Jepang merupakan negara yang sering mengalami gempa. Kasus-kasus gempa di Jepang tergolong besar, sementara gempa kecil sudah merupakan menu rutin masyarakat Jepang. Bagaimana kita belajar dari mitigasi bencana gempa di Jepang?
Kita bisa terapkan model penanganan gempa di Jepang dengan karakteristik bencana seperti yang terjadi di Negara kita seperti bila terjadi Letusan Gunung berapi.
Model pembangunan pasca Bencana baik itu berupa bencana Gempa atau Letusan Gunung yaitu :.
Pertama adalah langkah penyelamatan dan pemulihan.
Kedua, adalah rekonstruksi.
Rekontruksi yang dimaksud bukan hanya pembangunan rumah tinggal, sarana dan prasarana saja tetapi lebih pada rekontruski yang terencana dengan membuat master plan rumah tinggal, tata kota dan fasilitas umum yang dapat menghindari kita dari ancaman bancana yang bisa datang setiap saat. Misalnya dengan membuat dan mensosialisasikan pembuatan rumah tahan gampa, atau jika diperlukan membuat bungker keselamatan, membuat akses jalan darurat bila terjadi bencana tau apapun itu yang sekiranya dapat meyelamatkan warga dari ancaman bencana.
Contohnya Pada Juli 1995, pemerintah Jepang baru mengeluarkan Hyogo Phoenix Plan, yang tidak saja mengembalikan infrastruktur dan pelayanan sebagaimana sebelum gempa. Lebih dari itu, mereka berorientasi pada creative reconstruction yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan era baru dan masyarakat matang (drive to maturity). Tampaknya mereka meminjam kerangka Rostow dalam model pembangunannya. Mereka punya visi ''mewujudkan masyarakat baru menyongsong abad 21, dan menciptakan kota tahan gempa sehingga warga bisa merasa confident''.
Yang jauh lebih penting adalah cita-cita mature society tersebut, dimana upaya membangun creative civil society yang berbasis kerja sama antara warga dan pemerintah menjadi visi besarnya. Termasuk dalam rekonstruksi ini warga dilibatkan dengan diberi kesempatan membentuk Komite Rekonstruksi yang didampingi konsultan profesional. Mereka sebagai mitra pemerintah dalam rekonstruksi ini. Sehingga, langkah pertama pemerintah dalam rekonstruksi ini adalah mengundang warga mendiskusikan proyek rekonstruksi fisik. Baru pada tahap kedua diskusi sosial-ekonomi.
Dalam tiga tahun, seluruh infrastruktur, seperti jalan, rel kereta api, dan sarana komunikasi lainnya selesai, dan bahkan jauh lebih bagus dari sebelumnya. Begitu pula lapangan kerja dan perumahan baru telah dibuka, serta creative civil society terbentuk. Dan, dari survey terhadap korban bencana, ditemukan bahwa 82,8 persen responden mengatakan sudah pulih. Jadi, tidak hanya rekonstruksi fisik dan ekonomi yang terjadi, tetapi juga rekonstruksi sosial-politik.
Ketiga, adalah keselamatan dan keamanan.
Pemerintah harus mendorong adanya komunitas pencegahan bencana dimana warga disiapkan untuk siap setiap saat ketika terjadi gempa. Selain itu langkah antisipasi bencana kemudian dijadikan agenda nasional dengan mempersiapkan jaringan komunikasi yang lebih baik yang kondusif pada saat-saat darurat. Ini harus dilakukan mengingat kita sadar bahwa langkah pemerintah pada saat bencana terjadi sering dianggap lambat karena karena lemahnya sistem komunikasi darurat. Keterlambatan ini bisa menjadi fatal karena akibat lambatnya penanganan dan sitem komunikasi akan membuat semakin banyaknya korban yang tidak dapat tertolong.
Contoh Jepang yang telah menerapkan Perbaikan sistem ini dan ternyata berhasil yaitu ketika Oktober 2004 lalu, Niigata dihantam gempa. Dalam tujuh menit, angkatan bersenjata Jepang sudah bertindak dan 30 menit kemudian informasi sudah terkumpul. Lalu, pemerintah provinsi lainnya, Hyogo, langsung mengirim ahli pemulihan gempa, pembangunan perumahan darurat, menilai tingkat bahaya rumah yang rusak, menyediakan tim kesehatan, serta pelayanan spiritual dan psikologi.
Model penyuluhan gempa
Masyarakat dituntut harus lebih sadar dan waspada bahwa betapa bencana setiap saat mengancam dan untuk itu diberikan Model penyuluhan untuk mengahadapi bencana seperti letusan gunung atau gempa. Langkah-langkah praktis dalam menghadapi bencana harus dikenalkan di sekolah-sekolah dasar, hingga keseluruh kelurahan bahkan masyarakat terpencil yang banyak tersebar di Negara kita termasuk bagi setiap warga asing yang akan tinggal di Indonesia. Selain berupa peragaan, harus juga dibikin dan disebarkan buku kecil yang berisi prosedur darurat gempa dalam bentuk gambar dan tulisan yang singkat, padat, menarik, dan mudah dipahami.