Mohon tunggu...
Felix Milerivan Marcel
Felix Milerivan Marcel Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Dari kami yang berusaha memberikan tulisan yang menarik dan informatif

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

"Membakar" Uang demi Kebahagiaan dalam Permainan Online

8 November 2020   23:37 Diperbarui: 9 November 2020   17:30 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada era modern saat ini, perkembangan teknologi sangat memudahkan manusia dalam melakukan berbagai macam aktivitas, tidak terkecuali perkembangan di bidang hiburan khususnya permainan.

Jika kita mengenang masa kecil, permainan harus dilakukan secara tatap muka atau bertemu langsung dengan pemain teman yang ingin bermain juga. Namun kini melalui perkembangan teknologi, permainan bisa didapatkan hanya dengan bermodalkan smartphone maupun komputer.

Dengan tambahan fitur online kita tidak perlu lagi harus bertatap muka dengan lawan main, bentuk permainan ini lebih dikenal dengan nama game online.

"Game online merupakan permainan komputer maupun smartphone yang dimainkan melalui beberapa bentuk koneksi internet atau media telekomunikasi lainnya"

Bermain game online memang memberikan keuntungan bagi diri sendiri maupun pelaku industri. Pasar game online sendiri didapati melebihi pendapatan dari industri film, dan bermain game online sudah menjadi aktivitas pengisi waktu luang yang paling sering dilakukan di dunia (Baumgarten dalam Souza dan Freitas, 2017).

Meski menguntungkan, bermain game bisa menjadi kurang menguntungkan. Seringkali remaja bermain game online secara berlebihan sehingga menimbulkan berbagai permasalahan terutama ekonomi. Perkembangan teknologi membuat seseorang dapat membelanjakan uang mereka di dunia nyata untuk membeli game maupun benda atau item yang tersedia secara virtual.

Aksesoris atau peralatan-peralatan khusus, karakter ekslusif, skin/costume serta segala sesuatunya yang hanya bisa didapatkan dengan melakukan pembelian, eksklusivitas tersebut tentu dapat membuat seseorang menjadi ingin memilikinya, dan fenomena ini dikenal sebagai konsumsi virtual atau virtual consumption atau microtransaction.

Adanya kepuasan dan kesenangan yang diperoleh ketika melakukan microtransaction dapat membuat remaja ingin mengulanginya lagi, dan ketika remaja mulai menghabiskan uangnya secara berlebihan untuk melakukan microtransaction.

Pada kali ini kami berkesempatan untuk mewawancarai seorang remaja yang pernah melakukan hal negatif demi mengisi virtual wallet dengan nominal hingga totalnya 5 juta rupiah dengan cara "carding".

Kami juga berhasil mewawancarai tiga narasumber lainnya selaku pemain game online yang rata-rata merupakan seorang pelajar/mahasiswa, dan dari wawancara tersebut kami mendapati beragam cerita unik mereka.

Rela Menahan Uang Jajan Selama 2 Minggu
Untuk memahami tujuan dan alasan pemain game melakukan microtransaction, kami menjalin kontak dengan beberapa narasumber yang bersedia menceritakan pengalamannya. Narasumber pertama, seorang pemuda berumur 21 tahun dengan nama R (nama samaran) menjelaskan ia mulai melakukan pembelian virtual di game sejak ia memiliki kartu ATM di umur 17 tahun.

R juga menjelaskan alasannya menghabiskan uang adalah sebagai bentuk apresiasi kepada tim pengembang dan perancang game yang ia mainkan. R menambahkan, untuk sebuah permainan yang dirilis secara gratis, mereka tentu saja perlu mendapatkan keuntungan darinya, salah satu caranya adalah melalui microtransaction.

Ketika ditanya mengenai prioritasnya dalam menggunakan keuangannya untuk hal yang lebih penting, R menjelaskan bahwa dirinya sudah memiliki alokasi tersendiri untuk hiburan, dan ia tidak terlalu khawatir mengenai biaya kebutuhan hidupnya karena sudah terpisah sendiri.

Alokasi hiburan ini jika tidak digunakan untuk keperluan game, ia habiskan untuk mengikuti acara atau membeli produk hiburan lainnya. R juga menceritakan bahwa ia pernah menahan dirinya untuk jajan di sekolah selama 2 minggu demi menabung untuk membeli sebuah produk di game yang ia mainkan.

Ingin Menjadi "Sultan"
Narasumber selanjutnya bernama Z, ia merupakan seorang pelajar tingkat SMP. Alasan dirinya melakukan microtransaction adalah senang ketika dapat membeli skin/costume maupun segala sesuatunya dalam permainan Mobile Legends. Menurutnya, skin/costume yang dijual pada game tersebut sangat keren dan dia ingin dianggap sebagai "sultan" pada game tersebut karena memiliki skin dan item berbayar lainnya sehingga terkesan keren.

Hingga Melakukan Cara Ilegal
Normalnya para pemain game akan mengubah uang dunia nyata mereka untuk menjadikannya saldo uang virtual dan membeli game, namun berbeda dengan "D", seorang mahasiswa yang mengaku pernah melakukan tindakan ilegal agar dapat melakukan microtransaction, yaitu dengan cara "carding".

"D" menjelaskan bahwa dia bermain game sejak kelas 1 SMP, dan memulai top up/microtransaction pada salah satu game online yang bernama Lost Saga. "Yang membuat saya melakukan top up adalah untuk mendapatkan item langka yang saya inginkan, selain bisa menaikan rasa percaya diri saat bermain, item langka juga bisa dijual kembali dengan harga yang tinggi di kemudian hari" jelasnya.

Tak hanya membeli kebutuhan game dengan uangnya sendiri, "D" menceritakan bahwa pernah melakukan carding yang dimana menggunakan kartu kredit orang lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

"Pernah melakukan carding bersama teman saya untuk Steam Wallet (dompet virtual untuk membeli game) kurang lebih 2 juta rupiah untuk membeli Compendium TI Dota 2 tahun 2014, kemudian item yang saya dapatkan dijual kembali untuk mendapatkan uang dunia nyata" tuturnya.

Tak hanya sekali saja, pada tahun 2015 dia melakukan tindakan yang sama, namun pada percobaan tersebut berujung pembekuan akun Steam (penyedia layanan game) karena terdeteksi melakukan cara ilegal.

Mengapresiasi Developer
Tidak selalu negatif, terbukti dengan narasumber ke 4, bernama N, seorang mahasiswa yang gemar bermain game online. sudah melakukan top up sejak tahun 2018 dan ia senang melakukan pembelian atau top up tersebut.

N memiliki alasan bahwa jika dirinya sudah menyukai suatu game, dia ingin menghabiskan waktu yang cukup lama untuk bermain game tersebut dan mencapai batasnya. Baginya, game ialah hobi dan ia tidak menyesali melakukan pembelian tersebut.

Meskipun senang bermain game, ia tidak selalu membeli di semua game. Setidaknya ada beberapa standar pribadi yang ia putuskan sendiri untuk membeli sesuatu di dalamnya. Misalnya jika bagi narasumber kami, game tersebut memiliki mekanisme bermain yang baik dan menarik serta memiliki cerita yang bagus.

Ada satu cerita menarik saat narasumber kami melakukan pembelian, yaitu saat game memberikan karakter yang salah sehingga diberikan kompensasi berupa karakter yang lain dan uang dalam game dikembalikan

Perkembangan teknologi memang mengubah berbagai hal di dunia, tidak terkecuali dalam dunia permainan yang saat ini popularitasnya cenderung naik. Selain mencari kesenangan dari gameplay-nya, mereka yang bermain permainan virtual khususnya game online tidak jarang tergoda dengan benda-benda kosmetik dan aksesoris yang disediakan developer game untuk menunjang permainan.

Tidak jarang juga barang tersebut dijual dengan harga yang tidak murah sehingga menyebabkan banyak dari pemainnya melakukan berbagai cara untuk mendapatkannya. Mulai dari menahan uang jajan hingga melakukan tindakan ilegal dilakukan oleh para pemain demi mendapatkan barang tersebut.

Motif mereka pun bermacam-macam mulai dari demi kesenangan, bentuk apresiasi hingga ingin dicap "sultan" menjadi alasan mereka untuk membeli barang virtual tersebut. 

Mengeluarkan sejumlah uang untuk kesenangan di permainan virtual memang sah-sah saja namun ada baiknya jika tidak berlebihan bahkan sampai melakukan cara ilegal yang tentunya dapat berakibat buruk kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun