Kejanggalan selanjutnya adalah perang sarung yang dilakukan pemuda-pemuda tersebut tidak pernah sampai di Gedongkuning kata Yogi Zul Fadli selaku bagian dari tim advokasi terdakwa AMH dan HAA. Dugaan salah tangkap ini juga telah dilaporkan ke Ombudsman RI. Pengakuan salah tangkap ini diungkapkan oleh penasihat hukum dan tim advokasi dari masing-masing terdakwa. Selain itu hal yang patut diperhatikan adalah terdakwa FAS menyampaikan pledoi di Pengadilan Negeri Yogyakarta pada Kamis, 20 Oktober 2022 bahwa ia mendapat penganiayaan dari aparat untuk dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan.
Tindak kekerasan yang ia alami di Polsek Sewon diantaranya adalah dipukul, ditendang, dilempar benda keras seperti asbak dan kursi, dan dicambuk dengan selang air. Bukti rekaman CCTV yang ditampilkan juga tidak mampu menunjukkan siapa pelaku sebenarnya. Kepala Pusat Studi Forensik Digital UII, Yudi Prayudi, menyampaikan bahwa bukti rekaman CCTV yang ada hanya bisa menunjukkan jumlah orang yang terlibat, namun tidak bisa menunjukkan secara detail rupa pelaku sebenarnya. Kecurigaan yang muncul adalah hasil rekaman CCTV ini sengaja direduksi sehingga tidak bisa menyajikan data-data yang valid untuk menunjukkan fakta sebenarnya.
Sebuah Kesimpulan
"Harus lapor ke siapa jika aparat melanggar HAM?"
Sejenak pertanyaan ini muncul di benak banyak orang yang kemudian menimbulkan kecemasan jika aparat melanggar HAM dan kita tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah membaca upaya pemerintah yang sudah sangat 'maksimal' dalam melindungi HAM rakyatnya, sudah seharusnya kita sebagai sesama masyarakat sipil meningkatkan solidaritas guna mencegah pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah melalui kaki tangannya. Masyarakat mungkin sudah muak dengan janji-janji kampanye politikus yang terus menerus diingkari. Semoga gubernur dan wakil gubernur DI Yogyakarta yang baru bisa menjadi pemimpin yang lebih baik dari gubernur dan wakil gubernur sebelumnya.
 "Seorang pangeran tidak pernah kekurangan 'alasan yang sah' untuk mengingkari janjinya" -Niccolo Machiavelli
Referensi
BBC News Indonesia. (2012, Juli 23). Komnas HAM: Terjadi pelanggaran HAM berat pasca G30SPKI. Retrieved from BBC News Indonesia: https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2012/07/120723_pelanggaranham
BBC News Indonesia. (2021, September 29). G30S: Perempuan dan propaganda terhadap Gerwani, 'Stigma belum hilang sekalipun mereka sudah tidak memberi label lagi'. Retrieved from BBC News Indonesia: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-58155183
BBC News Indonesia. (2021, Oktober 1). G30S: Tionghoa Indonesia dalam pusaran peristiwa 65 - Pengalaman, kenangan dan optimisme generasi muda. Retrieved from BBC News Indonesia: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-58732398
Blau, S. (2011). Dying for Independence: Proactive Investigations into the 12 November 1991 Santa Cruz Massacre, Timor Leste. The International Journal of Human Rights Vol. 15 No. 8, 1249-1274.