Mohon tunggu...
Kristine gaby
Kristine gaby Mohon Tunggu... -

cewek yang suka petualangan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cahaya di Sudut Senyuman

15 Desember 2010   11:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:42 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mentari tampaknya sedang bersemangat untuk menyinari bumi. Teriknya dapat dirasakan oleh banyak orang yang sedang berjalan di Alun-alun kota Bandung. Reraena, anak dari seorang yang kaya raya serta sahabatnya,Dio, yang baru pulang sekolah pun memutuskan untuk beristirahat sambil menikmati segelas Es Cendol yang segar. Sambil menghabiskan waktu sampai sang mentari mengurangi teriknya, mereka berdua memanfaatkan waktu yang mereka punya untuk menyelesaikan sebagian tugas sekolah mereka yang yang belum sempat terselesaikan di sekolah.

Saat Reraena dan Dio sedang asyik mengerjakan tugas mereka, kemudian datang seorang gadis kecil yang berpakaian lusuh dengan aroma badan yang tidak sedap karena keringat dari tubuhnya, menghampiri mereka berdua sambil menyanyikan lagu Sherina "Simfoni Hitam". Gadis kecil itu menyanyikan lagu dengan semangatnya tanpa memperdulikan keringat yang sudah keluar dari tubuhnya.Saat penutupan lagu, gadis kecil itu pun terbatuk yang kemudian membuat Reraena dan Dio pun kini memperhatikannya. Reraena dan Dio pun saling memandang, meski gadis kecil itu batuk-batuk, namun dia tetap menyelesaikan lagunya hingga akhir. Reraena dan Dio yang memandang kagum pada gadis itu,karena meski terbatuk dia tetap menyelesaikan tugasnya menghibur. Kemudian Reraena mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu rupiah pada gadis itu. Tangan kecilnya pun menerima uang dari Reraena.

“Banyak Sekali” gadis kecil itu heran..

“Gak apa-apa,ambil aja semua” Reraena memberi dengan tulus.

“Makasih,Kak!” Gadis kecil itu tersenyum bahagia.

Saat sedang tersenyum, Dio melihat di sudut mata gadis itu ada setitik air mata yang keluar.

“Kenapa nangis,Dek?” Tanya Dio yang penasaran dengan air mata itu setelah menerima uang dari Reraena.

“ Saya gak nangis,Kok. Kakak lihat saya tersenyum,Kan?” jawab gadis itu dengan senyuman.

“Kalo adek tersenyum,gak mungkin ada air mata di sudut matanya,Kan?” Dio pun membalas dengan senyuman pada gadis itu.

“Saya terharu,Kak. Uang ini sangat banyak menurut saya. Dan saya bahagia sekali, upah saya menyanyi ternyata ada yang menghargainya begitu besar juga. Dengan uang ini, cukup bagi saya untuk bayar hutang saya di sekolah.” Jawab gadis itu yang mulai mengeluarkan air mata.

“Jadi,kamu menyanyi begini untuk sekolah? Memang kemana orang tua kamu?” Tanya Reraena penasaran.

“ Sejak saya bayi, saya sudah tidak punya orang tua. Hanya almarhum nenek saja yang yang saya ingat sudah membesarkan saya. Dan sebelum meninggal nenek bilang saya harus sekolah.”

“Luar biasa kamu,Dek.Memang kamu hutang ke sekolah berapa lagi,Dek?” Tanya Reraena.

“Tinggal seratus dua puluh lima ribu lagi,Kak!” jawab gadis itu dengan lantang.

Reraena pun mengeluarkan dua lembar uang seratus ribu, dan memberikannya pada gadis itu.

“Ini,Lunasin hutang kamu. Dan kamu sekolah ya.” Jawab Reraena.

“Kak,ini banyak sekali. Saya takut buat menerimanya.”

“Saya bayar kamu untuk konser kamu tadi. Saya kagum saat kamu menyelesaikan konser kamu tadi, meski kamu terbatuk demi menyelesaikannya, dan itu sangat professional sekali. Seorang penynyi terkenal yang bernyanyi di atas panggung belum tentu bias seperti kamu.Seharusnya saya bayar kamu lebih dari ini, tapi uang saya tidak cukup untuk membayar orang besar seperti kamu. Karena kerja keras kamu itu mahal harganya.” Reraena member senyuman tulus pada gadis itu.

Meski sebagian dari perkataan Reraena tidak bisa dipahami gadis kecil itu, tapi gadis itu yakin bahwa Reraena adalah orangyang baik. Dan air mata pun terjatuh membasahi pipi kotor gadis kecil tersebut.

Dio hanya memandang keduanya dengan kagum, sahabatnya yang rendah hati padahal dia adalah seorang anak orang kaya, dan seorang gadis kecil yang matanya memancarkan cahaya masa depan yang cerah karena bisa bersekolah lagi tanpa harus menyanyi di jalanan.

-THE END-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun