Mohon tunggu...
Priyadi
Priyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Menyukai buku

Baru belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Book

Manusia Nggak Enakan

19 Januari 2024   07:40 Diperbarui: 19 Januari 2024   07:44 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"...karena tidak memiliki kuasa untuk bertindak sesuai dengan kebenaran ini, barangkali aku sudah gagal menjalani hidup di tengah-tengah manusia" (Osamu Dazai)

Topik gangguan kesehatan mental yang mencuat di era kiwari, begitu populer di berbagai platform. Di media sosial, tak ketinggalan komedian Dodit Mulyanto dalam salah satu unggahannya juga menggunakan topik tersebut sebagai bahan.

Tak lupa, gangguan kesehatan mental ini juga diteguhkan dengan istilah-istilah asing yang khas dan kerap digunakan generasi era kiwari.

Generasi Z (Gen Z) dianggap sebagai kelompok yang rentan terkena gangguan kesehatan mental ini.

Tekanan yang menyebabkannya berasal dari berbagai arah, baik itu dari tekanan di pergaulan, pelajaran yang berat di sekolah/kuliah, kegiatan berlebihan sehari-hari, lingkungan yang beracun, atau karena dampak buruk teknologi informasi.

Salah satu topik yang kerap diperbincangkan adalah gangguan mental Nggak Enakan (people pleasure). Penyebabnya, mungkin ketakutan teralienasi dari komunitas, sehingga membuat mereka terjebak dalam empati yang berlebihan.

Empati yang berlebihan ini, membuat seseorang takut atau sulit bilang tidak, kerap pura-pura setuju dengan orang lain, merasa bertanggung jawab atas perasaan orang lain, dan efek lebih jauhnya adalah sulit melakukan sesuatu untuk diri sendiri.

Empati memiliki dampak positif yang besar seperti memiliki banyak teman, disukai banyak orang, dan mungkin menjadi lebih peka. Tapi empati yang berlebihan, juga memiliki sisi yang destruktif.

Bukan Lagi Manusia

Jauh sebelum topik kesehatan mental dibicarakan secara terbuka seperti yang sedang populer saat ini, Osamu Dazai meracik sebuah novel yang mengharukan dan mengejutkan: Ningen Shikkaku atau yang diterjemahkan dalam versi Indonesia Bukan Manusia Lagi.

Novel semi-auto biografi ini terbit pada 1948 dan disebut-sebut sebagai mahakarya Osamu Dazai.

Tokoh utama Oba Yozo dalam novel, bisa disebut sebagai manusia nggak enakan. Sepanjang cerita dari awal hingga akhir, Yozo bahkan hampir tidak memiliki kekuatan penolakan untuk bilang "tidak".

Buku ini mendedahkan gambaran rinci dari karakter utama yang memiliki depresi, kecemasan, ketakutan, alienasi dan empati berlebihan yang berujung destruktif.

Buku tidak memiliki atmosfer ceria, tapi suram.

Hal yang mengejutkan dari buku ini adalah, meski ditulis 75 tahun yang lalu, tapi gangguan mental tokoh utama dengan mudah mengingatkan pembaca pada masalah kiwari tentang depresi, alienasi dan kecemasan.

Lebih jauh, gangguan menjadi manusia nggak enakan yang dikisahkan Dazai, tidak berhenti pada masalah psikologis belaka tapi menjalar pada diskusi eksistensi manusia.

Pertempuran perasaan internal dalam menghadapi objektivitas masyarakat (eksternal), membuat diri merasa dihantam berulang-ulang sehingga menganggap diri tidak bisa memasuki tabir objektivitas tersebut.

Ini dapat berujung pada penilaian personal: menganggap diri bukan golongan masyarakat manusia. Bahkan akhirnya dia menganggap dirinya gagal untuk menjadi manusia.

Namun di sisi lain, ada semacam kritik tajam yang disampaikan.

Nilai-nilai objektif masyarakat sebenarnya dibentuk dari sekumpulan besar nilai-nilai subjektif. Tapi karena jumlahnya yang besar, nilai-nilai itu disepakati oleh mayoritas subjek sehingga dianggap objektif.

Nilai-nilai itu menjadi dominan bahkan otoriter, yang tak jarang memaksa orang lain yang memiliki cara pandang berbeda untuk mengikutinya.

Orang yang berbeda ini, kemudian dapat memiliki perasaan beragam dalam memproses situasi tersebut. Salah satunya adalah perasaan takut karena tidak bisa menggenapi ekspektasi nilai-nilai umum yang disepakati masyarakat.

Akhirnya, dia merasa teralienasi, tapi tak dapat berbuat apa-apa, tetap memaksakan diri terhubung dengan manusia lain dengan menjadi manusia nggak enakan.

"Di permukaan, aku berhasil mempertahankan senyum yang tak sekalipun meninggalkan bibirku: ini kelonggaran yang kutawarkan kepada orang lain, pencapaian paling mengandung nestapa yang kuterapkan dengan mengorbankan usaha keras dari dalam."

Banyak sekali orang yang merekomendasikan novel ini untuk dibaca. Memang, karena novel ini memiliki banyak hal yang berharga untuk direnungi.

Tapi, hati-hati! Rangkaian kalimat apik yang disampaikan Osamu Dazai, bisa menggeret orang yang sudah depresi, terjatuh lebih dalam lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun