Tak lama, berita yang tidak ingin Kal dengarkan malah harus ia dengar. Ibunya meninggal, karena kehabisan darah. Kal terdiam. Cukup lama. Hingga akhirnya tangisan deras keluar dari matanya. “Kok pada ninggalin aku semua?” batinnya dengan tangisan yang tak dapat ia berhentikan, bahkan mungkin hingga seminggu kedepan.
Terus dan terus ia menyalahkan dirinya sendiri. Ia tak sanggup untuk ditinggalkan orang yang paling ia sayangi untuk kedua kalinya. Ini tidak adil baginya. Ini juga tidak adil bagi semua korban karena harus kehilangan orang yang mereka sayangi.
Satu tahun pasca kecelakaan
Sudah satu tahun berlalu. Semenjak kejadian itu ia tinggal bersama tante kesayangannya, Tante Alka. Kehidupan Kal berubah 180 derajat. Sering sekali ia teringat oleh kejadian itu dan raut wajah ibunya, cukup membuatnya trauma untuk diingat. Jika Kal diam sekali, maka isi otaknya akan dipenuhi oleh kecelakaan yang menimpanya dan ibunya. Dirinya yang menjadi lebih pendiam dan raut muka yang sedih membuatnya terlihat seperti mayat hidup.
Tantenya, tak pernah lelah untuk mengurusnya bahkan semakin hari perhatianya terhadap Kaica kesayangannya semakin besar. Ia selalu setia disampingnya. Bahkan ketika Kalila dirawat dirumah sakit, tantenya rela pergi kesana langsung dari Semarang menuju tol yang lokasinya sudah dekat dengan Bandung. Ia sayang sekali dengan keponakannya ini. Keponakannya yang cukup ‘ringkih’ di matanya setelah ditinggal oleh sang ayah membuatnya takut jika keponakannya akan lebih parah daripada sebelumnya.
“Adek Kal hari ini gak mau sekolah dulu, kah?”
“Iya, jangan ganggu aku” balas Kalila dengan ketus.
Sering sekali Kalila bolos hingga membuatnya tertinggal banyak pelajaran. Kalila juga tidak terlalu peduli bahwa dia akan tertinggal banyak pelajaran. Yang ia inginkan hanya tidak kehilangan orang kembali, dan mama serta ayahnya dapat kembali. Di lain sisi, tantenya sibuk meminta catatan kepada teman-teman Kal di sekolah. Bahkan ia juga sudah mencari guru homeschooling jika barangkali Kalila ingin belajar tapi juga membutuhkan waktu sendiri. Sesayang itu Tante Alka dengan keponakannya.
Kian hari emosi Kalila menjadi sulit diatur, hingga membuat tantenya memutar otak bagaimana caranya mengendalikan ini semua. Tak lama, tantenya pun memutuskan untuk membawa Kal ke psikolog dan nantinya akan dilakukan check up rutin agar emosinya bisa lebih terkendali. Awalnya kal tidak mau, tapi tantenya bersedia untuk melakukan segala cara demi bisa mengembalikan Kalila yang ceria seperti dulu.
Hari demi hari berlalu, waktu juga terus berjalan. Kalila menjadi lebih terkendali dibandingkan dengan sebelumnya. Mengetahui bahwa Kalila menjadi lebih tenang sekarang membuat hati tantenya menjadi tenang dan damai. Ini lah Kalila yang ia nantikan selama ini. Ia senang Kalila perlahan menemukan kebahagiaannya. Namun terkadang, emosi itu bisa kembali dan meluap bagaikan gunung yang meletus dan mengeluarkan lava serta awan yang sangat hitam. Sama seperti hari ini.