***
Sesampainya di sana, suasana sangat sepi. Ini kesempatanku. Dengan hati-hati, aku mulai mendekati mereka yang sedang memantau rumah Federico dengan cara bersembunyi di balik pohon-pohon di belakang mereka. Sasaran utamaku adalah orang di sebelah kiri terlebih dahulu karena ia memegang belati di tangannya. Rencanaku sederhana: menyerang dengan menikam lehernya lalu merebut pisau kecilnya.
Orang di sebelah kanan pasti tersadar saat mendengar teriakan temannya yang terkena tusukan. Dengan kesempatan yang sudah aku ambil dengan merebut belati, aku langsung menyabet lehernya. Setelah keduanya tewas, aku segera mengikat tangan mereka dengan tali dan mengirim mereka ke markas Vicenzo melalui bantuan kedua sahabatku lainnya yang bekerja sebagai jasa angkut barang, Rafael dan Andres.
Tanpa berlama-lama....
Tap! Tap! Tap! Tap! Aku berada tepat di belakang orang di sebelah kiri, kemudian dengan cepat aku mengeluarkan pisau dan menusuk lehernya.
Jleb! "Arrgghh. To-tolong, tolong aku, Baltasar!" teriaknya meminta pertolongan rekan di sebelah kanannya.
Saat berteriak, ia secara tidak sengaja menjatuhkan belatinya. Tanpa ragu, aku segera meraih belati itu dan dengan cepat menyabet leher orang di sebelah kanan yang bernama Baltasar.
Srat! "Uakkh, sialan kau! Berani-beraninya kau menyerang kami berdua saat lengah," ucapnya sambil memegangi lehernya yang tersayat.
Ternyata, rencanaku tidak berjalan mulus. Kukira dengan menyabet lehernya ia akan langsung tewas. Tapi Baltasar, dia lumayan kuat juga.
Baltasar langsung melayangkan tinjunya ke arahku. Dengan cepat aku berusaha menahan serangannya menggunakan kedua tanganku. Tapi serangannya begitu kuat, membuat kedua tanganku terasa seperti mau patah, rasanya sangat sakit.
Buk! Buk! Buk! Serangan Baltasar tidak hanya satu-dua-tiga kali tapi bertubi-tubi. "Berapa lama kau akan bertahan, Bung? Menyerahlah saja kalau tidak tanganmu akan patah, loh. Dasar... uarrgghh."