Mohon tunggu...
Kens Hady
Kens Hady Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang yang biasa, yang kadang suka menulis

Black Dew

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perempuan Langka

22 September 2015   21:53 Diperbarui: 22 September 2015   22:35 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

           “Iya, ya sebentar…” Suara Rhein terdengar tergesa. “Retno, aku belanja dulu, ya..kamu pulang dulu silahkan, kapan kapan kita ketemu lagi.”

Tanpa menunggu jawabanku, Rhein langsung masuk ke minimarket. Dengan rasa terkejut dan heran, aku memandangi punggung Rhein. Tidak suka kah dia bertemu denganku? Sehingga aku merasa seperti disuruh pergi. Tidak, tidak mungkin Rhein seperti itu. Dia sahabat terbaikku. Dan sebaliknya. Aku perlahan berjalan menuju motorku yang terparkir di sebelah mobil yang Rhein tumpangi. Mataku menuju orang di balik stir. Sebagai orang yang punya sopan santun,  aku berusaha menyapa seseorang yang bersama dengan orang yang sangat aku kenal. Meski hanya sebatas anggukan saja. Apalagi, bila dia adalah suaminya. Di mana aku juga tidak sebentar pernah bertemu saat hari pernikahannya. Tapi yang ku jumpai hanya sebidang wajah dingin. Tanpa senyum.

 

--***---

 

Dua tahun sejak pertemuan dengan Rhein, aku tidak pernah bertemu lagi. Hingga sebuah pesan pendek terbaca di handphone ku.

Retno, cepetan ke rumahku, kita akan ke tempat Rhein. –MISYEL—

Ada resah tiba tiba hinggap di hatiku. Rhein, ada apa dengan Rhein? Kenapa yang SMS malah Misyel, yang juga teman dari Rhein dan tentu temanku juga. Aku segera meluncur ke rumahnya yang berjarak sekitar sepuluh menit naik mobil.

          “Ada apa, Mis? Ada apa dengan Rhein?”

Aku langsung bertanya dengan nada khawatir. Misyel sedang tertunduk sambil menatap layar handphonenya. Mendengarku datang, dia mendongakan kepala. Matanya merah. Basah. Dan suara tangisnya seketika terdengar sembari memelukku.

            “Rhein… Rhein…Retno, Rheiiinnn..” Tangis meledak lebih keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun