KAJIAN PUSTAKA
Terdapat dua penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian "Kajian Sosiologi Desain Terhadap Tanda Coba Kendaraan Bermotor (TCKB) dan Dinamikanya Dalam Masyarakat". Penelitian pertama yang digunakan sebagai acuan adalah penelitian oleh Brahmansyah pada tahun 2013 yang berjudul "Pengawasan terhadap Penggunaan STCK (Studi dalam Perspektif UU Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan)". Penelitian ini menganalisis tentang bukti kepemilikan sementara kendaraan bermotor dalam bentuk Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK). Pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis sosiologis yang berfokus kepada upaya penertibannya serta bagaimana respons sosial masyarakat yang timbul akibat diberlakukannya bukti kepemilikan sementara kendaraan bermotor, Â berupa TCKB.
Penelitian kedua yang digunakan sebagai acuan adalah penilitian oleh Dessy Saputry (2015) yang berjudul "Permainan Bahasa pada Plat Nomor Kendaraan Bermotor (Suatu Kajian Sosiolinguistik)". Penelitian ini menganalisis penggunaan permainan bahasa dalam angka pada pelat nomor menjadi pengganti huruf. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan metode observasi langsung. Penelitian ini menemukan bahwa angka dalam pelat nomor menjadi sarana untuk mengekspresikan perasaan, cita-cita, hal keberuntungan, dan juga keberadaan sebagai anggota masyarakat.
Dari kedua penelitian tersebut terdapat perbedaan mendasar yang didapatkan. Pada penelitian pertama, Bramansyah berfokus pada performa instansi pemerintah (otoritas) dalam menegakkan peraturan terkait bukti kepemilikan sementara kendaraan bermotor, yaitu Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK). Sedangkan pada penelitian yang kedua, permasalahan yang diangkat lebih menitikberatkan pada pelat nomor resmi kendaraan melalui perspektif Sosiolinguistik, menganalisis bagaimana angka digunakan sebagai pengganti huruf untuk menciptakan suatu bentuk komunikasi yang unik, yang di dalamnya mengandung suatu makna yang ingin disampaikan pemilik. Berbeda dengan kedua penelitian tersebut, penelitian ini akan lebih mendalami bermacam-macam dinamika sosial yang timbul akibat pemberlakuan Tanda Coba Kendaraan Bermotor (TCKB), yang dibahas dalam  konteks sosiologi desain.
PEMBAHASAN
Penerapan pelat putih tulisan merah sebagai tanda kendaraan baru telah diberlakukan sejak tahun 2009 seperti yang telah tertuang dalam UU Nomor 22 tahun 2009. TCKB dapat diperoleh melalui dealer saat pelanggan membeli kendaraan bermotor. Berdasarkan UU yang tertulis, kendaraan yang menggunakan pelat sementara hanya boleh digunakan dalam lingkup daerah tempat kode pelat tersebut dikeluarkan. TCKB berfungsi sebagai sarana untuk mengatur mobilitas di ruang publik, tetapi pada faktanya, terdapat inkonsistensi pada penerapan peraturan terkait TCKB dalam struktur sosial masyarakat, terutama dalam relasi kuasa antara institusi negara dan masyarakat.
Dari hasil riset tentang pelat nomor kendaraan baru yang berwarna dasar putih dengan tulisan merah, ditemukan kaitan antara teori sosiologi dengan tiga fungsi DKV. Cenadi (1999) menyebutkan bahwa produk DKV mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu sebagai sarana identitas, informasi, dan promosi. Fungsi identitas mencerminkan karakteristik yang memudahkan pengenalan. Fungsi informasi berperan untuk menunjukkan keterkaitan antara suatu hal dengan lainnya. Sedangkan, fungsi promosi berperan untuk menyampaikan pesan, menarik perhatian, dan mempermudah pesan itu diingat (Yunita, 2022).
Teori sosiologi yang dijadikan acuan dalam jurnal ini terdiri atas paradigma fungsional, paradigma simbolik, paradigma konstruksi sosial, dan paradigma konflik. Paradigma fungsional adalah pendekatan yang melihat setiap unsur sosial sebagai bagian yang masing-masing berfungsi untuk menjaga integritas, stabilitas, dan keteraturan tatanan sosial. Paradigma simbolik adalah perspektif sosiologi yang berfokus pada bagaimana individu menciptakan makna melalui interaksi sosial dan penggunaan simbol-simbol dalam kehidupan sehari-hari. Paradigma konstruksi sosial menekankan pada realitas sosial yang dibangun melalui interaksi dan kesepakatan di antara anggota masyarakat terhadap gagasan tertentu, untuk kemudian dijadikan sebagai aturan yang idealnya ditaati bersama. Paradigma konflik menekankan pada pertentangan kepentingan, konflik sosial, serta ketidaksetaraan dalam masyarakat. Dari keempat paradigma ini, masing-masing kemudian dikategorikan berdasarkan relevansinya pada tiga fungsi DKV.
