“Ayo berangkat.. berangkat....!”
Rombongan telah masuk. Jumlah rombongan hampir separoh gerbong. Perasaan lega memenuhi dada seluruh rombongan. Hampir saja terlambat. Kalau benar terlambat, apa jadinya. Acara lamaran yang harusnya khusuk, juga ada kesakralan harus tertunda. Persiapan yang sudah susah payah dilakukan harus sia sia.
“Eh emaknya Rahmad, kenapa sih mau lamaran pake kereta segala. Apa tidak lebih mudah pake mobil. Khan Emaknya Rahmad ada. Kalaupun kurang tetangga juga banyak yang punya.” Tanya seorang bapak yang merupakan orang yang dituakan dalam rombongan.
“Tuh, Pak Udin tanya, kenapa.” Emaknya Rahmad tidak menjawab tapi menyuruh Rahmad sendiri yang jawab.
“Gpp kok, bukan masalah apa, Cuma pengin beda aja. Kalau orang biasanya khan pakai mobil, yang keliatan mewah tapi ternyata minjem, kayaknya saya pikir lebih baik pakai kereta. Karena saya sehari harinya pakai kereta. Biar keluarga sana bisa melihat saya apa adanya, Pak.” Rahmad menjawa dengan senyum malu.
“Oalahh… Gitu… Bagus.. bagus, maksud kamu bagus Rohmad, meskipun tadi bikin deg-degan semuanya, khawatir telat keretanya. “ Gelak tawa berderai..
“Pasti gara-gara dandannya lama…” Seru seseorang. Riuh tawa kembali terdengar.
Rahmad tersenyum. Tersipu malu.
Keretapun melaju dengan tenang. Sesuai jadwal, kereta sampai di tujuan. Rombongan segera keluar stasiun. Dan ternyata sudah ada satu dua orang yang menyambut, untuk menuntun ke rumah yang akan didatangi. Hanya keluar dari gerbang stasiun beberapa meter, lalu masuk ke sebuah jalan cukup lebar.