Mohon tunggu...
Kembara Bumi
Kembara Bumi Mohon Tunggu... -

Kerena ilmu yang masih dangkal mencoba terus belajar, menulis, blogging dan sedang berupaya selalu memperbaiki diri.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berkawan dengan Bencana

12 November 2010   01:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:41 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai contoh, di Jepang, diajarkan bahwa langkah pertama adalah mencari selamat dengan diam di bawah meja dengan bantal di atas kepala. Ini dimaksudkan untuk melindungi kepala dari benda-benda yang mungkin jatuh dan mengenai kepala kita. Ini berbeda dengan di Indonesia, yang terbiasa langsung lari keluar gedung atau rumah yang ditujukan untuk menghindari reruntuhan. Selain itu, di Jepang, sebagian dari mereka juga dianjurkan untuk cepat membuka pintu, namun hanya untuk mempermudah akses keluar setelah gempa berhenti, dan bukan untuk lari keluar gedung.

Langsung keluar gedung dianggap lebih beresiko, daripada diam di bawah meja. Ini mengingat banyaknya gedung-gedung tinggi di Jepang. Bila api kompor masih menyala, sangat dianjurkan untuk lebih dulu mematikan gas, dan kalau api sudah mulai menyala besar sebagai tanda kebakaran mereka mesti mematikan dengan pemadam kebakaran yang harus disediakan di setiap rumah. Dalam buku kecil tersebut juga dijelaskan soal tsunami. Ini dikhususkan bagi mereka yang tinggal di dekat pantai. Begitu terjadi gempa, langkah pertama harus mencari tempat atau lahan yang tinggi. Tsunami biasanya datang begitu cepatnya setelah gempa.

Seluruh prosedur seperti itu sudah mendarah daging pada masyarakat Jepang. Tentu ini merupakan salah satu keberhasilan program penyuluhan antisipasi gempa. Hal ini ditambah lagi dengan peran televisi yang selalu menyiarkan warning yang diberikan lembaga-lembaga riset yang ada. Begitu terjadi gempa, dalam kurang dari dua menit telah ada tulisan di setiap program TV bahwa telah terjadi gempa dengan rincian kekuatannya. Tidak hanya gempa, bencana angin taifu juga selalu mengancam. Namun, angin taifu dapat lebih dini terdeteksi dan disiarkan TV seminggu sebelumnya. Pergerakan angin taifu di pasifik selalu diperlihatkan di layar TV setiap saat, sehingga kita tahu dimana posisi angin taifu. Artinya, masyarakat memang telah disiapkan untuk menghadapi bencana, dengan sistem deteksi dini, sistem diseminasi informasi, serta prosedur standar saat terjadi bencana.

Seperti itulah seharusnya sikap kita dalam menghadapi bencana yang terjadi mengingat bencana adalah kawan kita yang harus dimengerti dan dipahami apa maunya karena kita tidak bisa melawan kekuatan alam yang maha dahsyat, bukan dengan bertahan karena belum ada wangsit atau hal-hal berbau mistik yang biasanya dikaitkan dalam suatu bencana yang terjadi seperti yang masih banyak dipercaya di negeri kita ini.

Kearifan Lokal itu perlu namun kearifan lokal yang tidak diiringi dengan ilmu pengetahuan yang biasanya malah menyesatkan.

Karena itu, hikmah terbesar yang bisa kita ambil dari kasus bencana seperti gempa dan letusan gunung berapi ini adalah bahwa pemerintah Indonesia harus mulai sadar tentang pentingnya mitigasi bencana alam. Dari mulai sistem deteksi dini yang memang mengandalkan riset, sistem informasi darurat, manajemen rehabilitasi bencana alam, serta penyuluhan bencana alam. Bukan dengan selalu membuat alasan bahwa setiap bencana yang terjadi tidak sama dengan bencana bencana yang telah terjadi dahulu. Sebenarnya kita tahu kok bencana apa saja yang selalu mengancam negeri ini. Gempa, tsunami dan Letusan gunung sudah menjadi tema bencana biasa di negeri ini. Jadi ya sama saja. Namun mengapa kita selalu belum siap jika bencana yang sama datang? Ya karena kita tak pernah mempersiapkan dengan serius dan terencana akan hal itu.

Bencana memang di luar kehendak kita, sehingga yang bisa kita lakukan adalah memaksimalkan usaha antisipasi untuk meminimalkan dampak. Tentu, harapan kita adalah bahwa konstruksi fisik, sosial ekonomi, dan politik Bencana mesti bisa lebih baik dari sebelumnya.

Diakhir tulisan ini saya hanya akan mengajak bahwa mulai saat ini selain dari memaksimalkan usaha dalam mitigasi bencana diatas, saya mengajak agar kita lebih sadar dengan lebih berintrospeksi ke dalam diri kita masing-masing. Sebagai orang beragama, Upaya Beribadah, memperbanyak amal baik harus semakin ditingkatkan karena bilamana terjadi bencana yang tidak bisa kita hindari lagi dan kita hanya bisa pasrah atas kehendaknya, sekalipun kematian menghampiri kita, kita sudah siap dengan amal ibadah yang kita punya.

Tulisan ini dapat di lihat juga di http://kembara-bumi.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun