Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Dingin Diterpa Cahaya Matahari

7 Agustus 2017   20:24 Diperbarui: 7 Agustus 2017   20:37 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

  "Oke," jawabku sambil mengangguk. Kukeluarkan uang sepuluh ribu dari kantong tasku. Tak lupa kuambil juga tisu untuk berjaga-jaga kalau aku berkeringat deras ketika memakan bakwan yang ditambah saus merah pedas. Hmmm, sungguh nikmat membayangkannya.

  Nita mengandeng erat tanganku. Kami seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Kehangatan tangan Nita lagi-lagi membuatku berpikir betapa beruntungnya aku memilikinya sebagai sahabat. 

  "Kita kesana yuk," tunjuk Nita kearah kedai 'Agus', kedai langganan kami berdua. Selain makanannya yang sesuai dengan lidah kami, pelayannya juga sangat ramah. Sering kali kami berdua tertawa terbahak-bahak dibuat pelayannya tersebut. 

  "Nia, aku mau ngomong sesuatu nih," bisik Nita pelan lalu menundukkan kepalanya.

  "Apa Nita?" tanyaku setelah menghabiskan makanan yang ada dimulutku. 

  Nita masih saja menundukkan kepalanya. Kutunggu dirinya mengatakan sesuatu. Tapi masih saja dia diam. Kulihat kearah lehernya butiran-butiran keringat seperti meluncur halus meninggalkan asalnya. Tak ada senyuman manis yang terpancar, hanya kulit yang sangat putih meliputi wajahnya saat ini

  "Kamu kenapa Nita?" aku kembali bertanya kepadanya. Kugoyang-goyangkan kedua lenganya dengan maksud agar dia segera memberi tahu hal yang ingin dsampaikannya.

  "Aku ga bisa lagi menjadi temanmu Nita," katanya dengan senyuman pahitnya. 

  "Kenapa?" tanyaku dengan sedih. Aku berusaha melihat kearah wajah Nita. Berusaha untuk mengerti dari untaian kalimat yang baru saja dikeluarkan oleh dirinya. Mengapa, dia sejahat itu kepadaku? Apakah aku memang tidak pantas untuk dicintai? Ah, lagi-lagi semua pemikirian negatifku keluar. Aku hanya perlu mengerti maksud dari perkataan Nita tersebut.

  "Aku benci kamu Nia," Nita memiringkan bibirnya seperti seorang psikopat yang baru saja menghabisi mangsanya. Tapi, senyuman tersebut sangat lain. Nita mengeluarkan sedikit air mata. Ada apa dengan dirinya. Aku masih mencari-cari arti dari air mata itu.

  "Jangan ganggu aku lagi Nia. Senang menjadi sahabatmu," ucapnya lalu meninggalkanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun