalam KWT Mandiri Rancabungur
Sebagai seorang pemimpin yang dipilih sendiri oleh anggotanya, merupakan hal yang wajar jika Bu Y mempunyai ambisi terkait eksistensi KWT Mandiri Rancabungur. Tentu saja, dalam perjalanannya, KWT Mandiri Rancabungur mengalami berbagai pergolakan. Pergolakan tersebut terjadi dalam proses produksi dan iklim kelompok. Dalam proses produksi, pembuatan dan pembukuan masih manual tanpa menggunakan teknologi. Tentu, hal ini membuat proses produksi memakan waktu yang lama. Proses produksi ini dilakukan dengan modal langsung dari KWT Mandiri Rancabungur. Pemerintah Desa Rancabungur, selaku pihak yang diharapkan oleh KWT dapat memberikan dukungan modal, ternyata tidak memberikan respon yang positif. Pemerintah desa mengajukan syarat yang menurut pihak KWT ribet untuk dipenuhi. Syarat tersebut adalah KWT harus membuat produk inovasi baru yang berbahan dasar singkong. KWT Mandiri Rancabungur memilih menolak tawaran ini.
Masih terkait permodalan, terkadang, Bu Y sebagai pemimpin KWT berbesar hati memberikan modal langsung kepada anggota-anggota yang akan menjual produk pribadi mereka, biasanya berupa nastar yang akan dijual menjelang lebaran. Tentunya, Bu Y sebagai pemimpin tak kehabisan akal untuk membuat nama KWT Mandiri Rancabungur semakin eksis. Bu Y mensyaratkan kepada anggota-anggota yang meminta modal untuk memakai nama KWT Mandiri Rancabungur sebagai merek pada produk yang dijual.Â
Pergolakan tak hanya terjadi dalam proses produksi - yang menyangkut pembukuan dan modal. Kondisi internal kelompok turut mengalami pergolakan seiring berjalannya waktu. Anggota-anggota yang semula bersemangat, perlahan-lahan mulai melupakan komitmennya. Partisipasi mereka menjadi semakin redup. Hal itu tampak dari jumlah anggota aktif yang semula lima belas, kini menjadi sepuluh orang. Lima orang lainnya mulai pasif dalam berpartisipasi. Sebagai strategi mempererat kembali komitmen anggota, Bu Y langsung inisiatif mengadakan pertemuan setiap hari Sabtu setelah pengajian warga. Anggota KWT akan dikumpulkan setelah pengajian usai untuk membahas perkembangan dan rencana usaha kedepannya. Pergolakan tak hanya terjadi dalam hal renggangnya komitmen, tetapi juga dalam konflik pada anggota. Terkadang, anggota-anggota KWT saling memiliki rasa tak suka yang tak diselesaikan secara pribadi. Mereka memilih melapor kepada Bu Y. Setelah itu, Bu Y akan berinisiatif turun langsung untuk meredam permasalahan tersebut.
Sebagai sebuah kelompok, tentu KWT ini dapat dikatakan berhasil dan cemerlang jika dilihat dari pencapaian-pencapaiannya. KWT ini mampu menghasilkan produk inovasi yang tak hanya menambah pendapatan, namun turut berperan dalam merespon masalah pada aspek kesehatan dengan membantu atasi stunting pada masyarakat sekitar. Selain itu, KWT ini mampu raih penghargaan hingga tingkat kabupaten. Berbagai keberhasilan dan kecemerlangan tersebut tentu tak lepas dari sosok pemimpin wanita, yaitu Bu Y. Sebagai pemimpin, Bu Y dapat dikatakan berhasil dengan karismanya yang bersifat genetik dan pengetahuannya yang luas sehingga mampu membawa anggota-anggota KWT pada visi dan misi yang dianutnya. Tak hanya itu, Bu Y juga cenderung adaptif menghadapi berbagai pergolakan. Keadaptifan Bu Y nampak dari inisiatifnya memberi modal kepada anggota dan mengadakan pertemuan tiap Hari Sabtu untuk mempererat komitmen anggota.
Sumber Pustaka:
French, J. R. P., Jr., & Raven, B. (1959). The bases of social power. In D. Cartwright (Ed.), Studies in social power (pp. 150--167). Univer. Michigan.
Putranto, ID., & Perdhana, MS. (2018). Kepemimpinan Berdasarkan Gender: Efektivitas dan Tantangan (Studi Kasus pada Kelurahan Muggassari dan Kecamatan Tembalang). Diponegoro Journal of Management, 7(4), 1-11.Â
Rahmalina, Hanani, S., Syafitri, A., Akhyar, M., & Elfira DG. (2023). Pemahaman Karisma dan Kepemimpinan dalam Konteks Manajemen Pendidikan: Tinjauan Berdasarkan Teori Max Weber. Jurnal Bima: Pusat Publikasi Ilmu Pendidikan bahasa dan Sastra, 1(4), 197-205.Â