Mohon tunggu...
Maulida Husnia Z.
Maulida Husnia Z. Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Belajar menulis kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketimpangan Gender Itu Semakin Kejam Jika Kita Tidak Menyudahinya

4 Oktober 2018   09:45 Diperbarui: 4 Oktober 2018   13:13 3591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum lebih jauh membahas mengenai kesetaraan dan ketimpangan gender, alangkah baiknya kita pahami dulu apa makna dari gender. Gender, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti jenis kelamin. Kamus sudahlah pasti tidak berbohong, namun dari pengertian inilah terkadang kita dibingungkan dengan hakikat gender itu sendiri.

Padahal, pembahasan gender tidak melulu soal jenis kelamin. Jika jenis kelamin terbentuk secara lahiriah dan dapat dikategorikan menjadi dua berdasarkan fisik (yakni laki-laki dan perempuan), maka jangkauan mengenai gender lebih luas dari itu.

Gender menyangkup banyak hal, diantaranya perbedaan peran, hak, kewajiban, kuasa, dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. 

Selain itu, karakteristik dari gender itu sendiri bersifat kultural, karena terbentuk dari peran sosial dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karenanya gender disini bersifat lokal tergantung letak geografis dan selalu menyesuaikan seiring berjalannya waktu.

Bicara mengenai ketimpangan gender, rasanya sudah pasti bicara tentang derajat perempuan yang cenderung dianggap setingkat dibawah laki-laki. Ketimpangan ini, nyatanya masih marak hingga sekarang. Bahkan, pemikiran masakini yang jauh lebih berbobot dan berkembang pun tidak menjamin paradigma tersebut sirna.

Laporan World Economic Forum, menunjukkan posisi Indonesia berada di urutan ke-88 dalam indeks kesenjangan gender 2016. Ini otomatis membuatnya tertinggal di belakang negara ASEAN lainnya, seperti Filipina, Singapura, Laos, Thailand, dan Vietnam.

Angka kesenjangan gender antara perempuan dan laki-laki di Indonesia mencapai 0,628. Itu berarti, angkanya turun dari peringkat ke-68 pada 2006 silam dengan capaian 0,654. Angka-angka ini diperoleh dari tingkat pendidikan, kemampuan ekonomi, partisipasi politik, dan kesehatan warga yang ada di 144 negara yang disurvei. 

(Baca: Mencari Cara Menyudahi Ketimpangan Gender)

Meskipun sekarang perempuan bisa dikatakan lebih maju dalam hal pendidikan, namun itu tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan bisa terseret kembali ke dalam ranah rumah tangga dan segala tetek bengek-nya. 

Hal-hal kecil yang bisa menjadi penghambat kesetaraan gender kebanyakan berasal dari generasi X (1965-1980) dan baby boomers (1946-1964), yang mana sulit bagi kita untuk menentang.

Hal yang sangat sering kita jumpai mengenai ketimpangan gender yaitu orang tua yang melarang anak perempuannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ini dikarenakan pemikiran bahwa setinggi apapun derajat perempuan, pada akhirnya akan terjun juga dalam ranah rumah tangga dan mengurus anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun