Mohon tunggu...
Priyadi
Priyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Menyukai buku

Baru belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Obituari Abdul Hadi WM: Tentang Puisi, Tuhan, dan Petani

19 Januari 2024   11:26 Diperbarui: 19 Januari 2024   11:29 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unsplash.com/Sandy Zebua

Ketika melihat Bapakku tepekur di ruang tamu, saya tahu betul ada hal yang mengganjal dalam hatinya.

Ini karena dia tidak bisa pergi ke ladang sebab jalanan licin, cuaca mendung tidak bersahabat, dan tubuhnya yang belum selesai sepenuhnya dari sakit.

Meski berangkat ke ladang atau ke sawah tidak perlu absen sidik jari seperti pekerja kantoran, tapi sepertinya sesal yang ada dalam diri Bapakku lebih tebal dibanding sesal tidak berangkatnya pekerja kantoran.

Dan sebagai seorang petani desa, betapapun pertanian modern telah berkembang dan mampu menghitung perkiraan keuntungan-kerugian hasil panen, takdir utama mereka gantungkan pada rahmat Tuhan. Memetik ranumnya panenan untuk selanjutnya meraih rahmat Tuhan.

Apa pun kondisi panenan itu.

Petani adalah pekerjaan dalam ketidakpastian. Menanam adalah hal mudah, merawat adalah hal yang pelik, dan memaneh adalah hal yang melelahkan.

Semudah apa pun menanam, sepelik apa pun merawat dan selelah apa pun memanen, sebagian besar petani lawas seperti Bapakku, memiliki keyakinan bahwa tanaman punya keterhubungan dan kepekaan spiritualitas dengan Sang Pencipta.

Dengan tanaman yang tidak bisa "berkomunikasi", maka bentuk komunikasi petani mesti mendekat kepada yang "memiliki" tanaman itu: Tuhan.

Dan Abdul Hadi WM menjelaskan kepelikan yang dekat itu dengan puitis.

Selamat jalan Sang Penyair Sufistik. Di desaku, pagi ini mendung terus menggelayut, entah akan berlangsung sampai kapan. Aku mengingat bait bertama Bunga Gugur dari puisimu:

Gerimis pecah berderai

seperti airmataku

Bunga lepas dari tangkai

gugur dan layu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun