Mohon tunggu...
Inge
Inge Mohon Tunggu... -

Menyenangi KESEDERHANAAN. EGO tidaklah sederhana tetapi CINTA.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

[MPK] Cermin

12 Juni 2011   00:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:36 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu. Selama kehidupan masih berputar, selama harapan masih kita apungkan, segalanya masih mungkin terjadi.”

Anak itu terdiam dan terdengar desahan lembut dari bibirnya saat kemudian kulihat kedua kelopaknya tertutup.

Selamat tidur, Sayang,” bisik sang ibu lirih lalu beranjak dari kamar itu.

Keheningan kembali terasa menyelimuti kamar dan pandanganku tak bisa beralih dari anak yang tertidur itu. Begitu mendamaikan, kasih sayang dalam kesedihan di antara mereka yang kurasakan hingga membuatku menangis.

Ternyata masih ada entah di belahan bumi yang mana, kedamaian itu. Kedamaian yang hanya bisa tercipta oleh hati yang mapan. Hati yang penuh kasih sayang yang tanpa cela, tulus tanpa prasangka dan murni seperti embun pagi. Tiada perasaan cemas dan ketakutan akan kekacauan jiwa manusia, musibah, bencana dan kemurkaan yang seolah-olah semakin ramai di usia bumi yang semakin tua karena peradaban manusia sendirilah yang memungkinkan terkikisnya nilai-nilai kehidupan yang hakiki.

Aku menangis lagi. Aku berpikir tentang mereka. Bagaimana sebuah keluarga yang sebenarnya patut untuk mendapatkan kebahagiaan sebagai satu kesatuan yang utuh dapat hancur sedemikian rupa. Terpisah dan tentu saja menyakitkan. Anak yang tertidur itu, betapa ingin aku memeluknya sekedar memberikan kenyamanan seperti yang diberikan ibunya. Ingin sekali kupecahkan cermin ini dan berbaur dengan mereka.

Ya. Jika dapat, ingin rasanya aku berada di sana.

Cermin, aku ingin berlama-lama memandangnya,” kataku kepada cermin karena aku ingin menikmati kedamaian dalam tidur anak itu.

Kulihat kemudian kepala anak itu bergerak dan kelopak matanya terbuka. Mungkin dia terbangun oleh tangisanku. Pandangannya itu kemudian langsung beradu dengan mataku. Aku tersenyum walaupun air mataku belumlah kering.

Aku yakin, entah bagaimana caranya dia telah melihatku, seperti ada tali yang terulur dari keinginan terdalamku yang mencapai perasaannya dan aku ingin sekedar menyapanya. Atau jika dapat aku ingin mengatakan padanya bahwa aku sangat menyukai lagu nina bobo itu dan betapa aku ingin pula menjadi bagian dari mereka, memberantas habis kesedihan yang mereka rasakan.

Tapi kemudian kulihat kedua mata anak itu terbelalak, kelihatan terkejut dan terguncang sebelum kedua tangannya menutup keseluruhan wajahnya dan gemetar ketakutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun