Kisah Cinta Sampek Engtay
Sejak dulu, dari manapun kisah cinta abadi berasal, pasti tidak luput dari merana dan kesengsaraan. Romeo dan Juliet, Samson dan Laila, hingga Sampek dan Engtay.
Sebuah kisah cinta dari negara Cina yang didaptasi jenaka oleh Teater Koma dengan balutan nuansa Betawi. Memunculkan nama daerah Mangga Besar, Gondangdia, dan Rangkasbitung. Berkisah tentang Engtay, seorang perempuan yang tinggal di Serang, Banten.
Namun, ingin melanjutkan pendidikan di Betawi. Sebagai anak semata wayang, tidak mudah baginya untuk pergi begitu saja. Pada masanya, sekolah hanya diperuntukkan bagi lelaki saja--yang menyebabkan ia melakukan penyamaran.
Pertemuannya dengan Sampek secara rutin, sekaligus menjadi teman sekamarnya di asrama, membuat penyamaran dan hati Engtay runtuh. Ia akhirnya menyerah, usai setahun hidup berdampingan bersama Sampek.
Sebagai perempuan, ia berani mengutarakan perasaannya agar lega dan mendapat kepastian. Engtay sangat tahu cara mengendalikan hatinya.
"Apapun gendernya, mengutarakan perasaan memang harusnya bukan soal perkara gengsi atau harapan untuk terbalaskan, tapi urgensi sebuah validasi untuk bisa menata hidup dengan pasti."
Beruntung, cinta Engtay berbalas. Sayang, mereka harus menghadapi ujian percintaan lainnya. Sejak penyamarannya terbongkar, Engtay dijemput paksa oleh para bujang suruhan orangtuanya.
Ia harus menghadapi perjodohan dengan anak dari kolega ayahnya yang sudah lama menunggunya pulang. Cinta yang begitu kuat, membuat Sampek menjanjikan diri untuk bertandang ke rumah Engtay dan melamarnya.
Sayang, Sampek keliru menghitung hari. Hal ini membuat Engtay terpaksa menerima perjodohan orangtuanya. "Ada kalanya perempuan bersedia menunggu cinta sampai tak berdaya, tapi jika sudah melibatkan garis waktu keluarga, kami bisa apa?"
Sampek pun jatuh sakit hingga akhirnya ia meninggal dunia. Datanglah hari pernikahan Engtay, lalu ia berkunjung ke makamnya Sampek untuk memohon kepada dewa agar disatukan kembali.