Aku dan Federico yang melihat peluang emas itu langsung masuk ke dalam markas Vicenzo lewat jendela sebelah kanan. Federico memasang bom di segala tempat, dan aku menuju ruang perpustakaan untuk mengeksekusi Vicenzo.
Ternyata perjalanan menuju ruangan Vicenzo berada tidak semudah yang kubayangkan. Aku dicegat puluhan anak buahnya.
Dor! Dor! Dor! Jras!
Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari Federico. “Woi, Dante! Bom sudah terpasang semua. Waktunya tinggal sembilan menit dua puluh detik. Semoga saja kau mendengar teriakanku ini. Cepatlah, kawan, kau pasti bisa.”
Akhirnya aku sampai di depan ruangan perpustakaan tempat Vicenzo berada. Saat kubuka pintunya perlahan-lahan, ada pisau melesat tepat di depanku. Untung saja aku sempat menghindar meskipun tergores sedikit di pipiku.
“Hebat juga kau. Sepertinya kau ditugaskan untuk membunuhku. Coba kau lawan aku dengan tangan kosong, apakah kau bisa?” tanya Vicenzo dengan nada sombong.
“Cih, aku tidak punya waktu untuk bertarung tangan kosong dengan makhluk rendahan sepertimu. Tempat ini sebentar lagi meledak. Jadi kuhabisi kau dengan pistol ini. Goodbye, sialan.”
Dor! Dor!
“Ukh, curang kau. Kau tidak tahu di mana anak-anak itu kusembunyikan. Aku tidak akan memberi tahu tempatnya. Mereka adalah penghasil uangku tanpa digaji sepeser pun,” ucapnya dengan tetap sombong.
Aku yang geram mendengar ucapan Vicenzo barusan, langsung menarik rambutnya dan menghajar wajahnya hingga babak belur. Bak! Buk! Dak!
“Aku tidak butuh itu. Aku sudah tahu tempat anak-anak itu kau sembunyikan di gudang terbengkalai Kota Milan.”