Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Problematik Kronik Tahunan Bertajuk PPDB

10 Juli 2020   19:27 Diperbarui: 10 Juli 2020   19:29 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dapat dikatakan sebagai ajang yang cukup krusial setiap tahunnya. Berbagai rentetan proses PPDB, mulai dari pendaftaran, seleksi hingga pengumuman hasil seleksi harus dijalani oleh peserta didik baru untuk diterima di sekolah tujuannya. 

Dengan begitu, tidak heran jika setiap tahun PPDB menjadi sorotan banyak pihak karena ajang tahunan ini menentukan nasib seseorang berkenaan dengan pendidikan yang akan ditempuhnya selama beberapa tahun mendatang. 

Alhasil, setiap tahun, orang tua dan Calon Peserta Didik Baru (CPDB) memiliki animo tinggi yang berdebar-debar dalam menjalani rangkaian proses tersebut.(1)

PPDB sebenarnya telah dibentuk oleh pemerintah sejak lama dengan signifikansi untuk mengatur input pendidikan. Dalam hal ini, peserta didik berpengaruh langsung terhadap mutu pendidikan. 

Selain itu, kesadaran bahwa jumlah peserta didik dari berbagai jenjang pendidikan setiap tahun selalu meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk di setiap provinsi, tetapi daya tampung sekolah negeri sangat terbatas juga menjadi alasan dibentuknya PPDB. Lantas, apakah alasan-alasan tersebut masih relevan dengan situasi PPDB saat ini?(1)

Carut-Marut Sistem Zonasi

PPDB zonasi telah berlangsung sejak 2017 dan diatur dalam lima peraturan yang berbeda, diantaranya adalah Permendikbud No. 17 Tahun 2017, Permendikbud No. 14 Tahun 2018, Permendikbud No. 51 Tahun 2018, Permendikbud No. 20 Tahun 2019, dan Permendikbud No. 44 Tahun 2019. 

PPDB zonasi memiliki tujuan akhir untuk meningkatkan akses layanan pendidikan. Dalam pelaksanaannya, diharapkan semua pihak dapat berlaku secara objektif, akuntabel, transparan, nondiskriminatif, dan adil.(2,3)

Dalam konteks pemenuhan janji pendidikan, PPDB zonasi dinilai sebagai kebijakan yang disematkan untuk mengurangi jarak yang terbentang antara tempat tinggal peserta didik dan sekolah, mengoptimalkan tripusat pendidikan dalam penguatan karakter bangsa, menghilangkan praktik jual beli kursi dan pungli, memudahkan upaya peningkatan kapasitas guru, serta memberi ruang yang setara bagi setiap anak bangsa untuk mendapat akses pendidikan yang berkualitas. 

Untuk mencapai hal tersebut, PPDB 2020 dibagi menjadi empat jalur pendaftaran, yaitu zonasi yang ditetapkan berdasarkan domisili peserta didik dan sekolah, afirmasi yang diperuntukkan bagi siswa dari keluarga ekonomi tidak mampu, perpindahan yang dikhususkan bagi calon peserta didik baru dengan orang tua atau wali mengalami perpindahan tugas, serta prestasi yang ditujukan bagi siswa dengan nilai ujian sekolah yang sesuai dan hasil perlombaan atau penghargaan di bidang akademik atau nonakademik.(2)

Kebijakan PPDB sebagai episode pertama program merdeka belajar yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan, kemudian dibuat lebih fleksibel dalam konteks proporsi kuota jalur PPDB karena berupaya mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas pendidikan di berbagai daerah. 

Apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, terdapat beberapa perubahan proporsi kuota jalur PPDB tahun 2020. Jika pada aturan-aturan sebelumnya jalur zonasi mengambil porsi lebih dari 80%, pada tahun 2020, jalur zonasi mendapatkan porsi minimal sebesar 50%, jalur afirmasi mendapatkan porsi minimal sebesar 15%, jalur perpindahan maksimal menerima porsi sebesar 5%, dan jalur prestasi menerima porsi berkisar dari 0% --- 30% CPDB dengan penyesuaian kondisi masing-masing daerah.

Perubahan tersebut ditetapkan untuk mengakomodasi ketimpangan yang terus menganga di berbagai wilayah. Setiap daerah juga berwenang untuk menentukan komposisi final dan menetapkan wilayah zonasi.(2,4)

Sebelum PPDB zonasi dilaksanakan, penerimaan peserta didik baru lebih dominan didasarkan kepada prestasi akademik, seperti nilai ujian nasional. Seleksi ketat secara akademik membuat CPDB berlomba-lomba untuk mengejar sekolah negeri favorit karena sekolah tersebut memiliki guru yang berkualitas, proses pembelajaran yang baik, fasilitas yang lengkap, dan alumni yang mumpuni. 

Maka itu, sekolah-sekolah tersebut terpilih karena memiliki mutu pendidikan yang lebih atau bahkan jauh lebih unggul dibandingkan sekolah-sekolah lain.(5)

Masyarakat kerap kali mendiskriminasi sekolah-sekolah menjadi sekolah favorit dan nonfavorit. Pada beberapa kesempatan, pemerintah juga seolah-olah memberi label sekolah-sekolah tersebut dengan menerapkan beberapa kebijakan bias kelas, seperti Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang pernah menjadi sebuah metode pembelajaran di masa lalu dan sejak 2013 telah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi. 

Kondisi-kondisi seperti ini tentu menguntungkan bagi kelas sosial ekonomi menengah atas yang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk mengikuti bimbingan belajar, kursus ataupun les sehingga memiliki amunisi yang cukup dalam menghadapi seleksi PPDB.

Oleh karena itu, tidak heran apabila sekolah-sekolah negeri favorit di berbagai jenjang dipenuhi oleh anak-anak dari keluarga sosial menengah keatas.(5,6)

Selain itu, sekolah-sekolah negeri favorit pada umumnya terkonsentrasi di wilayah perkotaan sehingga menimbulkan kecenderungan jarak peserta didik menuju sekolah semakin jauh. Pada kondisi ini, keluarga kelas menengah atas kembali mendapatkan keuntungan sebab mereka memiliki kendaraan yang memadai untuk mengantar anaknya ke sekolah. 

Oleh karena itu, saat pemerintah mencanangkan kebijakan PPDB zonasi, polemik pun tidak terhindarkan. Para CPDB yang memiliki prestasi, tetapi tinggal berjauhan dengan sekolah negeri favorit kemudian harus menelan pil pahit dan berlapang dada untuk akhirnya melanjutkan studinya di sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya atau memilih sekolah swasta. 

Untuk diterima di sekolah-sekolah negeri favorit, mereka harus berjibaku dengan ketat karena alokasi kuota prestasi pada PPDB 2017 hanya 5%.Tidak ayal, situasi ini kerap kali menyebabkan orang tua calon peserta didik khawatir. 

Berbagai protes pun bermunculan. Bahkan pada awal-awal proses PPDB, terdapat berbagai temuan terkait tindakan tidak terpuji yang dilakukan semata-mata untuk membuat anak-anak mereka diterima di sekolah favorit mulai dari membuat memanipulasi surat keterangan tidak mampu, kartu keluarga, hingga memalsukan dokumen lainnya.(2,7,8)

Usia di Atas Prestasi?

Pada PPDB 2020, timbul permasalahan lain, yakni perdebatan usia. Kontroversi soal usia tidak terjadi di DKI Jakarta saja, tetapi memang kontroversi tersebut paling nyaring berada di Jakarta. 

Secara khusus, perihal batasan usia CPDB sebenarnya sudah diatur sejak 2017. Permendikbud 44 tahun 2019 mengatur tentang usia di setiap jenjang pendidikan secara jelas. 

Peraturan tersebut menyebutkan rentang usia dari calon peserta didik yang dapat diterima. Namun, hanya jenjang sekolah dasar saja yang menyebutkan usia minimal calon peserta didik.(9)

Merujuk kepada Permendikbud 44 tahun 2019, untuk tingkatan SD, urutan prioritas penerimaan adalah usia dan jarak rumah dengan sekolah. Jika ada kesamaan usia CPDB antara dua peserta, yang dipilih adalah yang paling dekat dengan sekolah. 

Sementara itu, untuk jenjang SMP dan SMA, urutan prioritas adalah jarak tempat tinggal dengan sekolah dan usia. Jika jarak tempat tinggal CPDB dengan sekolah antara dua peserta sama, seleksi untuk pemenuhan kuota akan menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.(9)

Untuk kasus di DKI Jakarta, banyak CPDB berniat untuk membatalkan PPDB 2020 dengan berbagai tindakan, mulai dari melayangkan protes bertubi-tubi, melakukan aksi demo, melaporkan kasus ini ke Ombudsman, hingga meminta bantuan Komisi X DPR untuk mendesak Mendikbud lantaran jalur zonasi dianggap memprioritaskan siswa berusia tua. 

Mereka menganggap proses PPDB ini menyalahi Permendikbud 44 Tahun 2019 tentang Jalur Zonasi yang seharusnya mengutamakan jarak. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Nahdiana menjelaskan bahwa kriteria pertama seleksi dalam jalur zonasi adalah tempat tinggal atau domisili calon peserta didik harus berada dalam zona yang telah ditetapkan pada Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 506 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021. 

Apabila jumlah pendaftar PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung, dilakukan seleksi berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.(8,10,11)

Alasan diterapkannya sistem tersebut adalah realita di lapangan bahwa masyarakat miskin tersingkir dari jalur zonasi lantaran tidak memiliki kapabilitas untuk bersaing secara nilai akademik dengan masyarakat yang mampu. 

Di atas kertas, sistem sekolah dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tahap perkembangan anak sehingga dianjurkan supaya peserta didik yang tidak terlalu muda diprioritaskan untuk melanjutkan studinya ke jenjang selanjutnya. 

Selain itu, Nahdiana menambahkan bahwa jarak yang dihitung menggunakan meteran dari tempat tinggal hingga sekolah bersifat tidak netral dan mudah diintervensi. Ia juga mengatakan bahwa keluarga yang mampu secara finansial dapat dengan mudah menyewa atau membeli properti di lingkungan sekitar sekolah yang dituju.(11)

Indra Charismiadji, pengamat pendidikan dari Center of Education Regulations and Development Analysis, memiliki pendapat yang berbeda dengan kebanyakan CPDB. Ia menolak pembatalan PPDB Jakarta. Indra menilai hal ini justru bakal memunculkan persoalan baru. 

Salah satunya adalah mengambil hak pendidikan anak yang berusia tua dan sudah lolos PPDB DKI. Ia mengatakan bahwa anak-anak usia tua yang baru akan memasuki SMP atau SMA merupakan imbas dari angka partisipasi murni (APM) atau persentase jumlah anak yang sekolah masih rendah. 

APM yang rendah dipengaruhi angka putus sekolah di Indonesia yang masih tinggi. Selain itu, ia menjelaskan kebanyakan anak yang putus sekolah berasal dari kalangan menengah ke bawah. 

Nilai sekolah anak-anak tersebut rendah karena minimnya fasilitas yang mereka miliki. Dengan nilai rendah, mereka kesulitan mendapat akses ke sekolah negeri. Pasalnya, sistem PPDB tersebut mengacu pada nilai akademik sehingga anak-anak tersebut akhirnya harus berat hati untuk putus sekolah karena kurang mampu membayar sekolah swasta.(11)

Salah satu pemicu polemik yang selalu muncul adalah komunikasi publik yang kurang efisien dan sukar dimengerti dari pemerintah. Misalnya dalam hal prioritas usia, landasan dari pemilihan usia tertua ke usia termuda dalam seleksi tidak tersampaikan dengan jelas kepada masyarakat. 

Petunjuk teknis dan cara komunikasi ke publik secara baik menjadi tuntutan masyarakat sehingga dapat meminimalisir miskonsepsi dan tafsiran-tafsiran yang berbeda dalam proses PPDB. 

Jika hal tersebut tidak dilaksanakan, kehebohan dari berbagai pihak senantiasa terjadi. Perdebatan tahunan ini seakan-akan menghambat tercapainya tujuan mulia PPDB zonasi yang sejatinya adalah membuka ruang kesetaraan. 

Tujuan yang paling fundamental untuk memperbaiki kualitas pendidikan secara merata menjadi tidak tercapai karena perbedaan kualitas pendidikan di negeri ini masih terbuka lebar. 

Ketidakmerataan mutu pendidikan inilah yang menjadi penyebab utama sekolah-sekolah negeri favorit masih diburu bak mangsa dan PPDB zonasi terus menjadi kontroversi.(2)

Berkaca pada Sistem PPDB Negara Lain

Amerika

Dengan populasi sekitar 8,4 juta pada tahun 2018 dan tetap mengalami pertumbuhan jumlah penduduk, New York dapat dinobatkan sebagai salah satu kota terpadat di dunia. Oleh karena itu, jumlah akses pendidikan di pusat perekonomian negara Paman Sam ini disesuaikan dengan kebutuhan populasi kota. 

