Mohon tunggu...
Renita Yulistiana
Renita Yulistiana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan

I wish I found some better sounds no one's ever heard ❤️😊

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perempuan: Kesadaran, Kesetaraan, dan Kebahagiaan

7 Maret 2022   23:24 Diperbarui: 10 Maret 2022   05:00 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi: TIM Baru

Agak kecewa, usai mendengar single baru Simple Plan hasil duet dengan Deryck Whibley dari Sum 41 yang kurang gahar versi saya, namun masih bisa dinikmati. 

Sebagai obat, saya mengingat beberapa hal di akhir pekan. Berhasil keliling kota Jakarta dan mendengar gong pertunjukan teater secara langsung, setelah dua tahun puasa menonton--adalah pelepas dahaga.

Perjalanan Batavia
Jika bukan tugas kantor, mungkin saya tidak pernah berkeliling Jakarta sambil jalan kaki--terpikirpun tidak. Sana Kenal Kota adalah event dari sebuah kafe kopi di bilangan Melawai, yang akhirnya membawa saya menyusuri Menteng. 

Dalam perjalanan, saya menemukan seni dalam berkenalan dengan orang baru--yang biasanya saya hindari. Jalan kaki membuat saya lebih sadar untuk menghargai waktu, sejarah, dan kenangan. 

Setiap titik perhentian, saya menantang diri untuk membuka obrolan kepada siapapun di samping saya. Lalu, membagikan cerita hidup yang pernah saya lalui. 

Meskipun takut, dampak yang saya sukai dari sebuah pertemuan adalah leluasa menyerap cerita dari banyak karakter yang bisa jadi bahan observasi dalam belajar atau memaknai hidup.

Awalnya saya berpikir untuk bergegas pulang--setelah mengetahui latar belakang para peserta lainnya. Saya bertemu banyak praktisi dan keturunan ningrat. 

Apalagi ketika dapat sapaan pagi dari seorang perempuan yang sedang menempuh sekolah magisternya di Italia. Kemudian, saya juga mendapati beberapa arsitektur perempuan yang berasal dari kampus ternama di dalam dan luar negeri. 

Juga para petinggi startup yang sedang menghabisi masa tuanya dengan membuat karya. "Ternyata, koneksi itu bisa dibentuk. Tidak soal saya perempuan dari kalangan biasa. Sebab, pengalaman bisa mencairkan segalanya."

***

Dokumentasi Pribadi: Teater Koma
Dokumentasi Pribadi: Teater Koma

Kisah Cinta Sampek Engtay
Sejak dulu, dari manapun kisah cinta abadi berasal, pasti tidak luput dari merana dan kesengsaraan. Romeo dan Juliet, Samson dan Laila, hingga Sampek dan Engtay. 

Sebuah kisah cinta dari negara Cina yang didaptasi jenaka oleh Teater Koma dengan balutan nuansa Betawi. Memunculkan nama daerah Mangga Besar, Gondangdia, dan Rangkasbitung. Berkisah tentang Engtay, seorang perempuan yang tinggal di Serang, Banten. 

Namun, ingin melanjutkan pendidikan di Betawi. Sebagai anak semata wayang, tidak mudah baginya untuk pergi begitu saja. Pada masanya, sekolah hanya diperuntukkan bagi lelaki saja--yang menyebabkan ia melakukan penyamaran.

Pertemuannya dengan Sampek secara rutin, sekaligus menjadi teman sekamarnya di asrama, membuat penyamaran dan hati Engtay runtuh. Ia akhirnya menyerah, usai setahun hidup berdampingan bersama Sampek. 

Sebagai perempuan, ia berani mengutarakan perasaannya agar lega dan mendapat kepastian. Engtay sangat tahu cara mengendalikan hatinya. 

"Apapun gendernya, mengutarakan perasaan memang harusnya bukan soal perkara gengsi atau harapan untuk terbalaskan, tapi urgensi sebuah validasi untuk bisa menata hidup dengan pasti."

Beruntung, cinta Engtay berbalas. Sayang, mereka harus menghadapi ujian percintaan lainnya. Sejak penyamarannya terbongkar, Engtay dijemput paksa oleh para bujang suruhan orangtuanya. 

Ia harus menghadapi perjodohan dengan anak dari kolega ayahnya yang sudah lama menunggunya pulang. Cinta yang begitu kuat, membuat Sampek menjanjikan diri untuk bertandang ke rumah Engtay dan melamarnya. 

Sayang, Sampek keliru menghitung hari. Hal ini membuat Engtay terpaksa menerima perjodohan orangtuanya. "Ada kalanya perempuan bersedia menunggu cinta sampai tak berdaya, tapi jika sudah melibatkan garis waktu keluarga, kami bisa apa?"

Sampek pun jatuh sakit hingga akhirnya ia meninggal dunia. Datanglah hari pernikahan Engtay, lalu ia berkunjung ke makamnya Sampek untuk memohon kepada dewa agar disatukan kembali. 

Engtay amat yakin bahwa cintanya dengan Sampek abadi, sehidup semati. Dewapun mengabulkan, Sampek dan Engtay disatukan dalam jelmaan sepasang kupu-kupu dan batu permata biru yang hidup berdampingan selamanya. 

Cinta memang seharusnya seperti itu, jika sendiri saja sudah bahagia. Setelah berpasangan, seharusnya tambah bahagia. "Sejatinya jodoh memang hanya kuasa Tuhan, tugas kita sebagai manusia hanya berupaya saja dan selalu mengingat, bahwa ada kata 'jatuh' dalam proses jatuh cinta."

***

Penutup
Mengelilingi Batavia dan Kisah Sampek Engtay menjadikan perempuan menjadi gambaran berharga. 

Temuan kesadaran dalam kilometer perjalanan atau imajinasi, semakin meyakinkan saya tentang kesetaraan dan kebahagiaan--bahwa menjadi perempuan, bukan alasan untuk menjadi takut dan tidak berdaya. Bukan juga untuk terus bersuara keras menantang. 

Bagi saya, perempuan bisa berjalan dalam sebuah prinsip dengan tenang. Selamat Hari Perempuan Sedunia!

Renita Yulistiana
Sebuah Refleksi, Maret 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun