Mohon tunggu...
Maulida Husnia Z.
Maulida Husnia Z. Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Belajar menulis kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketimpangan Gender Itu Semakin Kejam Jika Kita Tidak Menyudahinya

4 Oktober 2018   09:45 Diperbarui: 4 Oktober 2018   13:13 3591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Padahal, tingkat pendidikan yang dijalani perempuan tidak hanya mengarah pada karir dan uang, melainkan juga untuk kecerdasan perempuan itu sendiri.

Kecerdasan seorang perempuan (terutama ibu), sangat menjamin kecerdasan anak yang dilahirkannya. Anak akan lebih banyak mewarisi gen kecerdasan dari ibu daripada ayah, karena jumlah kromosom X pada perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Inilah kaitan peran kecerdasan seorang ibu untuk fungsi kognitif anak.

Hal lain yang bisa kita telaah juga bisa berasal dari pemikiran bahwa laki-laki tidak bisa menerima perempuan dengan pendidikan lebih tinggi. Keminderan akan pencapaian diri inilah yang sebenarnya menyebabkan ketimpangan itu ada. 

Paradigma demikian tetap ada hingga sekarang, namun tidak sebanyak dulu. Karena kini lambat laun pemikiran itu dirubah seiring dengan perkembangan kedewasaan intelektual dan rasionalitas.

Pada 2013 The Intelligence Group, lembaga pemerhati perilaku konsumen yang berbasis di Los Angeles, Amerika Serikat, merilis riset yang menyatakan bahwa dua per tiga generasi milenial percaya bahwa kini perkara gender makin buram dan tak berlaku lagi sebagaimana generasi terdahulu memandang serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam survei itu dituliskan bahwa "daripada mengikuti peran gender secara tradisi, kaum muda menafsirkan makna gender menurut pemahaman pribadi mereka masing-masing." Pandangan ini otomatis menipiskan tradisi mengenai gender yang dulunya memiliki garis tegas menjadi semakin netral. 

(Baca: Ketimpangan Gender dan Kendali Perempuan Milenial)

Namun penafsiran itu juga bisa berarti dua hal : penafsiran gender dari tiap individu yang bersifat negatif, dan penafsiran gender dari tiap individu yang bersifat positif.

Negatifnya, masih banyak kita jumpai di belahan-belahan dunia lain yang memiliki kesenjangan gender sangat kental (melebihi di Indonesia). Contohnya di Negara Afghanistan, adanya anak laki-laki sangat berpengaruh bagi derajat keluarga. Maka keluarga yang tidak memilik anak laki-laki akan dianggap rendah dan dipandang sebelah mata.

Perempuan di sana dianggap rendah, dan disepelekan. Sehingga kesenjangan terhadap perempuan di Afghanistan berdampak pada kelangsungan hidup mereka. Apalagi dikhususkan pada perempuan yang tidak bisa memberi anak laki-laki untuk suaminya, seperti Azita Rafaat. 

(Baca : Perempuan Afghan Terpaksa Menyamar jadi Laki-Laki untuk Bekerja)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun