Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Vaksin COVID-19 Lekas Usai: Sebuah Angan Semu Pemerintah?

18 September 2020   17:08 Diperbarui: 18 September 2020   17:40 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengembangan Vaksin, Mengapa Butuh Waktu yang Lama?

Di kala pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung selama hampir 6 bulan, tentu pembahasan mengenai vaksin sudah tidak asing di telinga. Namun, sebenarnya, apa itu vaksin? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), vaksin adalah bibit penyakit yang sudah dilemahkan.[1] 

Harapannya, setelah pemberian vaksin, sistem imun tubuh menjadi lebih siap dan efektif dalam melawan suatu penyakit. Meskipun proses pengembangan vaksin merupakan hal yang paling digencarkan oleh semua pihak untuk memberantas pandemi COVID-19, tidak dapat dipungkiri bahwa proses pengembangan vaksin umumnya akan membutuhkan waktu yang lama. 

Proses pengembangan vaksin terdiri dari beberapa tahap dan biasanya berlangsung selama 10--15 tahun. Tahap pertama dalam pembuatan vaksin adalah tahap exploratory yang biasanya berlangsung selama 2--4 tahun. Tahap ini berlangsung di laboratorium untuk mencari antigen yang paling efektif mencegah penyakit untuk menjadi kandidat vaksin. 

Selanjutnya, tahap kedua adalah tahap preklinis, yakni menguji kandidat vaksin kepada hewan yang biasanya berlangsung selama 1--2 tahun. Mayoritas kandidat vaksin sering mengalami kegagalan pada tahap ini.[2]

Jika kandidat vaksin sudah melewati tahap preklinis, pengembangan vaksin memasuki tahap berikutnya, tahap uji klinis atau clinical trials yang terbagi menjadi beberapa fase. 

Uji klinis fase 1 melibatkan puluhan relawan sehat untuk menguji keamanan dan imunogenisitas kandidat vaksin.[3] Selanjutnya, uji klinis fase 2 melibatkan ratusan relawan sehat dan sakit untuk dipastikan timbulnya respon imunitas setelah diberikan kandidat vaksin terkait.[4] Hal ini bertujuan untuk mencari metode dan dosis yang tepat.[3] 

Uji klinis fase 3 melibatkan ribuan relawan untuk mengecek efikasi dan efek sampingnya terhadap populasi yang lebih besar. Setelah melewati seluruh tahapan, vaksin harus diregistrasi ke BPOM dan menunggu persetujuan. 

Jika disetujui, vaksin sudah siap disebarkan kepada masyarakat.[3,4] Tahapan-tahapan inilah yang membuat proses pembuatan vaksin dapat berlangsung bertahun-tahun. Para peneliti harus memastikan bahwa vaksin yang diproduksi benar-benar aman dan efektif dalam mencegah penyakit terkait.

Vaksin COVID-19 yang Dikembangkan di Indonesia

Di Indonesia, terdapat beberapa kandidat vaksin COVID-19 yang sedang dalam proses pengembangan. Setidaknya, ada 4 kandidat vaksin COVID-19, yakni:

  1. Vaksin Merah Putih

Vaksin ini adalah vaksin buatan lokal yang dikembangkan oleh Lembaga Biomolekuler Eijkman, Kementerian Riset dan Teknologi RI, dan Badan Riset dan Inovasi Nasional.[5] Vaksin ini direncanakan akan memasuki tahap uji klinis pada Januari 2021.[6]

  1. Vaksin Sinovac

Vaksin Sinovac adalah vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac, Tiongkok yang bekerja sama dengan Bio Farma.[5] Rencananya, vaksin ini akan selesai menjalani tahap uji klinis fase 3 pada Januari 2021. Jika tidak ada masalah, Bio Farma akan mulai memproduksi vaksin ini pada Februari 2021 mendatang.[7]

  1. Vaksin Sinopharm

Vaksin Sinopharm merupakan vaksin yang dikembangkan oleh Kimia Farma yang bekerja sama dengan G42 (Uni Emirat Arab) dan China National Pharmaceutical Group.[5] Sekarang, vaksin ini masih berada pada tahap uji klinis fase 3 di Uni Emirat Arab yang melibatkan 22.000 peserta. Melalui kerja sama yang telah disepakati, UEA berkomitmen untuk memberi Indonesia 10 juta vaksin Sinopharm. Jika tidak ada masalah, vaksin sinopharm akan siap diedarkan pada akhir 2020.[8]

  1. Vaksin Genexine - GX19

Genexine - GX 19 adalah hasil kerjasama antara Kalbe Farma dengan Genexine Consortium dari Korea Selatan.[5] Rencananya, uji klinis fase terakhir ditargetkan selesai pada Maret 2021. Target produksi massal GX19 ialah pada Agustus 2021. Bila sudah melewati seluruh tahapan, Kalbe berjanji akan memproduksi 50 juta GX19 per tahun.[9]

Menilik Vaksin dari Kacamata Ekonomi

Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo berharap-harap cemas terhadap perkembangan vaksin COVID-19. Pasalnya, vaksin ini digadang-gadang dapat mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah akan menggelontorkan dana sebesar Rp37 triliun untuk kebutuhan produksi vaksin COVID-19. 

Chatib Basri, Ekonom Universitas Indonesia, turut mendukung hal itu. Beliau menjelaskan bahwa kehadiran vaksin akan mengubah kurva pemulihan ekonomi Indonesia dari yang berbentuk U (lambat) menjadi V (cepat). Selain itu, berbagai perusahaan farmasi juga ikut berlomba-lomba mengembangkan vaksin COVID-19 yang dinilai mujarab untuk mendorong kembali ekonomi global. [10,11,12]

Secara umum, vaksinasi dianggap sebagai intervensi kebijakan kesehatan yang paling hemat biaya. Menjadi "paling hemat biaya" kadang-kadang didefinisikan sebagai "membeli" setahun penuh hidup sehat dengan harga yang kurang dari pendapatan kotor per kapita produk domestik negara. 

Dalam kebanyakan kasus, vaksinasi dapat menghemat lebih dari US $40 biaya hidup individu per tahun. Selain dapat menghemat biaya pengeluaran, seseorang yang sudah divaksin dapat berkontribusi penuh dalam produktivitas dan pembangunan ekonomi dengan menghindari cuti sakit dan menurunkan produktivitas.[13,14]

Melihat dari sudut pandang lain, vaksin mungkin bukan strategi jangka panjang yang paling bijak. Kesehatan yang baik mendorong pendapatan yang lebih tinggi melalui sejumlah mekanisme: pendidikan, produktivitas tenaga kerja, kontribusi pajak, investasi, dan tabungan. Perlu diketahui juga bahwa produksi vaksin baru membutuhkan biaya yang tinggi serta biaya investasi penelitian dan pengembangan. Biaya tetap ikut bermain peran penting dalam proses pembuatan vaksin karena mendirikan fasilitas produksi akan menambah biaya dimuka. 

Secara holistik, produksi vaksin itu mahal dan perusahaan berisiko tinggi dalam berinvestasi kepadanya. Kendati pertumbuhan saham vaksin sedang mengalami kenaikan pesat, produk vaksin hanya mencakup dua persen dari pasar farmasi global. Hal itu mengakibatkan relatif sedikit pemasok yang merasa tertarik untuk berinvestasi kepadanya. 

Selain itu, vaksin acap kali menjadi produk dengan margin rendah, rantai pasokan kompleks, umur penyimpanan pendek, dan terbatas. Apabila hal-hal ini dikombinasikan dengan masalah ketidakpastian permintaan saat produk tersedia, investasi vaksin akan semakin buruk, terutama di negara berkembang.[14,15]

Sejumlah kalangan pun meragukan pemulihan ekonomi akan berjalan cepat setelah vaksin virus COVID-19 ditemukan dan diproduksi massal karena hal ini memang cukup menimbulkan enigma di tengah masyarakat. Ada beberapa alasan mengapa pemulihan masih berjalan lambat setelah vaksin tersebut diproduksi. Alasan pertama adalah vaksin tidak 100% efektif dalam menyembuhkan dan ada sejumlah dosis terbatas. Hal ini berarti setiap orang yang divaksinasi mungkin masih berisiko terkena infeksi sehingga akan menghalangi mereka untuk bekerja dan mengeluarkan uang. [16]

Di sisi lain, distribusi vaksin juga bisa menjadi masalah, baik antar negara maupun di dalamnya. Neil Shearing, Kepala Ekonom di Capital Economics, belum lama ini menulis dalam catatan penelitiannya mengenai adanya berbagai hasil potensial untuk ekonomi setelah vaksin disertifikasi. Menurut beliau, asumsi bahwa vaksin akan mengubah prospek ekonomi pada tahun depan dapat tergolong sebagai kesesatan pikir. "Di satu ujung spektrum, terletak vaksin yang sangat efektif yang diproduksi dan didistribusikan dengan cepat. 

Di sisi lain, terdapat vaksin yang kurang efektif yang menghadapi tantangan produksi dan distribusi yang signifikan serta akan relatif kekurangan pasokan pada tahun 2021." ujar beliau. Beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam kebanyakan skenario, kemungkinan langkah-langkah penahanan, termasuk jarak sosial dan pembatasan terhadap beberapa perjalanan ke luar negeri, akan tetap berlaku untuk masa mendatang. [16]

Pasokan vaksin dapat menjadi hambatan lainnya. Menurut Shearing, pihak pengembang vaksin menyarankan 1 miliar dosis harus tersedia tahun ini, dengan 7 miliar lain telah siap untuk didistribusikan pada 2021. Jarum dan alat suntik khusus akan diperlukan untuk memberikan vaksin, tetapi negara-negara termasuk Amerika Serikat tidak memiliki cukup persediaan. Ada juga negara yang kekurangan botol kaca untuk wadah vaksin. [16]

Banyak orang enggan untuk menggunakan vaksin menjadi hambatan selanjutnya. Menurut survei yang dilakukan oleh Deutsche Bank, hanya 61% orang di Prancis yang mengatakan bahwa mereka berencana untuk mengambil vaksin jika disertifikasi dalam enam bulan ke depan, sementara hal yang sama berlaku untuk 70%--75% orang Jerman, Italia, Spanyol, Inggris, dan Amerika. Di Eropa, hanya setengah dari populasi yang setuju bahwa vaksin itu aman. [16]

Terkait pangsa pasar saham, saham bioteknologi dan farmasi seperti Moderna telah melonjak tahun ini karena berjanji mengembangkan vaksin potensial dan disambut dengan  antusias oleh investor ritel. Pedagang yang telah mengambil saham di platform ini, seperti Robinhood dapat marah secara meledak-ledak apabila uji coba tidak segera berjalan dengan baik atau hambatan distribusi muncul dan berpindah haluan ke saham lainnya. [16]

Sisi Gelap dari Ekonomi Vaksin

Sementara penelitian dan pengembangan vaksin dilakukan oleh banyak perusahaan farmasi, pembuatan vaksin skala besar dilakukan oleh oligopoli produsen besar. Salah satu artikel New York Times bulan Maret 2020 mendeskripsikan efek politik dari struktur pasar ini, yakni pemerintah tahu bahwa vaksin apapun yang dikembangkan di laboratorium pada akhirnya akan diproduksi oleh perusahaan farmasi besar. 

Pada titik kritis Pandemi COVID-19 ini, tidak ada pakar kesehatan yang mau secara terbuka mengkritik perusahaan obat. Akan tetapi, secara pribadi mereka mengeluh bahwa farmasi adalah penghambat utama dalam mengembangkan vaksin yang menyelamatkan nyawa. [17,18]

Kekuatan oligopoli ini memungkinkan produsen vaksin untuk terlibat dalam diskriminasi harga, seperti harga vaksin yang kerap kali dinaikan menjadi dua kali lipat lebih tinggi daripada biaya produksi yang dinyatakan produsen. 

Tak jarang, perjanjian penjualan mengharuskan pembeli merahasiakan harga dan menyetujui untuk melakukan pembatasan nonkompetitif lainnya. Kerahasiaan harga vaksin sangat merugikan pembeli vaksin dalam negosiasi harga. Hal itu membuat analisis harga pasar menjadi sulit dan menghalangi upaya untuk meningkatkan keterjangkauan harga. [20]

Kesimpulan

Proses pengembangan vaksin adalah proses yang kompleks dan membutuhkan waktu yang lama. Namun, hal ini bukanlah tanpa alasan. Peneliti harus memastikan bahwa vaksin yang diproduksi aman, efektif, dan terjangkau. 

Oleh karena itu, sembari menunggu vaksin yang pasti memakan waktu yang lama, kita tidak boleh lengah dalam menekan angka positif COVID-19 dengan mematuhi protokol kesehatan yang berlaku dan PSBB. Lagi pula, tanpa adanya pengetatan PSBB, ekonomi pun tak kunjung membaik. 

Bicara soal ekonomi vaksin dapat dikatakan sebagai intervensi kesehatan paling hemat dan dapat memulihkan keadaan ekonomi Indonesia. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa vaksin bukanlah strategi jangka panjang yang tepat untuk ekonomi. Mulai dari investasi vaksin yang berisiko tinggi hingga masalah pemasaran dan pendistribusian vaksin menjadi alasan mengapa vaksin diragukan dalam memulihkan ekonomi. 

OLEH: John Christian dan Ghina Rania

Referensi

  1. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Sosial [Internet]. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa; date unknown [cited 2020 Mar 8]. Available from: kbbi.web.id/vaksin.

  2. The College of Physicians of Philadelphia. Vaccine Development, Testing, and Regulation [Internet]. Philadelphia: The College of Physicians of Philadelphia; 2018 Jan 17 [cited 2020 Sep 16]. Available from: historyofvaccines.org.

  3. World Health Organization. Keamanan Vaksin Pra Lisensi (Sebelum Lisensi) [Internet]. Jakarta: World Health Organization; 2020 [cited 2020 Sep 16]. Available from: in.vaccine-safety-training.org

  4. Putri GS. Butuh Waktu Lama, Bagaimana Cara Ilmuwan Menemukan Vaksin Corona? [Internet]. Jakarta: KOMPAS.com; 2020 May 17 [cited 2020 Sep 16]. Available from: kompas.com

  5. Triyasni. INFOGRAFIS: 5 Kandidat Vaksin Covid-19 untuk Indonesia [Internet]. Jakarta: Liputan6.com; 2020 Sep 5 [cited 2020 Sep 16]. Available from: liputan6.com

  6. Hakim RN. Menristek Sebut Uji Klinis Vaksin Merah Putih Dimulai Januari 2021 [Internet]. Jakarta: KOMPAS.com; 2020 Sep 9 [cited 2020 Sep 16]. Available from: kompas.com 

  7. Azizah KN. BPOM Perkirakan Vaksin Corona Sinovac Siap Edar Februari 2021 [Internet]. Jakarta: detikHealth; 2020 Aug 6 [cited 2020 Sep 16]. Available from: detik.com

  8. CNN Indonesia. Vaksin Corona dari China-UEA Diklaim Dapat Sertifikasi Halal [Internet]. Jakarta: CNN Indonesia; 2020 Sep 2 [cited 2020 Sep 16]. Available from: cnnindonesia.com

  9. CNN Indonesia. Fakta Vaksin GX19 yang Dibuat Kalbe RI dan Korea Selatan [Internet]. Jakarta: CNN Indonesia; 2020 Jul 29 [cited 2020 Sep 16]. Available from: cnnindonesia.com

  10. Fajar T. Jokowi Ungkap Penemuan Vaksin Covid-19 Sangat Penting Tangani Krisis Ekonomi. Available from: okezone.com

  11. Mediana G. Pemerintah Indonesia siapkan Rp 37 triliun untuk pembelian vaksin Covid-19 di 2021 [Internet]. kontan.co.id. 2020 [cited 13 September 2020].

  12. Alaydrus H. Chatib Basri: Kurva Pemulihan Ekonomi Indonesia Berbentuk U Selama Tak Ada Vaksin | Ekonomi - Bisnis.com [Internet]. Bisnis.com. 2020 [cited 13 September 2020].

  13. Mark J. The economic value of vaccination: Why prevention is wealth. J Mark Access Health Policy [Internet]. 2015;3.

  14. The economics of vaccination [Internet]. Googleusercontent.com. [cited 2020 Sep 13].

  15. Najera F. The economics of immunizations | history of vaccines [Internet]. Historyofvaccines.org. [cited 2020 Sep 13]. 

  16. CNN Indonesia. Vaksin Corona Dinilai Tak Ampuh Pulihkan Ekonomi Global [Internet]. Cnnindonesia.com. 2020 [cited 2020 Sep 13]

  17. Posner G. Big pharma may pose an obstacle to vaccine development. The New York times [Internet]. 2020 Mar 2 [cited 2020 Sep 13]

  18. Kate P FDA commissioner decries drug industry oligopoly [Internet]. Supplychaindive.com. 2018 [cited 2020 Sep 13].

  19. Coy P. The road to a Coronavirus vaccine runs through Oslo. Bloomberg News [Internet]. 2020 Feb 13 [cited 2020 Sep 13]

  20. Elder DG. The Right Shot: Bringing down barriers to affordable and adapted vaccines - 2nd Ed., 2015 [Internet]. Msfaccess.org. [cited 2020 Sep 13]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun