“ Sejak saya bayi, saya sudah tidak punya orang tua. Hanya almarhum nenek saja yang yang saya ingat sudah membesarkan saya. Dan sebelum meninggal nenek bilang saya harus sekolah.”
“Luar biasa kamu,Dek.Memang kamu hutang ke sekolah berapa lagi,Dek?” Tanya Reraena.
“Tinggal seratus dua puluh lima ribu lagi,Kak!” jawab gadis itu dengan lantang.
Reraena pun mengeluarkan dua lembar uang seratus ribu, dan memberikannya pada gadis itu.
“Ini,Lunasin hutang kamu. Dan kamu sekolah ya.” Jawab Reraena.
“Kak,ini banyak sekali. Saya takut buat menerimanya.”
“Saya bayar kamu untuk konser kamu tadi. Saya kagum saat kamu menyelesaikan konser kamu tadi, meski kamu terbatuk demi menyelesaikannya, dan itu sangat professional sekali. Seorang penynyi terkenal yang bernyanyi di atas panggung belum tentu bias seperti kamu.Seharusnya saya bayar kamu lebih dari ini, tapi uang saya tidak cukup untuk membayar orang besar seperti kamu. Karena kerja keras kamu itu mahal harganya.” Reraena member senyuman tulus pada gadis itu.
Meski sebagian dari perkataan Reraena tidak bisa dipahami gadis kecil itu, tapi gadis itu yakin bahwa Reraena adalah orangyang baik. Dan air mata pun terjatuh membasahi pipi kotor gadis kecil tersebut.
Dio hanya memandang keduanya dengan kagum, sahabatnya yang rendah hati padahal dia adalah seorang anak orang kaya, dan seorang gadis kecil yang matanya memancarkan cahaya masa depan yang cerah karena bisa bersekolah lagi tanpa harus menyanyi di jalanan.
-THE END-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H