Mohon tunggu...
Kendra Elvinadira
Kendra Elvinadira Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Stanning seventeen is the standard

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Also Part of My Life

24 November 2023   00:22 Diperbarui: 24 November 2023   00:49 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            "Ma, Kal berangkat dulu ya"

            "Loh, mama antar aja ya?"

            "Aku baru pulang jam 8 loh, ma. Mending aku bawa motor sendiri aja daripada malem-malem mama jemputin aku naik motor"

            “Katanya mama juga ada meeting jam 7 malem, kan? Nanti kecapean, loh. Terus naudzubillah jadi sakit, terus nanti gak ada yang dengerin cerita gak jelasku tiap hari” sambung Kalila.

            “HAHAHA, iya iyaaa. Hati-hati dijalan, ya, Kaica sayangnya mama”

            Begitulah kira-kira percakapan pagi Kalila dengan ibunya. Mungkin jika ingin diperjelas, perempuan paruh baya tersebut bukanlah ibu kandungnya melainkan ibu sambungnya. Kalila adalah seorang gadis remaja yang baru saja berusia 17 tahun tapi kehidupannya sungguh dipenuhi dengan petualangan. Berbagai kisah terdapat didalam kehidupannya, baik senang, sedih, hampa. Semakin tumbuh dewasa, ia bisa menerima semua hal yang ia rasakan selama ini. Ibu sambungnya ini pada awalnya adalah tante kesayangannya dan semua itu berawal ketika Kalila berumur 12 tahun.

Lima tahun yang lalu...

            “Mama, ayoo”

            “Sebentar, ya, Adek Kal. Mama cek rumah sekali lagi dulu”

            “Ini mah udah 10 kali”

            “Hahaha, iyaaa adek”

            Kalila atau yang kerap disapa Kal atau juga Kaica sudah tidak sabar untuk menikmati liburannya dengan mamanya. Ia jarang sekali liburan ke luar kota dengan mamanya karena kesibukan mamanya yang harus menafkahi Kalila sendirian semenjak ditinggal oleh sang papa dua tahun lalu tepatnya pada  tahun 2018. Meninggalnya sang papa diakibatkan oleh serangan jantung yang tidak bisa ditolong. Kalila dan mamanya sangat terpuruk pada waktu itu, hingga akhirnya mereka mulai membenahi diri lagi setelah 6 bulan berlalu.

            Liburan kali ini sudah direncanakan dari 4 bulan sebelum keberangkatan. Mereka akan berlibur di Bandung selama 1 minggu lamanya. Mereka berencana untuk mengeksplor ke seluruh penjuru Bandung Raya, begitulah kata Kalila yang masih berusia 12 tahun itu. Menginap di hotel terbaik di Bandung, jalan-jalan di sepanjang trotoar Braga, bermain di Transtudio, dan banyak agenda lainnya.

            Berangkat dengan penuh senyum dari keduanya, mereka sungguh menikmati keberangkatannya menuju Bandung menggunakan mobil yang kira-kira akan menempuh perjalanan 5 jam lamanya. Keluar dari carport rumah, di setel lah playlist lagu dengan berbagai genre. Biasa, mereka memang suka berbagai genre lagu.

            Sudah 2 jam berlalu dan mereka sudah berhenti di beberapa rest area untuk mengistirahatkan tubuh ditemani oleh teh hangat untuk cuaca yang cukup dingin dan makan indomie. Hanya mengonsumsi dua hal itu sudah membuat mereka bersemangat kembali melakukan perjalanan menuju Bandung dari Semarang. Meskipun pada saat itu sedang hujan deras, tak menghalangi semangat mereka. Dengan hati-hati mama Kalila menyetir menerjang hujan ditengah tol.

            Ciiiittt

            Daaar

            Kecelakaan terjadi secara tiba-tiba. Disebabkan oleh mobil Toyota Land Cruiser yang tergelincir akibat jalan yang licin oleh genangan air dan daya pandang sang pengemudi yang terbatas. Kecelakaan tadi melibatkan 3 mobil terserempet dan naasnya korban yang memiliki luka paling parah adalah sang penyetir mobil. Toyota Land Cruiser yang memiliki body yang cukup besar dan diklaim tak bisa hancur justru malah menghancurkan mobil-mobil kecil yang berada di kirinya. Mobil-mobil kecil itu termasuk dengan mobil yang ditumpangi Kalila, ya, ibunya mendapatkan luka yang cukup parah.

            Isi otaknya sekarang kosong, Kal bingung apa yang harus ia lakukan. Ia ingin memanggil bala bantuan namun tidak ada internet di hpnya. Hanya tangisan yang bisa ia keluarkan pada saat itu. Sudah tak sanggup ia melihat mamanya diselimuti oleh darah dan naasnya ia harus melihat itu tepat disampingnya.

            “Mama...”