A. Paradigma Fungsional Sebagai Fungsi Identitas, Informasi, dan Promosi
Paradigma fungsional jika dikaitkan dengan fungsi identitas dalam konteks TCKB dapat berfungsi sebagai penanda sementara bahwa kendaraan tersebut merupakan kendaraan baru yang ditandai dengan warna dasar putih dan tulisan merah. Aspek fungsional lain yang berkaitan dengan fungsi informasi dapat ditunjukkan dengan TCKB yang berperan sebagai pelindung dari hukum bagi pengguna kendaraan baru yang masih dalam proses pengurusan TNKB. Pengguna kendaraan baru mendapat STCK sebagai pengganti STNK. Hal itu untuk menunjang identitas sementara bahwa kendaraan tersebut masih baru dan belum memiliki kelengkapan surat.
Selain memiliki fungsi identitas dan informasi, TCKB juga secara tidak langsung memiliki fungsi promosi bagi pihak produsen kendaraan yang sedang mengeluarkan tipe atau seri terbaru. Ketika berada di jalan, kombinasi pelat warna putih dengan tulisan merah memunculkan kontras yang tinggi, hal ini membuat kombinasi warna tersebut berpotensi mencuri perhatian pengendara lain. Warna merah juga sering digunakan sebagai simbol peringatan karena kemampuannya untuk menarik perhatian dan mengomunikasikan urgensi (Patrycia, 2015). Akibatnya, perhatian masyarakat yang awalnya hanya terfokus pada pelat nomor sementara dapat teralihkan pada merek dan seri dari kendaraan baru yang sedang keluar. Dari sinilah muncul rasa penasaran dan ketertarikan untuk mencari tahu detail informasi tentang seri baru dari merek kendaraan tersebut.
Identitas visual TCKB yang jelas dan sejalan dengan fungsinya dapat membuat masyarakat mudah paham bahwa TCKB merupakan identitas kendaraan baru. Akan tetapi, karena paradigma fungsional lebih menekankan pada kesesuaian desain dengan tujuan sosial yang spesifik, maka dalam konteks Tanda Coba Kendaraan Bermotor desainnya cenderung terlihat kaku dan formal. Â Hal ini dapat membuat fungsi estetika desainnya terbatas dan menyebabkan elemen visualnya tidak terlalu menarik.
B. Paradigma Simbolik Sebagai Fungsi Identitas dan Informasi
Pelat berwarna putih dengan tulisan merah dapat menjadi tanda bahwa kendaraan dengan pelat tersebut adalah kendaraan baru, sehingga dapat menjadi tanda prestise atau sebuah kebanggaan bagi penggunanya. Bagi sebagian masyarakat, seseorang dengan kendaraan baru cenderung dikaitkan dengan status sosial yang lebih tinggi atau tanda keberhasilan finansial (Nugraha, 2023). Meskipun TCKB bersifat sementara, bagi sebagian orang hal ini bisa menjadi simbol status yang signifikan.
Aspek simbolik lain yang berkaitan dengan fungsi informasi yaitu sebagai media informasi dari pengguna pelat kendaraan kepada orang lain. Kode huruf awal pada TCKB dicantumkan sebagai informasi asal provinsi pelat kendaraan tersebut dikeluarkan. Berikutnya berupa empat digit angka acak yang dikeluarkan oleh pihak Polri sebagai informasi jumlah kendaraan baru yang beredar di daerah tersebut.
TCKB berupa penanda DKV dapat menjadi shorthand atau shortcut visual yang efektif untuk menyampaikan suatu pesan dalam rentang waktu yang singkat, namun sisi negatifnya adalah shortcut seperti ini rawan memunculkan stereotip. Ketika masyarakat melihat pengguna kendaraan yang menggunakan TCKB, pengguna kendaraan baru tersebut cenderung dinilai memiliki kondisi ekonomi yang baik. Hal yang sama terjadi dengan kode provinsi, misalnya pada pelat kendaraan dengan kode provinsi B (Jakarta). Mayoritas orang cenderung berpendapat bahwa pemilik kendaraan dari Jakarta adalah seseorang dengan kondisi finansial menengah ke atas. Meskipun demikian, kenyataannya bisa saja berbanding terbalik dengan yang dipikirkan orang tersebut. Fenomena tersebut berdampak negatif karena dapat mengurangi kemampuan berpikir kritis serta membatasi individu untuk menyadari dinamika kompleks yang dapat hadir dalam masyarakat.
C. Paradigma Konstruksi Sosial Sebagai Fungsi Identitas
TCKB dikeluarkan oleh Lembaga Kepolisian, pihak ini membuat seperangkat peraturan yang disepakati bersama dan diterima oleh masyarakat. TCKB dikenal sebagai tanda kepemilikan sementara dari kendaraan baru yang dikeluarkan oleh Polri. Hal tersebut juga menunjukkan bagaimana pemerintah atau Polri mampu berperan sebagai regulator dalam masyarakat.
Apabila dilihat dari perspektif Desain Komunikasi Visual, kesepakatan terkait TCKB juga menunjukkan bagaimana suatu desain yang dibuat memiliki peran dan fungsi identitas di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan pelat nomor berwarna putih dengan tulisan merah secara serempak disepakati sebagai tanda utama bahwa kendaraan dengan warna pelat tersebut merupakan kendaraan baru.
D. Paradigma Konflik Seputar TCKB
Aspek-aspek terkait TCKB tidak lepas dari konflik berupa pelanggaran terhadap aturan resmi tertulis TCKB, baik dari pihak berwenang seperti kepolisian maupun oleh masyarakatnya sendiri. Konflik tersebut disebabkan karena adanya misinformasi terkait tata aturan penggunaan TCKB. Misinformasi ini terjadi akibat tidak terealisasikannya aturan yang tertulis dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 dengan bagaimana praktik yang terjadi di lapangan. Dampak dari fenomena ini dapat dilihat secara nyata, yakni keberadaan kendaraan dengan TCKB yang telah melewati batas masa berlaku masih beroperasi di jalan raya. Kejadian ini tidak hanya menunjukkan pelanggaran terhadap regulasi, tetapi juga melemahkan otoritas hukum dalam penegakan aturan. Penegakan hukum yang tidak tegas terhadap pelanggar dapat mengakibatkan ketidakadilan bagi pengendara yang mematuhi aturan.
Selain itu, kurangnya sosialisasi tentang aturan TCKB juga menjadi salah satu faktor yang memperburuk situasi ini. Banyak pengendara yang tidak sepenuhnya memahami atau bahkan tidak menyadari adanya peraturan yang berlaku terkait penggunaan TCKB. Fenomena ini mencerminkan koordinasi yang lemah antara pihak pemerintah, lembaga terkait, dan penegak hukum dalam mengontrol serta menindaklanjuti pelanggaran TCKB. Inkonsistensi tersebut dapat menimbulkan resiko terjadinya penurunan kepercayaan publik terhadap hukum dan regulasi lalu lintas.
Di sisi lain, konflik yang terjadi seputar TCKB memiliki dampak positif. Dengan melihat realita yang terjadi di lapangan, kelemahan penegakan hukum dan kurangnya koordinasi antar lembaga dapat terungkap. Hal tersebut kemudian mampu mendorong adanya evaluasi perincian peraturan terkait TCKB. Jika evaluasi ini dilakukan, hal ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menaati aturan yang berlaku.
KESIMPULAN
Tanda Coba Kendaraan Bermotor (TCKB) memiliki peran penting dalam tata kelola registrasi kendaraan baru di Indonesia. Selain berfungsi sebagai bukti legitimasi sementara kendaraan bermotor, TCKB juga mempengaruhi dinamika sosial melalui perspektif sosiologi desain dan Desain Komunikasi Visual (DKV). Dalam konteks DKV, TCKB memiliki fungsi identitas, informasi, dan promosi, yang masing-masing berkontribusi pada cara masyarakat memahami dan berinteraksi dengan kendaraan baru di ruang publik.
Namun, dalam praktiknya, inkonsistensi penerapan peraturan TCKB serta kurangnya sosialisasi menimbulkan konflik dan kebingungan di masyarakat, termasuk pelanggaran terhadap masa berlaku TCKB. Meskipun demikian, realitas ini juga memberikan peluang untuk evaluasi lebih lanjut atas peraturan yang ada, mendorong kesadaran masyarakat tentang pentingnya ketaatan pada regulasi lalu lintas, serta memperkuat fungsi sosial dan legal dari TCKB sebagai bagian dari tata kelola kendaraan bermotor.
Jurnal ini memberikan wawasan mengenai peran TCKB dari perspektif sosiologi desain, memperlihatkan bagaimana DKV berinteraksi dengan aspek sosial, serta menawarkan bahan evaluasi bagi pihak terkait untuk memperbaiki penerapan dan sosialisasi peraturan TCKB ke depan.
SARAN