Latar Belakang Masalah
Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina ini bukan hanya melibatkan kedua negara tetapi melibatkan dua kekuatan besar dimasa Perang Dingin. Rusia ingin terus mempertahankan supremasi nya atas negara-negara pecahan nya salah satu nya adalah Ukraina. Invasi yang dilakukan oleh Rusia pada 24 Februari 2022 terhadap Ukraina bukan lah kali pertama bagi Rusia. Sebelum nya, pada tahun 2014 Rusia telah menganeksasi semenanjung Crimea secara sepihak.
Sebelum tahun 1990, ketika Perang Dingin masih berlangsung Rusia dan Ukraina masih tergabung ke dalam negara federasi Uni Soviet yang merupakan negara komunis yang kuat pada zaman nya. Tahun 1991, ketika Uni Soviet dan Pakta Warsawa telah bubar, Ukraina membuat referendum untuk memisahkan diri dari Uni Soviet.
Presiden Rusia kala itu, Boris Yeltsin menyetujui usulan tersebut dan mereka membentuk CIS (Commonwealth of Independent State) oleh Rusia, Ukraina dan Belarusia. Tetapi perpecahan justru terjadi, Ukraina mencurigai motif Rusia mendirikan CIS semata-mata untuk mengendalikan Ukraina dan ingin tetap memperkuat supremasi Rusia dan Uni Soviet.
Secara geografis letak Ukraina memanglah berbatasan langsung dengan Rusia, dan negara-negara anggota Uni Eropa yaitu Hungaria yang paling dekat. Setelah apa yang telah dijelaskan sebelum nya, karena dimasa lampau kedua nya merupakan satu negara federasi sebelum Uni Soviet runtuh. Sehingga secara historis, kedua negara ini erat satu sama lain karena secara sosial dan budaya masih satu rumpun. Bahkan Ukraina sejak merdeka pun mereka memiliki dua entitas yang berbeda.
Ukraina sebelah barat lebih cenderung dan pro terhadap Ukraina dan Uni Eropa dan menggunakan bahasa Ukraina bukan lagi bahasa Rusia., Sementara itu, Ukraina Timur yang secara geografis lebih dekat dengan Rusia lebih banyak yang pro Rusia dan bahkan masih banyak masyarakat nya yang berbicara bahasa Rusia hingga saat ini.
Putin sering kali mengklaim dan memberikan pernyataan bahwa Ukraina dan Rusia tidak bisa dipungkiri secara historis berasal dari peradaban yang sama, yaitu peradaban Rusia. Namun, Ukraina sendiri telah melakukan revolusi dua kali pada tahun 2004, dan 2014.
Kedua revolusi tersebut terjadi karena Ukraina menolak untuk mengakui supremasi Rusia. Sehingga Ukraina mencari jalan lain dengan mencoba bergabung dengan barat(baca NATO). Pada tahun 2013, intensitas kedua negara mulai memanas ketika Ukraina memilih kesepakatan politik dan kerja sama ekonomi perdagangan dengan Uni Eropa. Hubungan Rusia-Ukraina kembali memanas di tahun 2014.
Pada waktu itu, muncul gelombang revolusi menentang supremasi Rusia atau massa anti-Rusia, masyarakat mengaggap Ukraina tidak boleh terlalu Rusia-sentris, Ukraina adalah negara merdeka masyarakat menginginkan identitas asli sebagai negara merdeka dan berdaulat. Gelombang masa anti-Rusia tersebut berhasil menggulingkan Presiden Victor Yanukovych yang notabene adalah pro-Rusia, chaos terjadi dimana-mana terutama di kawasan Ukraina Timur yang masih pro-Rusia yaitu kota Donetsk dan Luhansk.
Pada waktu ini sedang terjadi kekosongan kekuasaan sehingga Rusia dengan sepihak mengklaim wilayah Crimea yang masih termasuk semenanjung Ukraina. Peristiwa lengser nya Presiden Victor menandai revolusi Ukraina di tahun 2014. Revolusi tersebut menghadirkan opsi Ukraina yang memiliki ketertarikan bergabung dengan Uni Eropa dan NATO, meskipun sudah tertarik sejak 1992.
Hubungan Rusia dan Ukraina kembali memanas di akhir tahun 2021, Rusia yang merasa cemas dengan aktivitas NATO di Eropa Timur dan Ukraina, meminta NATO untuk tidak menerima negara-negara pecahan Uni Soviet untuk menjadi anggota nya.
Selain itu karena Presiden Ukraina saat ini Volodymyr Zelenskyy yang berasal dari Ukraina tengah, dan pro-Uni Eropa sehingga setiap kebijakan dan keputusan yang diambil nya cenderung ke barat, karena ingin segera bergabung dengan Uni Eropa dan NATO.
Vladimir Putin semakin panas ketika mengetahui NATO memiliki agenda dan prospek yang semakin kuat di Eropa Timur , dan akan mendirikan pangkalan NATO di perbatasan Ukraina. Isu bahwa Rusia akan menginvasi sudah santer terdengar pada November 2021.
Bahkan Presiden AS Joe Biden sudah memberikan peringatan, jika Rusia menginvasi Ukraina maka akan ada sanksi ekonomi dari negara-negara barat. Pada bulan Januari 2022, Pasukan Rusia telah terpantau melakukan latihan militer dia semua matra, baik darat, laut dan udara bersama dengan Belarusia.
Analisa Perang Rusia-Ukraina dalam Konsep Keamanan Tradisional
Konsep Keamanan secara tradisonal memiliki makna terbebas dari bahaya, ketakutan. Jika berbicara konsep keamanan maka tentu kita juga bisa mengaitkan nya melalui perspektif realisme dimana studi keamanan tradisional lebih terfokus pada urusan militer, senjata, rudal, nuklir. Melalui perspektif realisme studi keamanan dapat dijelaskan bagaimana hubungan antar negara dalam sebuah istilah “power” dimana, terdapat empar asumsi dasar realisme (Jackson & Sorensen: 1999)
Asumsi Pertama adalah, kaum realisme pesimis memandang sifat alami manusia. Bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak bisa puas, dan akan mementingkan dirinya sendiri demi kepentingan mereka sendiri. Saya merasa asumsi ini cukup mewakili, bahwa keputusan Rusia untuk menginvasi Ukraina juga dikarenakan kepentingan Rusia di wilayah Eropa Timur.
Asumsi Kedua, asumsi dasar kaum realisme pesimis meyakini bahwa hubungan internasional hanya bersifat konfliktual, bahwa konflik internasional hanya bisa diselesaikan melalui perang, memperkuat militer, dan alutsista seperti rudal balistik, tank, kapal tempur, pesawat tempur, dan juga memperbanyak jumlah personil militer.
Melalui asumsi ini, perilaku kedua negara yang telah mempersiapkan kemampuan militer di area perbatasan sejak akhir 2021 memang sudah mengisyaratkan akan terjadi perang, ditambah lagi mobilisasi 100.000 pasukan militer Rusia yang mulai berjaga di dekat Ukraina Timur Donetsk.
Asumsi Ketiga, yaitu Pandangan kaum realisme masih menunjung tinggi keamanan nasional dan keberlangsungan hidup negara. Maksudnya adalah ditengah kondisi hubungan internasional yang anarkis hanya diri sendiri yang sanggup menolong(self-help).
Saya melihat kecenderungan Rusia juga melakukan asumsi ini bahwa, mereka harus memprioritaskan keamanan nasional mereka sebelum NATO dan Amerika melakukan ekspansi ke wilayah Rusia.
Mereka juga memiliki pandangan yang skeptis bahwa kemampuan negara adalah segala nya dalam politik internasional, karena kemampuan negara yang kuat sanggup memahami tingkah laku hubungan internasional, hal tersebut terlihat bagaimana Rusia tidak ingin kehilangan supremasi nya atas negara-negara pecahan nya dan dominasi nya di wilayah Eropa Timur.
Asumsi Keempat, yaitu skeptimisne dasar bahwa kemajuan negara dalam politik internasional sama seperti yang terjadi di dalam kehidupan politik domestik. Intinya adalah asumsi reaslime adalah sifat individualisme dan egois yang melekat dalam pribadi manusia, dan hal tersebut akan memicu adanya konflik karena sifat individualisme yang lebih mementingkan dirinya sendiri, dan negara-negara realime ini menganggap konflik dapat terselesaikan dengan cara perang.
Melihat bahwa yang terjadi di Rusia dan Ukraina saat ini, situasi yang sama terjadi ketika Rusia merasa cemas akan Ukraina yang secara geografis adalah negara yang berbatasan langsung dengan mereka.
Langkah-langkah Ukraina yang mensyaratkan bahwa mereka lebih condong terhadap aliansi barat atau Uni Eropa dan NATO menciptakan kondisi dimana Rusia cemas dan merasa harus menjunjung tinggi keamanan nasional nya sehingga muncul lah kondisi Security Dilemma.
Karena prospek NATO yang kian aktif di Eropa Timur, dan hubungan NATO dengan negara-negara Eropa Timur yang kian dekat menjadi hal yang perlu diwaspadai oleh Rusia. Bahkan NATO sudah mulai mendekati negara-negara eks Uni Soviet untuk bergabung bersama mereka.
Banyak pakar yang memberikan pandangan nya dalam perspektif reaslime, bahwa mengapa Rusia akhirnya menyerang Ukraina? Tujuan invasi ini untuk menjaga keamanan Rusia dari kekuatan NATO dan Amerika, karena Rusia harus memastikan keamanan nya, melihat pergerakan NATO yang kian aktif di Eropa Timur.
Ukraina yang secara geografis paling dekat dengan Rusia harus dikuasai, invasi yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina ini disinyalir memiliki tujuan agar Pemimpin Ukraina ini kembali jatuh di tangan orang pro-Rusia.
Rusia membombardir Ukraina untuk menggulingkan Pemerintahan Kiev melalui serangan militer. Karena Rusia masih dan akan tetap mengakui bahwa Ukraina adalah bagian dari Rusia yang tidak boleh terpengaruh oleh campur tangan barat. Jika invasi ini berhasil maka Rusia mendapatkan sekutu nya kembali untuk menghadapi musuh nya dan guna melakukan Balance of Power terhadap NATO dan Amerika.
Analisa Perang Rusia-Ukraina dalam Konsep Keamanan Non-Tradisional
Dalam memahami konsep Keamanan secara non-tradisional, kita perlu memahami bahwa adanya transformasi atau perubahan dari konsep keamanan dari tradisional menjadi non-tradisional. Berkaitan dengan transformasi yang terjadi, hal ini tidak lepas dengan adanya arus globalisasi dimana konsep keamanan non-tradisonal dapat dikaitkan dengan aktor yang terlibat.
Melihat kondisi dimana individu saat ini sudah tidak terikat negara dan hilang nya batas-batas negara, hal tersebut juga diikuti dengan perubahan-perubahan yang terjadu di dalam interaksi hubungan internasional, menjadikan konsep keamanan lebih luas lagi cakupan nya tidak hanya melulu soal militer dan perang. Jika pada analisis sebelumnya, sudah di definisikan bahwa keamanan tradisional identik dengan “power” melalui kapabilitas militer, senjata yang mengancam keamanan nasional.
Secara tradisional keamanan dipahami sebagai strategi pertahanan (survival). Transformasi konsep keamanan non-tradisional ditandai dengan peristiwa besar yaitu Perang Dingin yang dimana adanya peluasan aktor dan muncul isu-isu keamanan internasional selain militer, seperti ekonomi, lingkungan, kesehatan, hak asasi manusia, demokratisasi,dan masih banyak konflik sosial lainnya.
Transformasi konsep keamanan juga terjadi atas pesat nya perkembangan teknologi dan informasi sehingga ancaman keamanan tidak hanyak dilakukan oleh aktor negara, tetapi juga aktor non-negara.
(Ulrich Beck: 1986) melalui sebuah karya nya menjelaskan bahwa ancaman non-tradisional. Ancaman-ancaman tersebut justru dihasilkan oleh manusia itu sendiri. Contoh ancaman nya seperti polusi, ancaman nuklir, dll. Seperti yang kita ketahui konflik yang terjadi saat ini yaitu Rusia-Ukraina yang tentu saja melibatkan kapasitas militer, nyata nya memiliki ancaman lain. Ancaman dari sudut pandang non-tradisional adalah bagaimana eskalasi perang menimbulkan banyak nya Pengungsi yang melarikan diri dari Ukraina, tercatat oleh UNHCR sebanyak 1,5 juta pengungsi Ukraina per 5 Maret 2022.
Pengungsi yang melarikan diri tersebut menuju negara-negara terdekat yang sudah membuka akses perbatasan yaitu seperti Hungaria, Slovakia, Polandia. Sehingga negara penerima pengungsi tersebut harus menanggung masalah yang dihadapi oleh pengungsi seperti harus menyediakan basic human needs seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal (shelter).
Melalui Bukunya yang berjudul “The Evolution of International Security Studies” memaparkan empat poin dalam transformasi keamanan:
Keamanan tidak hanya berbicara tentang negara, namun jjuga ada individu
Sumber ancaman bukan hanya dari dalam tetapi dari luar
Sektor keamanan bukan hanya soal militer, melainkan seperti ekonomi, lingkungan, kemanusiaan, dll.
Keamanan bukan hanya soal peradaan terancam, tetapi ada hastrat ingin mendominasi
Mengacu pada empat poin diatas, perang antara Rusia-Ukraina bukan hanya keamanan negara lagi yang terdampak, tetapi keamanan dari masyarakat yang terdampak perang, dampak ekonomi seperti mereka harus kehilangan pekerjaan karena negara nya sedang di invasi bahkan Ukraina dan negara-negara yang terdampak perang belum pulih sepenuhnya pasca pandemi COVID-19, lalu dampak lingkungan nya yaitu area yang terkena bom menjadi kotor dan tidak beraturan, banyak ladang gandum yang gagal panen, dampak kemanusiaan nya yaitu semakin banyak pengungsi yang melarikan diri dari Ukraina setiap hari nya menuju negara-negara tetangga demi keselamatan mereka.
Konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina dapat dianggap sebagai ancaman bagi dunia internasional, melihat dampak yang ditimbulkan tidak hanya bagi Rusia dan Ukraina namun bagi Uni Eropa. Karena situasi yang tidak pasti dan kian memanas Liga Sepakbola domestik Ukraina juga harus ditunda selama 30 hari ke depan, selain itu Rusia juga harus menerima bahwa Final UEFA Champions League yang seharusnya digelar di Saint Petersburg harus di pindahkan ke Paris karena alasan keamanan. Rusia yang seharusnya menjadi tuan rumah F1 pada bulan September harus menunda ulang. Salah satu Perusahaan besar Rusia bernana Gazprom juga terkena spillover effect dari Konflik Rusia-Ukraina bahkan mereka harus rela diturunkan dari sponsorship oleh salah satu klub di Liga Jerman(Shalke 04). FIFA juga telah melakukan sanksi kepada Rusia, untuk tidak jadi menggunakan Moskow arena sebagai venue semifinal playoffs Piala Dunia 2022. Tidak hanya itu, Pemilik Klub Terkemuka di Liga Premier Inggris Chelsea FC Roman Abramovic juga harus menjual saham dan aset-aset berharga nya menyusul ancaman pembekuan aset oleh Pemerintah Inggris sebagai bentuk sanksi ekonomi bagi Rusia, karena Roman Abramovic memiliki indikasi dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Referensi:
CNBC. (2022, Maret 5). CNBC. Retrieved from CNBC.com: https://www.cnbcindonesia.com/news/20220304133929-4-320041/kronologi-dan-latar-belakang-perang-rusia-vs-ukraina
nytimes. (2022). The Roots of the Ukraine War: How the Crisis Developed. 1.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H