            “Harusnya aku gak usah minta buru-buru. Kalau tadi kita gak buru-buru, pasti kita masih jauh dibelakang sana”

            Bala bantuan pun datang karena beberapa mobil dibelakang yang tidak terlibat dalam kecelakaan ini masih bisa menelpon Jasa Marga. Semua korban diangkut ke dalam ambulans dengan raut muka yang sudah tidak terkendali. Terkejut bahwa kecelakaan ini terjadi pada mereka. Banyak tangisan yang keluar di ambulans itu karena memang pengemudi dan penumpang yang berada di sisi kanan mendapatkan luka yang cukup parah.

            Tak lama, berita yang tidak ingin Kal dengarkan malah harus ia dengar. Ibunya meninggal, karena kehabisan darah. Kal terdiam. Cukup lama. Hingga akhirnya tangisan deras keluar dari matanya. “Kok pada ninggalin aku semua?” batinnya dengan tangisan yang tak dapat ia berhentikan, bahkan mungkin hingga seminggu kedepan.

            Terus dan terus ia menyalahkan dirinya sendiri. Ia tak sanggup untuk ditinggalkan orang yang paling ia sayangi untuk kedua kalinya. Ini tidak adil baginya. Ini juga tidak adil bagi semua korban karena harus kehilangan orang yang mereka sayangi.

Satu tahun pasca kecelakaan

 

            Sudah satu tahun berlalu. Semenjak kejadian itu ia tinggal bersama tante kesayangannya, Tante Alka. Kehidupan Kal berubah 180 derajat. Sering sekali ia teringat oleh kejadian itu dan raut wajah ibunya, cukup membuatnya trauma untuk diingat. Jika Kal diam sekali, maka isi otaknya akan dipenuhi oleh kecelakaan yang menimpanya dan ibunya. Dirinya yang menjadi lebih pendiam dan raut muka yang sedih membuatnya terlihat seperti mayat hidup.

            Tantenya, tak pernah lelah untuk mengurusnya bahkan semakin hari perhatianya terhadap Kaica kesayangannya semakin besar. Ia selalu setia disampingnya. Bahkan ketika Kalila dirawat dirumah sakit, tantenya rela pergi kesana langsung dari Semarang menuju tol yang lokasinya sudah dekat dengan Bandung. Ia sayang sekali dengan keponakannya ini. Keponakannya yang cukup ‘ringkih’ di matanya setelah ditinggal oleh sang ayah membuatnya takut jika keponakannya akan lebih parah daripada sebelumnya.

            “Adek Kal hari ini gak mau sekolah dulu, kah?”

            “Iya, jangan ganggu aku” balas Kalila dengan ketus.

            Sering sekali Kalila bolos hingga membuatnya tertinggal banyak pelajaran. Kalila juga tidak terlalu peduli bahwa dia akan tertinggal banyak pelajaran. Yang ia inginkan hanya tidak kehilangan orang kembali, dan mama serta ayahnya dapat kembali. Di lain sisi, tantenya sibuk meminta catatan kepada teman-teman Kal di sekolah. Bahkan ia juga sudah mencari guru homeschooling jika barangkali Kalila ingin belajar tapi juga membutuhkan waktu sendiri.  Sesayang itu Tante Alka dengan keponakannya.

            Kian hari emosi Kalila menjadi sulit diatur, hingga membuat tantenya memutar otak bagaimana caranya mengendalikan ini semua. Tak lama, tantenya pun memutuskan untuk membawa Kal ke psikolog dan nantinya akan dilakukan check up rutin agar emosinya bisa lebih terkendali. Awalnya kal tidak mau, tapi tantenya bersedia untuk melakukan segala cara demi bisa mengembalikan Kalila yang ceria seperti dulu.

            Hari demi hari berlalu, waktu juga terus berjalan. Kalila menjadi lebih terkendali dibandingkan dengan sebelumnya. Mengetahui bahwa Kalila menjadi lebih tenang sekarang membuat hati tantenya menjadi tenang dan damai. Ini lah Kalila yang ia nantikan selama ini. Ia senang Kalila perlahan menemukan kebahagiaannya. Namun terkadang, emosi itu bisa kembali dan meluap bagaikan gunung yang meletus dan mengeluarkan lava serta awan yang sangat hitam. Sama seperti hari ini.

“Udahlah tante, ngapain capek-capek nyariin guru homeschooling? Gak bakal ngerubah aku!”

“Hey, hey. Tenang dulu, Kai”

“HADUH BISA GAK SIH GAK USAH IKUT CAMPUR TERUS?” bentak Kalila.

“KAYAK DIBATESIN TAU, GAK?” sambungnya.

Sungguh terkejut Tante Alka. Tak pernah Kalila meninggikan suaranya selama ini. Baru kali ini ia bisa semarah itu. Cukup sakit hati bagi Tante Alka tapi tak membatasinya untuk terus mendampingi Kalila. Di lain sisi, Kalila membanting pintu kamarnya, mengobrak abrik segala hal yang ada di kamarnya. Tangisan dan teriakan terdengar dari kamar Kalila. Kalila sendiri juga merasa bingung dengan dirinya, ia juga merasa bahwa kali ini ia lepas kendali.

Sudah 1 jam ia menangis, pandangannya pun mulai kabur dan suaranya mulai melirih. Kakinya tiba-tiba saja berjalan ke sembarang arah. Waktu menunjukkan pukul 22.00. Seharusnya sekarang adalah waktu Kal untuk tidur setelah meminum obat rutinnya. Tapi karena perasaannya yang sangat kacau, ia malah berjalan keluar perumahan dengan bayang-bayang ibunya yang menghantui. Menangisi ibunya, ayahnya, kehidupannya, dan dirinya sendiri sangat membuatnya lelah. Kakinya terus berjalan tanpa arah dengan baju tidurnya dan raut muka yang kacau, orang-orang disekitar daritadi  menatapnya dengan penuh prihatin.

Sekarang jam menunjukkan pukul 23.00. Sudah 1 jam Kalila pergi dari rumah dan Tante Alka tak menyadarinya sama sekali. Tante Alka sebenarnya heran karena suara tangisan telah berhenti, tapi ia juga senang akhirnya Kalila tak lagi menangis. “Gapapa, Al. Pasti besok balik kayak biasa, dia cuman butuh waktu” batin Tante Alka. Tak lama setelah ia bergumam seperti itu, ia tiba-tiba merasa khawatir apakah benar Kalila sudah berhenti menangis dan tertidur atau melainkan ada hal lain yang menimpanya? Pikirannya sudah tak karuan.

Tante Alka berusaha membuka pintu yang terkunci dari dalam itu dengan menggunakan kunci serep. Pintu berhasil terbuka, begitu terkejutnya Tante Alka mendapati bahwa Kalila daritadi tidak ada di kamarnya. Sejak suara tangisan berhenti, Kalila sudah kabur entah kemana dan Tantenya tak menyadarinya. Tanpa berpikir panjang, Tante Alka lamgsung berlari keluar. Bahkan ia lupa untuk memakai alas kakinya. Dengan baju tidurnya, ia berlari tanpa arah sambil memanggil nama Kalila dan tangan kanannya sibuk mencari nomer temannya yang bisa membantunya menemukan keponakan kesayangannya itu.

“ADEK KAAALLL”

“KAICAA”

Tak berhenti ia berteriak sambil memanggil keponakan satu-satunya itu. Di dalam hati yang paling dalam Tante Alka terus menerus berdoa agar Kalila dapat segera ditemukan.

Diseberang jalan Kalila samar-samar mendengar suara teriakan Tantenya. Kepalanya mencari-cari dimana arah suara tersebut. Tak lama tatapannya tertuju pada seorang wanita paruh baya yang rambutnya sudah sedikit berantakan dengan keringat mengucur di pelipisnya serta memakai piyamanya yang sudah penuh akan keringat. Netra mereka dengan tidak sengaja bertemu. Kalila ingin menghampirinya namun nahas ia harus melihat kecelakaan yang terjadi pada orang yang ia sayangi untuk kedua kalinya.

“TANTEEE” teriak Kalila dari seberang jalan.

Dengan segera ia menghampiri tantenya yang sudah dikelilingi oleh kerumunan. Ia menangis dan terus mengucapkan maaf karena dirinya tantenya harus terserempet motor ketika hendak menyeberang. Tak butuh waktu yang lama, ambulans pun datang memberikan pertolongan.

Tante Alka dirawat di IGD terdekat. Untungnya tak banyak luka yang didapat dan Tante Alka bisa segera beristirahat dirumah ketika sudah bangun nanti. Kalila yang mendengarnya pun merasa senang, lega, dan aman sekarang. Ia takut jika ia harus kehilangan untuk yang ke-3 kalinya. Setelah kejadian ini, ia merasa bahwa ia harus bisa menjaga Tantenya selalu dan rutin ke psikolog sebagai cara untuk mengatasi trauma yang ia alami selama ini.

Kembali pada tahun 2025

Kini Kalila sudah semakin besar, sudah 5 tahun kecelakaan yang menyebabkan ia kehilangan ibunya berlalu dan juga sudah 1 tahun kejadian yang membuat matanya terbuka bahwa ada seseorang yang selalu berada di sisinya dan bahkan setia membantunya keluar dari trauma yang ia alami. Baginya, tantenya adalah pahlawan di dalam hidupnya. Mungkin jika diberi ranking, ranking 1 Tante Alka, ranking 2 mama dan papa, eh tidak-tidak semuanya berada di ranking 1. Bahkan ia sekarang sudah menganggap Tante Alka sebagai mamanya sendiri. Tak akan lagi ia merasa bahwa mama dan papa sudah tiada karena ia memiliki Tante Alka yang selalu berada di sisinya. Ia sayang pada semua orang yang juga sayang padanya.

“Yang tenang, mama papa sayangku”  

Itulah kata terindah yang keluar dari mulutnya. Mungkin akan ada kata indah lainnya yang akan keluar dari mulutnya. Tapi satu-satu dulu katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun