“Gak, kamu mo ikutan jadi Ksatria Rimba tidak?” Kerbau bertanya pada Gagak Hitam.
“Ehm, kayak tidak, aku harus makan banyak agar bisa terbang ke sana kemari. Sedang aku sedang sakit perut.” Gagak Hitam menjawab.
“Aku mau ikut, kamu mau bantu aku ? Kalau mau, nanti aku kasih kamu biji bijian sekarung tiap hari.”
Gagak menggerak-gerakkan paruhnya tanda sedang berpikir.
“Boleh aku berpendapat?”
Sebuah suara terdengar dari ujung taman pertemuan. Kerbau dan Gagak Hitam menoleh dan mengangguk bersamaan pada Ular.
“Sebaiknya Kerbau jangan ikut, karena menurut survey yang aku lakukan diam diam, banyak yang tidak suka denganmu, Kerbau. Kamu terlalu tambun dan sukanya srudak sruduk. Jika kamu tetap maju, tentu banyak binatang lainnya yang menghalangi kamu.”
“Bagaimanapun juga, aku harus maju, karena Ksatria Rimba pertama adalah Kerbau juga!” Ada getar gusar di suara Kerbau.
“Bukan kerbau, tapi Banteng,”sahut Gagak Hitam.
“Ahh, sama saja.!” Kerbau agak marah.
“Kalau menurut survey sih, memang sebagian binatang sudah tahu, bahwa Ksatria Rimba memang banteng. Tapi masih lebih banyak yang bisa kita tipu, bahwa dirimu juga Banteng, padahal kamu tahu sendiri bahwa, meskipun kamu anak dari Banteng, kamu bukan banteng, tapi Kerbau.” Ular berkata panjang.