"Iya, Nia." Nico yang merupakan ketua kelasku itu menjawab dengan mantap. Bulir air mata  juga  terlihat keluar disekitar  matanya.
  "Ini pasti tipuan kan," kataku sambil menahan sedikit air mata.Â
  "Engga Nia, ini kenyataan. Nita terkena kanker otak, sudah sejak lama dia divonis dokter waktu hidupnya tidak akan lama.Tapi karena ada kau sebagai sahabatnya dia dapat melewati hari-harinya dan untuk yang semalam Nita memutuskan persahabatan denganmu agar kau tidak terikat janji yang pernah kalian buat" Nico menjelaskan segala hal yang tak kuketahui sebagai sahabat Nita.
 Air mata keluar dengan kencang dari mataku. Janji, itu yang kembali kuingat. Diperjanjian itu kami berjanji agar menyusul pergi dari dunia ini jika salah satu dari kami duluan pergi. Sebuah perjanjian yang sangat aneh menurut orang banyak.  Aku sangat membencimu Nita. Mengapa dengan sengaja kau memutuskan perjanjian itu. Tangisku semakin menjadi-jadi. Tak ada hal lain yang dapat kukatakan saat itu.
 Seberkas cahaya matahari mengantarkan kepergian Nita. Cahaya yang tak lagi panas. Cahaya yang menjadi dingin karena hembusan uap air mataku. Semoga dengan mendinginnya cahaya matahari kau dapat tenang dialam sana. Aku akan selalu merindukanmu