Kasus Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu
Peristiwa G30S/PKI dan Tragedi Setelahnya (1965-1966)
Tragedi G30S/PKI (Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia) yang terjadi pada 30 September 1965 menewaskan 6 jenderal dan 1 perwira serta beberapa orang terbunuh dalam proses perebutan kekuasaan yang 'diduga' dilakukan oleh PKI. Pasca tragedi G30S/PKI tersebut telah menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM besar lainnya. Polanya antara lain, pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, penyiksaan, pemerkosaan, penganiayaan dan penghilangan orang secara paksa. Korban merupakan terduga PKI dan orang-orang yang memiliki afiliasi dengan PKI atau idelogi kiri lainya.
Secara rinci, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan simpatisan pemerintah diantaranya adalah penangkapan paksa kader-kader PKI dan yang diduga sebagai simpatisan komunis dan ideologi kiri lainnya. Pengusiran dan penjarahan juga dialami oleh masyarakat etnis Tionghoa karena mereka dianggap sebagai 'musuh' nasionalisme.Â
BBC News Indonesia banyak memberikan laporan tentang peristiwa salah tangkap dan penyiksaan yang dialami oleh perempuan-perempuan yang dituduh menjadi bagian Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) yang dinaungi oleh PKI. Sebagian besar tindakan 'pembersihan' ini terjadi di Pulau Jawa, Bali, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat. Menurut beberapa laporan, peristiwa kelam ini merenggut setidaknya 450.000-500.000 jiwa.
Penembakan Misterius atau Petrus (1983-1985)
Petrus atau Penembakan Misterius merupakan tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah dengan menembak orang-orang yang dianggap menganggu ketertiban seperti preman-preman dan kriminal. Kejahatan HAM ini terjadi dari tahun 1983-1985 yang diinisiasi oleh pemerintahan Orde Baru. Beberapa orang menganggap hal ini bertujuan untuk memberikan rasa aman pada masyarakat. Namun, dengan kondisi yang seperti ini justru seharusnya masyarakat tidak merasa aman karena negara atau pemerintah yang seharusnya menjadi kawan malah menjadi lawan atau musuh utama.
Sangatlah penting untuk kita yang hidup di era Reformasi untuk membayangkan kelamnya pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya sendiri. Mungkin kebebasan bertato di era sekarang bisa dijadikan sebagai refleksi karena di era Orde Baru orang-orang yang bertato akan dianggap sebagai preman dan akan ditembak secara misterius. Permasalahan utamanya adalah orang-orang yang ditembak ini tidak diadili sama sekali dan hanya berpatokan pada penampilan yang kemudian dengan mudahnya menghilangkan nyawa yang menurut laporan Tempo, berjumlah lebih dari 10 ribu orang.
Tragedi Santa Cruz (1991)
Operasi Seroja (1975) yang menjadi awal masuknya Indonesia ke Timor Timur dengan dalih mencegah pengaruh komunisme dan menghilangkan kolonialisasi Eropa di daerah itu. Invasi dan kolonialisasi Indonesia di Timor Timur atau yang sekarang disebut Timor Leste telah merenggut setidaknya 185.000 jiwa dari kalangan militer dan warga sipil. Salah satu peristiwa besar tentang pelanggaran HAM disana adalah tragedi Pembantaian Santa Cruz.
Pembantaian Santa Cruz (1991) merupakan peristiwa kekerasan yaitu penembakan terhadap kurang lebih 250 massa pengunjuk rasa yang mendukung atas kemerdekaan Timor Timor dari Indonesia. Peristiwa ini terjadi di pemakaman Santa Cruz di Dili, Timor Timor pada pertengan bulan November tahun 1991. Pelaku dari pembantaian ini adalah TNI atau yang saat itu masih disebut ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Penyebab terjadinya peristiwa pembantaian ini yang mana menjadi salah satu tragedi pelanggaran HAM yang cukup besar ini akibat hadirnya salah satu jurnalis asal Australia, Jill Jolliffe.