Mohon tunggu...
Lalu KenRaievan
Lalu KenRaievan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Beropinilah dengan bebas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Muhammadiyah dan Pemberdayaan Perempuan

8 November 2022   18:53 Diperbarui: 8 November 2022   19:06 7589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MUHAMMADIYAH DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lalu Ken Raievan 

202110090311022

Laluken0@gmail.com

PENDAHULUAN

Abstrak

Aisyiyah merupakan gerakan perempuan Muhammadiyah yang telah diakuidan dirasakan perannya di dalam masyarakat. Aisyiyah sebagai salah satuorganisasi otonom (Ortom) pertama yang dilahirkan dari rahimMuhammadiyah, yang memiliki tujuan yang sama dengan Muhammadiyah.Aisyiyah memiliki program khusus strategis yang visioner, yaitu terhadap perempuan. Peran dan fungsi perempuan merupakan bagian terpenting dalamgerak roda kehidupan, bidang ini adalah wilayah yang geluti dan ditekuniSunnah sampai sekarang. 

Gerakan Aisyiyah sejak awal berdiri dan dari waktuke waktu terus berkembang dan memberi manfaat bagi peningkatan dankemajuan harkat dan martabat perempuan Indonesia. Pada tahun 1919mendirikan Frobel, sekolah, taman kanak-kanak pertama milik peribumi diIndonesia. Bersama organisasi wanita lain pada tahun 1928 mempelopori danmemprakarsai terbentuknya pederasi organisasi wanita yang kemudian sampaisekarang di kenal dengan KOWANI (Kongres Wanita Indonesia).

Latar Belakang

Perempuan merupakan tulang punggung keluarga dan masyarakat yang berdiri di garda depan dalam membangun generasi bangsa yang tangguh. Pasalnya, perempuan merupakan orang yang pertama kali akan memoles, membina, dan membentuk generasi penerus bangsa tersebut. Oleh karena itu, perempuan dikatakan sebagai madrasah yang pertama untuk putra putrid bangsa. Maka, Muhammadiyah melalui ‘Aisyiyah terus melakukan pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan melalui peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan berlandaskam agama.

Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang berkemajuan, yang ketika penggunaan bangku masih dianggap warisan Belanda yang nota bene disebut kafir oleh ulama pada masa itu, Kiai Ahmad Dahlan membuat terobosan dengan pemakaian bangku di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Ketika Khutbah Jumat masih menggunakan bahasa Arab, Muhammadiyah berani menganjurkan penggunaan bahasa Indonesia dan tidak jarang menggunakan bahasa setempat agar isi khutbah tersebut bisa dipahami oleh masyarakat. KH. Ahmad Dahlan dikenal sebagai Kiai yang moderat dan cenderung melawan arus pada zamannya banyak mengkritik pemahaman masyarakat tentang Islam pada masa itu. Islam sering dituduh telah memberi legitimasi terhadap penyempitan peran perempuan hingga kekerasan terhadap perempuan. Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang cukup mapan menempatkan perempuan setara dengan laki-laki. Kiai Ahmad Dahlan dibantu Nyai Walidah menggerakkan perempuan untuk memperoleh ilmu, melakukan aksi sosial di luar rumah yang bisa disebut radikal dan revolusioner saat itu. Kaum perempuan didorong meningkatkan kecerdasan melalui pendidikan informal dan nonformal seperti pengajian dan kursus-kursus.

PEMBAHASAN

Muhammadiyah dan Pemberdayaan Perempuan

Sebagai paham Islam yang berkemajuan Muhammadiyah harus memiliki keberanian mengambil keputusan terkait persoalan perempuan. Wajah Islam puritan Muhammadiyah tetaplah yang moderat, mengikuti perkembangan zaman dan kultural. Untuk ini diperlukan landasan, wawasan dan perangkat yang memadai sehingga keputusan yang diambil tidak asal berani, tetapi sangat argumentatif dan komprehensif (Subair, 2020).

Organisasi ‘Aisyiyah adalah suatu organisasi otonom Muhammadiyah yang didirikan bersamaan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad pada tanggal 27 Rajab 1335 H, bertepatan 19 Mei 1917 M dan diketuai oleh Sitti Bariyah. Nama ‘Aisyiyah oleh KH. Fahruddin dan diambil agar perjuangan seperti ‘Aisyah istri Rasulullah. Nasiatul ‘Aisyiyah adalah organisasi otonom dan kader Muhammadiyah yang merupakan gerakan keputrian, dan bergerak di bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang berdirinya diawali dengan pembentukan SP (Siswa Praja) dari ide-ide Somodirjo.

‘Aisyiyah dalam perannya untuk pemberdayaan perempuan dan masyarakat, dalam bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Dalam bidang pendidikan, ‘Aisyiyah mendirikan PAUD (Kelompok Bermain dan Taman Kenak-Kanak). Program Keluarga Sakinah juga memberi pengetahuan tentang adab berpakaian muslimah dalam Islam. Dalam bidang kesehatan, ‘Aisyiyah mendirikan RSKIA (Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak). Dalam bidang ekonomi, ‘Aisyiyah membuat suatu program home industry dan lain-lain. Peran Nasiyatul ‘Aisyiyah adalah membekali para remaja putrid pengetahuan dan keterampilan.

Selain itu, ‘Aisiyiyah juga memperhatikan masalah kaderisasi dan pengembangan sumber daya kader di lingkungan Angkatan muda Muhammadiyah (AMM) putri secara integrative dan professional yang mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar ma’ruf nahi munkar menuju masyarakat madani.

Terkait dengan kesetaraan gender dalam perspektif Muhammadiyah, dinyatakan bahwa wanita setara dengan laki-laki . Ini sesuai dengan perlakuan  KH. Ahmad Dahlan yang sangat memperhatikan perempuan untuk dijadikan penerus perjuangan Islam, dan juga menyuruh para wanita untuk bersekolah di sekolah-sekolah milik Belanda (IBTimes, 2020).

Berdirinya ‘Aisyiyah tak luput dari sejarah berdirinya organisasi muhammadiyah. Sejak berdirinya Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan sangat memperhatikan pembinaan kaum wanita. Kaum wanita yang berpotensial untuk berorganisasi dan memperjuangkan Islam akhirnya dididik oleh KH. Ahmad Dahlan. Diantara anak-anak perempuan yang dididik oleh KH. Ahmad Dahlan ialah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busyro (putrid KH. Ahmad Dahlan sendiri), siti Dawingah, dan Siti Badilah Zuber. Dengan diadakan kelompok pengajian wanita dibawah bimbingan KH. Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah (istri KH. Ahmad Dahlan) dengan nama “Sopo Treno”.

Pengajian Sopo Tresno belum merupakan suatu nama organisasi, tetapi hanya sebuah perkumpulan pengajian biasa, untuk member suatu nama yang kongkrit pada suatu perkumpulan. Lalu, berapa tokoh Muhammadiyah seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Mukhtar, KH. Fahruddin dan Ki Bagus Hadikusumo serta pengurus Muhammadiyah yang lain mengadakan pertemuan di rumah Nyai Ahmad Dahlan. Waktu itu, diusulkan nama Fatimah, namun tidak disetujui. KH. Fahruddin mencetuskan nama ‘Aisyiyah yang kemudian dipandang tepat dengan harapan perjuangan perkumpulan itu meniru perjuangan Aisyah, istri Muhammad Saw, yang selalu membantu berdakwah .

Peresmian ‘Aisyiyah dilaksanakan bersamaan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad pada tanggal 27 Rajab 1335 H, bertepatan 19 Mei 1917 M dan ‘Aisyiyah diketuai kali pertama oleh Siti Bariyah. Peringatan Isra’ Mi’raj tersebut merupakan peringatan yang diadakan Muhammadiyah untuk pertama kalinya. Selanjutnya, KH. Mukhtar memberi bimbingan administrasi dan organisasi, sedangkan untuk bimbingan jiwa keagamaannya diberikan langsung oleh KH. Ahmad Dahlan.

Setelah organisasnyai terbentuk, KH.Ahmad Dahlan memberikan pesan untuk para pengurus yang memperjuangkan Islam. Pesan itu berbunyi: 1) Dengan keikhlasan hati menunaikan tugasnya sebagai wanita Islam sesuai dengan bakat dan percakapannya, tidak menghendaki sanjung puji dan tidak mundur selangkah karena dicela. 2) Penuh keinsyafan, bahwa beramal itu harus berilmu. 3) Jangan mengadakan alas an yang tidak dianggap sah oleh Tuhan Allah hanya untuk menghidari suatu tugas yang diserahkan. 4) Membulatkan tekad untuk membela kesucian agama Islam. 5) Menjaga persaudaraan dan kesatuan kawan sekerja dan seperjuangan.

Lembaga ini sejak kehadirannya merupakan bagian horizontal dari Muhammadiyah yang membidangi kegiatan untuk kalangan putrid catau kaum wanita Muhammadiyah.. Komponen perempuan persyarikatan muhammadiyah telah memberikan corak tersendiri dalam ranah sosial, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan yang selama ini menjadi titik tolak tgerakannya.Gerakan ‘Aisyiyah dari waktu ke waktu terus berkembang dan memberikan manfaat bagi peningkatan dan kemajuan harkat dan martabat perempuan Indonesia. Hasil yang sangat nyata adalah wujud amal usaha yang terdiri atas ribuan taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga perguruan tinggi. ‘Aisyiyah adalah organisasi persyarikatan Muhammadiyah yang berasaskan amar ma’ruf nahi munkar dan berpedoman kepada al-Qur’an dan Sunnah.

Pemberdayaan Perempuan dan kesetaraan gender, Sebagai organisasi perempuan yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan, ‘Aisyiyah diharapkan mampu menunjukkan komitmen dan kiprahnya untuk memajukan kehidupan masyarakat, terutama dalam pengetasan masyarakat miskin dan tenaga kerja. Dengan visi “Tertatanya kemampuan organisasi dan jaringan aktifitas pemberdayaan ekonomi keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.. ‘Aisyiyah melalui Majelis Ekonomi bergerak dibidang pemberdayaan ekonomi rakyat kecil dan menengah serta pengembangan-pengembangan ekonomi kerakyatan.

Beberapa program pemberdayaan perempuan diantaranya adalah mengembangkan Bina Usaha Ekonomi Keluarga ‘Aisyiyah (BUEKA) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Saat ini ’Aisyiyah memiliki dan membina Badan Usaha Ekonomi sebanyak 1.426 buah di Wilayah, Daerah dan Cabang Muhammadiyah yang berupa bada usaha koperasi, pertanian, industri rumah tangga, pedagang kecil dan Toko.

Dalam bidang pendidikan, sejalan dengan pengembangan yang menjadi salah satu pilar utama gerakan ‘Aisyiyah, melalui Majelis Pendidikan Dasar dan Mrnengah serta Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan, ‘Aisyiyah mengembangkan visi pendidikan yang berakhlak mulia untuk umat dan bangsa. ‘Aisyiyah memajukan pendidikan (formal, non-formal dan informal) serta mencerdaskan kehidupan bangsa hingga terwujud manusia muslim yang bertakwa, berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, cinta tanah air dan berguna bagi masyarakat serta diredhai Allah SWT. Berbagai program dikembangkan untuk menangani masalah pendidikan dari usia pra-sekolah, sekolah menengah umum dan kejuruan hingga adanya Universitas ‘Aisyiyah.

Dalam bidang kesehatan, ‘Aisiyiyah memiliki rumah sakit, rumah bersalin, badan kesehatan ibu dan anak, balai pegobatan dan pos yandu, semuanya berjumlah 280 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.’Aisyiyah melalui Majelis Kesehatan dan Lingkungan Hidup juga melakukan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat dan penanggulangan penyakit berbahaya dan menular, penanggulangan HIV/AIDS dan NAPZA, bahaya merokok dan minuman keras dengan menggunakan berbagai pendekatan dan bekerjasama dengan banyak pihak. ‘Aisyiyah meningkatkan pendidikan dan perlindungan kesehatan reproduksi perempuan, menyelenggarakan pilot proyect sistim pelayanan terpadu dengan melibatkan lembaga kesehatan, dakwah sosial dan terapi psikologi Islami (Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam, 2020).

Dalam bidang keagamaan ‘Aisyiyah bekerja sama dengan Majelis Tablig untuk menjadi organisasi dakwah yang mampu memberi pencerahan kehidupan keagamaan guna membangun masyarakat madani. Mejelis Tablig mengembangkan gerakan-gerakan dakwah Islam dalam seluruh aspek kehidupan, menguatkan kesadaran keagamaan masyarakat, mengembangkan materi, strategi dan media dakwah serta meningkatkan kualitas mubalighat.

Seiring dengan kesadaran perempuan yang mempertanyakan tentang sejauh mana peran agama dalam memberikan rasa aman kepada perempuan dari berbagai tekanan, ketakutan dan ketidakadilan, maka perlu direspon dengan tafsir keagamaan yang konstekstual dan dinamis.

Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah selagi tidak muncul suatu ketidakadilan dan diskriminasi, baik laki-laki dan perempuan. Ketidak adilan gender termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni marjinalisasi subordinasi (anggapan tidak penting), stereotype (pelabelan negative), violence (kekerasan), dan beban kerja ganda atau lebih. 

Ketidaksetaraan gender yang menimbulkan ketidakadilan ini menyebabkan kerugian bagi laki-laki maupun perempuan. Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang cukup besar dan berpengaruh di Indonesia harus ikut serta menyumbangkan pemikirannya dalam masalah pemberdayaan perempuan ini. Tuntutan ini sebenarnya sejala dengan semangat tajdid (perubahan) Muhammadiyah yang sudah digagaskan oleh KH. Ahmad Dahlan (HESTI, n.d.).

Pandangan KH.Ahmad Dahlan yang tegas terhadap tajdid dan keterbukaanya terhadap perubahan menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang dinamis dan bisa menyesuaikan diri dengan perubahan. Dengan somboyan kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. KH. Ahmad Dahlan bersikap tegas terhadap aspek-aspek cultural yang disebut bid’ah dan sikap taqlid yang membelenggu umat pada hal-hal yang tidak bermanfaat. Penguburan jenazah yang sederhana merupakan suatu contoh yang mengajarkan kepada umat Islam agar berhemat tanpa menghilangkan unsur-unsur yang diajarkan Islam.

Di sisi lain, ini juga membuka Muhammadiyah untuk terbuka dan fleksibel tehadap unsur-unsur inovasi baru yang membawa maslahat, walau dari manapun asalnya inovasi itu, asalkan tidak bertentangan dengan kedua prinsip di atas., yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Ini sejalan dengan keterbukaan KH. Ahmada Dahlan yang beradaptasi terhadap pemikiran dan institusi yang berasal dari colonial barat dan Kristen, seperti pendidikan, kurikulum, pakaian, panti asuhan, dan lain sebagainya (HESTI, 2020).

Pemberdayaan Perempuan Dari Berbagaimacam Bidang

Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang berkemajuan, yang ketika penggunaan bangku masih dianggap warisan Belanda yang nota bene disebut kafir oleh ulama pada masa itu, Kiai Ahmad Dahlan membuat terobosan dengan pemakaian bangku di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Ketika Khutbah Jumat masih menggunakan bahasa Arab, Muhammadiyah berani menganjurkan penggunaan bahasa Indonesia dan tidak jarang menggunakan bahasa setempat agar isi khutbah tersebut bisa dipahami oleh masyarakat. 

KH. Ahmad Dahlan dikenal sebagai Kiai yang moderat dan cenderung melawan arus pada zamannya banyak mengkritik pemahaman masyarakat tentang Islam pada masa itu. Islam sering dituduh telah memberi legitimasi terhadap penyempitan peran perempuan hingga kekerasan terhadap perempuan. 

Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang cukup mapan menempatkan perempuan setara dengan laki-laki. Kiai Ahmad Dahlan dibantu Nyai Walidah menggerakkan perempuan untuk memperoleh ilmu, melakukan aksi sosial di luar rumah yang bisa disebut radikal dan revolusioner saat itu. Kaum perempuan didorong meningkatkan kecerdasan melalui pendidikan informal dan nonformal seperti pengajian dan kursus-kursus.

‘Aisyiyah merupakan organisasi perempuan yang didirikan sebagai jawaban atas pentingnya perempuan berkiprah di wilayah-wilayah sosial kemasyarakatan. Gerakan perempuan Muhammadiyah yaitu ‘Aisyiyah yang lahir tahun 1917 hadir pada situasi dan kondisi masyarakat dalam keterbelakangan, kemiskinan, tidak terdidik, awam dalam pemahaman keagamaan, dan berada dalam zaman penjajahan Belanda. 

Kini gerakan perempuan Indonesia menghadapi masalah dan tantangan yang kompleks baik dalam aspek keagamaan, ekonomi, politik, maupun sosial-budaya. Untuk menghadapi tantangan kompleks tersebut, maka gerakan ‘Aisyiyah dituntut untuk melakukan revitalisasi baik dalam pemikiran maupun orientasi praksis yang mana gerakannya mengarah pada pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan menuju kemajuan yang utama, dan ini dinyatakan secara visioner.

Sebagai sebuah organisasi pergerakan ‘Aisyiyah telah meletakkan pijakan dasar tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan, bahkan sejak didirikan. Hal tersebut mencerminkan bahwa ‘Aisyiyah (Muhammadiyah) telah menempatkan perempuan dan laki-laki dalam peran kemasyarakatan yang setara. 

Oleh karena itu ‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan dari Ortom Pergerakan Muhammadiyah perlu mempertegas visi dan misinya, bukan lagi sekedar organisasi perempuan yang melengkapi organisasi induknya yaitu Muhammadiyah. 

Gerakan ini perlu menyelaraskan dan menegaskan perannya terkait dengan isu-isu perempuan kontemporer seperti; perdagangan perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap TKW, sampai soal kepemimpinan perempuan di sektor publik yang masih belum mendapatkan legitimasi penuh baik secara kultural maupun secara teologis, lengkapnya sebagaimana yang tercantum dalam MDGs (Millenium Development Goals), yang walaupun masa berlakunya sudah limit, akan tetapi program dunia ini masih akan dilanjutkan dalam Sustainability Development Goals (SDGs), dengan 12 program pokok gender, sebagaimana yang tertuang dalam Beijing Platform for Action.

Gerakan pemberdayaan perempuan yang telah banyak dilakukan oleh ‘Aisyiyah seyogyanya tidak dilakukan secara seporadis, tanpa melihat keterkaitan dengan program yang ada lainnya. Pergerakan ‘Aisyiyah haruslah terintegrasi dan komprehensif, dengan mengembangkan orientasi gerakannya bukan sekadar menciptakan kader-kader perempuan yang shalihah secara ritual (fiqhiyyah), namun tidak bisa menganalisa ketertinggalan perempuan ataupun hegemoni tradisi dan tafsir agama yang tekstual (skripturalis) sehingga mengungkung cara berpikir dan bertindak sebagian besar perempuan Islam. 

‘Aisyiyah perlu melakukan reorientasi organisasi yang selanjutnya dikuti dengan penguatan dan optimalisasi praksis sosial, dengan dilandasi teologi al Ma’un, sebagai inspirasi dasar gerakan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Reorientasi ini harus diikuti dengan menciptakan kader-kader yang mampu menciptakan perempuan-perempuan yang shalihah sebagai ulama perempuan yang memahami Al-Qur’an yang mampu mensinergikannya dengan kondisi kekinian.

Gerakan sosial sebagai kebaharuan dalam praksis sosial berkemajuan ini harus dilakukan melalui jaringan kerja sama dengan gerakan perempuan lain, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Masalah perempuan merupakan masalah yang sangat kompleks karena itu membutuhkan kerjasama yang baik agar kehidupan perempuan menjadi lebih baik. 

Didirikannya organisasi gerakan perempuan tentulah dimaksudkan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi kaum perempuan sebagaimana dikemukakan Syafiq Hasyim dalam buku “Bebas dari Patriarkisme Islam” bahwa gerakan perempuan baik di Barat ataupun di dunia Islam memiliki tujuan yang sama, yaitu membebaskan perempuan dari kedudukan yang tersubordinasi, terepresi dan termarginalisasi menuju kedudukan yang seimbang dengan kaum laki-laki.

‘Aisyiyah sebagai organisasi Islam dengan paham keagamaan yang moderat telah mencontohkan bagaimana seharusnya perempuan berkiprah di ruang publik, yang menempatkan perempuan sebagaimana nilai-nilai Islam yang memuliakan dan menjunjung tinggi martabat perempuan. 

Bahwa perempuan tidak sepantasnya hanya mengurusi rumah tangga, namun perempuan memiliki tanggung jawab yang sama dalam tugas-tugas sosial untuk pencerahan dan kesejahteraan ummat manusia dan membawa pandangan bahwa perempuan Islam tidak hanya berada di ranah domestik tetapi juga ke ranah publik, yang sejalan dengan prinsip dan misi Islam sebagai agama yang membawa risalah rahmatan lil-‘alamin.

Dalam kondisi kini, gerakan perempuan ‘Aisyiyah masih sangat dibutuhkan dan dikembangkan keberadaanya khususnya di Indonesia, dengan melihat tantangan dan kondisi sosial politik yang ada saat ini. Berbagai problema yang teramati dan dialami saat ini yang dihadapi perempuan Indonesia juga semakin multiaspek seperti ketidakadilan gender, kekerasan, perdagangan perempuan dan anak, kualitas kesehatan perempuan dan anak yang masih memprihatinkan, kemiskinan, dan berbagai permasalahan sosial lainnya. 

Selain itu, berbagai pandangan keagamaan yang bias gender masih dihadapi dalam realitas kehidupan  masyarakat  sehingga  berdampak luas bagi kehidupan perempuan. ‘Aisyiyah perlu melakukan revitalisasi yang bertujuan untuk  mewujudkan terbentuknya Keluarga Sakinah dan Qaryah Thayyibah (masyarakat utama), yang telah dikenalkan sebagai praksis sosial, dengan strategi community development. 

Dalam konteks Muhammadiyah penguatan gerakan perempuan dalam Persyarikatan melekat dengan misi dan dinamika gerakan Muhammadiyah dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Revitalisasi gerakan perempuan muslim juga sejalan dengan misi Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi kemuliaan perempuan dan kemanusiaan untuk menjadi kholifah dimuka bumi ini dan sebagai perwujudan risalah rahamatan lil’alamin (LP3A, 2018).

SIMPULAN

Posisi Aisyiyah dalam Muhammadiyah adalah sebagai suatu organisasi otonomMuhammadiyah yang di peruntukan untuk perjuangan para wanita muslimah.Karena lembaga ini adalah bagian horizontal dari organisasi Muhammadiyahmaka fungsi dari lembagaa ini sebagai partner gerak langkah Muhammadiyah, dimana asas dan tujuannya tidak terpisah dari induk persyarikatan. Aisyiyah adalahorganisasi persyarikatan Muhammadiyah yang ber azaskan amar ma‟ruf nahimunkar dan berpedoman kepada Al-Qur‟an dan Sunnah.

Gerakan perempuan ‘Aisyiyah masih sangat dibutuhkan dan dikembangkan keberadaanya khususnya di Indonesia, dengan melihat tantangan dan kondisi sosial politik yang ada saat ini. Berbagai problema yang teramati dan dialami saat ini yang dihadapi perempuan Indonesia juga semakin multiaspek seperti ketidakadilan gender, kekerasan, perdagangan perempuan dan anak, kualitas kesehatan perempuan dan anak yang masih memprihatinkan, kemiskinan, dan berbagai permasalahan sosial lainnya. 

Selain itu, berbagai pandangan keagamaan yang bias gender masih dihadapi dalam realitas kehidupan  masyarakat  sehingga  berdampak luas bagi kehidupan perempuan. ‘Aisyiyah perlu melakukan revitalisasi yang bertujuan untuk  mewujudkan terbentuknya Keluarga Sakinah dan Qaryah Thayyibah (masyarakat utama), yang telah dikenalkan sebagai praksis sosial, dengan strategi community development. 

Dalam konteks Muhammadiyah penguatan gerakan perempuan dalam Persyarikatan melekat dengan misi dan dinamika gerakan Muhammadiyah dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Revitalisasi gerakan perempuan muslim juga sejalan dengan misi Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi kemuliaan perempuan dan kemanusiaan untuk menjadi kholifah dimuka bumi ini dan sebagai perwujudan risalah rahamatan lil’alamin.

DAFTAR PUSTAKA

HESTI, L. (n.d.). PERAN MUHAMMADIYAH DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI GERAKAN ‘AISYIYAH NUSA TENGGARA BARAT DI DESA RHEE LOKA KECAMATAN RHEE KABUPATEN SUMBAWA - Ummat Repository. Retrieved November 8, 2022, from https://repository.ummat.ac.id/1573/

HESTI, L. (2020). PERAN MUHAMMADIYAH DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI GERAKAN ‘AISYIYAH NUSA TENGGARA BARAT DI DESA RHEE LOKA KECAMATAN RHEE KABUPATEN SUMBAWA.

IBTimes. (2020). Kyai Ahmad Dahlan dalam Pemberdayaan Perempuan - IBTimes.ID. https://ibtimes.id/kyai-ahmad-dahlan-dalam-pemberdayaan-perempuan/

kesetaraan Gender dalam Pandangan Islam. (2020). http://afi.unida.gontor.ac.id/2020/07/23/kesetaraan-gender-dalam-pandangan-islam/

LP3A. (2018). Gerakan Perempuan Dalam Perspektif Muhammadiyah - LP3A | Universitas Muhammadiyah Malang. https://lp3a.umm.ac.id/id/pages/opini/opini-2.html

Subair. (2020). MUHAMMADIYAH DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN | Subair’s Weblog. https://subair3.wordpress.com/2018/01/02/muhammadiyah-dan-pemberdayaan-perempuam/

  •  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun