Entah dari mana aku harus bercerita pengalaman naik KAI Commuter. Pasalnya sungguh banyak kesan yang tercipta di setiap perjalanan. Namun jangan khawatir, ada satu kisah yang bisa kuberikan untuk para pembaca Kompasiana. Cerita yang membuat hati deg deg ser. Berikut ceritanya ...
KAI Commuter memudahkanku berpergian kemana-mana hanya dengan tiga ribu rupiah. Tidak merogoh kocek terlalu dalam. Aku pun jadi bisa jajan di Lawson Stasiun Sudirman. Mampu jajan pisang sunpride single kuning cerah.
Bila kuingat lagi di tahun 2017, sekalipun hanya berbekal kartu Flazz, aku bisa dengan cepat sampai ke kota yang ingin dituju. Kota itu bernama Jakarta. Kota yang sebentar lagi tidak tersemat dua kata "Ibukota Negara". Kota untuk mengais rezeki bagi para warganya dan perantau.
Alasan ku mau ke sana yaitu demi menjemput cita-citaku sebagai Marketing Communications Manager di sebuah hotel bintang lima. Aku rela mengadu nasib disana. Aku percaya apapun bisa digapai asal ada ikhtiar dan tawakal.Â
Singkat cerita, atas dukungan doa dari keluarga, aku diterima PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Le Meridien Jakarta. Aku tidak pernah menyangka akan menjadi bagian dari keluarga Hotel bintang lima di bilangan Sudirman. Hotel dengan bendera Marriott International ini, memberikan ku pengalaman berharga. Salah satunya dalam memilih cara berpegian. Aku dibuat nyaman untuk naik KAI Commuter.Â
Selain kenyamanan yang ditawarkan oleh pihak KAI Commuter, keamanan juga menjadi prioritas nomor satu petugas-petugasnya. Bukan hanya dibibir saja, akan tetapi ada pembuktian nyata. Akupun sudah merasakannya.
Pada satu malam, perjalanan ku pulang dari Jakarta membawa Laptop Lenovo dengan bobot 2,5 kg sungguh menegangkan. Bagaimana tidak?! Laptop Lenovo yang baru sebentar dipakai kerja itu tertinggal. Ku letakkan di bagasi atas, tempat duduk prioritas.Â
Aku sendiri memilih untuk berdiri, mempersilahkan Ibu yang lebih senior untuk duduk bersama anaknya. Aku berdiri dari Stasiun Sudirman - Duri - Tanah Tinggi. Ya ... walaupun melelahkan tetapi aku bertahan. Segenap kekuatan ku kumpulkan berkat makanan yang sudah ku santap.
Kemudian dalam keadaan lelah, terdengarlah suara nyaring yang menyatakan KAI Commuter sudah sampai di Peron Tanah Tinggi. Ku sambut dengan senyum sumringah. Hal itu menjadi penanda akhir penderitaan di KAI Commuter. Aku pun bergegas keluar, melangkahkan kaki ini dengan perlahan-lahan. Maklum, banyak orang pulang kerja sewaktu itu.Â
Aku menghela napas dalam. Berusaha melepaskan beban secara mental. Namun tiba-tiba saja aku teringat. Aku meraba dada ku.Â
"WAH LAPTOPNNYA KETINGGALAN!"Â