Pada tahun 2016, tercatat terdapat setidaknya 32 distrik sekolah yang terbagi menjadi 750 zona dengan 1.500 sekolah. Jika tujuan PPDB sistem zonasi di Indonesia untuk menghilangkan cap 'sekolah favorit', tampaknya hal itu tidak berlaku dengan sistem zonasi di New York.(13)

Kepindahan keluarga beberapa tahun sebelum anaknya mendaftar sekolah menjadi hal lazim ditemukan. Pada umumnya, mereka berpindah ke tempat yang dekat dengan sekolah favorit. 

Pelabelan sekolah favorit ini dipengaruhi oleh jumlah peminat yang mendaftar pada sekolah itu. Jumlah peminat tersebut ditentukan oleh rating dari sekolah bersangkutan.(13)

Akibat persepsi 'sekolah favorit' tersebut, indeks harga jual dan sewa properti di area sekitar sekolah berpotensi melonjak. Oleh karena itu, sudah sering ditemukan orang tua menyiasati peraturan yang berlaku dengan menitipkan buah hatinya kepada sanak saudara atau teman yang berkediaman di lingkungan tersebut. 

Namun, satu pelajaran yang dapat Indonesia petik dari sistem zonasi di New York adalah aksesibilitas informasi mengenai pembagian zonasi yang terjamin dan panduan teknis yang jelas sehingga tidak menimbulkan simpang siur lokasi zona dan prosedur PPDB.(13)

Tawaran Solusi dari Berbagai Pihak

Kemendikbud membuka peluang menambah jumlah siswa dalam rombongan belajar dari 28 siswa untuk SMP dan 36 siswa untuk SMA menjadi 40 siswa bagi kedua jenjang pendidikan sebagai salah satu solusi polemik PPDB DKI. Hal itu diungkapkan Sekretaris Direktorat Jenderal PAUD, Sutanto dalam audiensi dengan perwakilan dari Forum Relawan PPDB DKI 2020. 

Solusi tersebut direalisasikan melalui PPDB jalur zonasi untuk bina RW sekolah yang dilakukan dari tanggal 4 hingga 6 Juli 2020. Jalur baru PPDB ini hampir sama dengan sistem zonasi sebelumnya yang ditetapkan berdasarkan kelurahan calon siswa dengan sekolah. 

Namun, pada jalur zonasi bina RW sekolah, cakupannya diperkecil, yakni hanya untuk siswa yang tempat tinggalnya masih satu RW dengan sekolah. Meskipun jalur zonasi sudah diatur berdasarkan wilayah RW, seleksi calon siswa berdasarkan usia akan tetap digunakan jika melebihi kuota yang tersedia.(14,15)

Penyelesaian kedua adalah penambahan kelas pada setiap sekolah negeri. Meski begitu, solusi ini masih dikaji lebih lanjut dengan memperhitungkan jumlah siswa dan kapasitas setiap sekolah. 

Pemberian Kartu Jakarta Pintar (KJP) kepada siswa yang tidak lolos PPDB dan rekomendasi untuk bersekolah di sekolah swasta juga dapat menjadi alternatif. Hal ini bertujuan agar biaya sekolah siswa yang bersangkutan dibayarkan oleh pemerintah sehingga dapat melanjutkan studinya di sekolah swasta. 

Alternatif ini terbilang tepat untuk beberapa kasus, seperti salah satu peristiwa tragis yang menimpa seorang pelajar peraih ratusan penghargaan. Ia tidak dapat melanjutkan studinya karena tidak terakomodasi oleh sistem PPDB 2020 dan terbentur kendala biaya untuk bersekolah di sekolah swasta.(16)

Muhammad Ramli Rahim selaku Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) menilai permasalahan PPDB tidak terlepas dari kurang mampunya pemerintah dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai serta berkualitas. Ia memberi masukan agar virtual school dapat dijadikan salah satu jalan lepas terhadap persoalan tersebut. 

Selain itu, ia juga menyarankan agar pemerintah menjadikan pandemi ini sebagai batu loncatan menuju era baru pendidikan dengan memberikan kesempatan kepada sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk virtual sehingga di masa depan, akan banyak ditemui virtual school dimana fasilitas ruangan dan kapasitas tidak akan menjadi kendala dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar. Tentu penyelenggaraan virtual school ini harus diiringi regulasi yang tepat dan tegas.(17)

PPDB dibentuk atas keperluan pemerintah dalam mengatur input pendidikan setiap sekolah berupa peserta didik, meningkatkan, serta menyamaratakan akses layanan pendidikan. Namun, pada hakikatnya, pelaksanaan PPDB masih menimbulkan berbagai persoalan.

Salah satu pemicu polemik yang patut digarisbawahi adalah komunikasi publik yang kurang efisien dan sulit dimengerti dari pemerintah. Petunjuk teknis dan cara komunikasi ke publik secara baik tentu menjadi satu-satunya jalan keluar akan permasalahan tersebut. 

Pada PPDB 2020, persoalan baru terkait perdebatan usia menyembul. Berbagai pihak memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut mulai dari penambahan jumlah siswa dalam rombongan belajar, penambahan kelas, pemberian bantuan berupa KJP, hingga pelaksanaan virtual school. Semua jalan keluar tersebut dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dengan melihat kapasitas dan kapabilitas setiap sekolah dan tenaga kependidikan.

OLEH: John Christian

Referensi:

1. Harususilo W. Tahapan PPDB 2020, ini penjelasan lengkapnya[Internet]. KOMPAS.com. 2020 [cited 4 July 2020].

2. Afriansyah A. PPDB dan Problem Akut Tahunan [Internet]. detiknews. 2020 [cited 4 July 2020].

3. Aturan Baru Sistem Zonasi PPDB 2019 | Indonesia.go.id [Internet]. Indonesia.go.id. 2020 [cited 4 July 2020]. 

4. Adit A. Info Lengkap 4 Jalur PPDB 2020, Kuota dan Syarat Tiap Jalur[Internet]. KOMPAS.com. 2020 [cited 4 July 2020].

5. Saputra I. Polemik Syarat Usia dalam PPDB 2020 [Internet]. KOMPASIANA. 2020 [cited 4 July 2020]. 

6. Idris I. Sistem Zonasi, Pemerataan atau Diskriminasi? [Internet]. KOMPASIANA. 2020 [cited 4 July 2020].

7. Prodjo W. Polemik PPDB DKI 2020 Jalur Zonasi, Siswa Menangis Berhari-hari hingga Banyak Diam Halaman all --- Kompas.com [Internet]. KOMPAS.com. 2020 [cited 4 July 2020].

8. Sutrisna T. Sistem PPDB DKI Dikecam, Orangtua Murid Minta Pembatalan dan Adukan Kadisdik ke Ombudsman Halaman all --- Kompas.com [Internet]. KOMPAS.com. 2020 [cited 4 July 2020]. 

9. Nababan H. Masalah Zonasi Berbasis Kelurahan dan Usia Belum Terpecahkan dalam PPDB DKI --- Bebas Akses [Internet]. Bebas Akses. 2020 [cited 4 July 2020]. 

10. Ratusan Orang Tua Demo di Kantor Nadiem, Minta PPDB DKI Batal [Internet]. nasional. 2020 [cited 4 July 2020].

11. Umasugi R. Saat Pemprov DKI Cari Takaran Netral dan Tak Bias Kelas di PPDB Jalur Zonasi Halaman all. --- Kompas.com [Internet]. KOMPAS.com. 2020 [cited 4 July 2020].

12. Putra I. Pengamat Soroti Kesenjangan Kualitas Sekolah Negeri dan Swasta [Internet]. medcom.id. 2020 [cited 4 July 2020].

13. Puspitasari A. PPDB Sistem Zonasi Sekolah di Indonesia, Amerika Serikat, dan Australia Sama Nggak Ya? [Internet]. Blog.ruangguru.com. 2020 [cited 4 July 2020].

14. DKI Tawarkan 3 Solusi Kisruh PPDB Jakarta [Internet]. nasional. 2020 [cited 4 July 2020].

15. Chaterine R. Ortu Minta PPDB DKI Dibatalkan, DPRD: Sulit Dilakukan [Internet]. detiknews. 2020 [cited 4 July 2020].

16. Tak Lolos PPDB DKI, Siswi Peraih 700 Penghargaan Akhirnya Putus Sekolah | merdeka.com [Internet]. merdeka.com. 2020 [cited 10 July 2020]. 

17. Anthony R. Ribut Zonasi PPDB, IGI: Virtual School Jadi Solusi [Internet]. TAGAR. 2020 [cited 4 July 2020].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun