Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkades: Sudah Siapkah Kita?

21 Juni 2021   16:32 Diperbarui: 21 Juni 2021   16:44 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabupaten Sumba Barat Daya di Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini tengah mempersiapkan dirinya menghadapi Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak tahun 2021. 

Tidak tanggung-tanggung ada 103 desa dari 173 desa di wilayah tersebut yang akan ikut dalam Pilkades kali ini. rinciannya, 4 desa PAW, 48 lainnya adalah menggantikan PJ Kades dan sisanya menggantikan kepala definitive. 

Proses dan tahapannya sendiri sudah dimulai sejak 5 Mei lalu dan kini memasuki tahapan dan proses verifikasi dan penilitian berkas para bakal calon hingga tanggal 3 Juni mendatang sebelum pelaksanaan Pilkades yang direncanakan akan digelar pada tanggal 30 Juni nanti. 

Walaupun terkesan lambat dari jadwal sebelumnya (Permendagri 72 Tahun 2020) akibat pandemi namun di satu sisi apresiasi harus kita berikan kepada pemerintah yang mau menjalankan amanah UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa,Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2014 yang kemudian diubah menjadi PP nomor 47 tahun 2015.

Pilkades sendiri memiliki urgenisitas yang tidak dipandang sepele. Pasalnya, Pilkades adalah bentuk demokrasi paling kecil dalam tataran pemerintahan yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin di desanya. Bahkan keberadaan Pilkades bagi kebanyakan orang dipandang setara dengan Pilkada. 

Apalagi prosesnya selalu saja diwarnai dengan intrik kepentingan dan gejolak politik orang dan kelompok tertentu yang tentunya membuat Pilkades selalu menjadi sorotan banyak pihak.  

Terlebih pilkades adalah pintu masuk bagi masyarakat mendapatkan pendidikan politik praktis untuk dijadikan batu loncatan menghadapi pemilu dalam scope yang lebih luas.

Namun sama seperti dengan pemilu lainnya, pilkades yang dilaksanakan tidak selalu mulus selalu saja ada masalah yang akan menyertainya. Bahkan tidak jarang masalah tersebut sudah terlihat sejak wacana Pilkades ini bergulir. Hal ini juga terjadi kala kita berbicara dalam konteks Kabupaten Sumba Barat Daya yang sebentar lagi akan menghadapi pilkades. 

Aroma konflik sudah tercium walaupun baunya tidak begitu tajam dan tulisan ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah realitas yang hemat penulis perlu disingkap sedini mungkin sebagai awasan bagi para penyelenggara maupun masyarakat sendiri agar Pilkades tidak hanya mampu melahirkan pemimpin yang mampu memberikan warna perubahan bagi desa masing-masing tapi juga memberikan rasa nyaman dan damai bagi para pemilik Negeri ini.

Pilkades Sarat Kepentingan

 Tidak ada menyangkal bahwa pelaksanaan pilkades yang terjadi bukan saja di Sumba Barat Daya pada tahun 2021 ini (Setidaknya ada 224 Kabupaten di 9 Provinsi dan 37 Kota) akan penuh dengan kepentingan. 

Kepentingan/Interest ini sebagaimana diawal telah disinggung penulis telah terjadi sejak awal wacana Pilkades ini digulirkan mulai dari pembuatan aturan dan kebijakan hingga implementasinya di lapangan. 

Perda dan Perbup yang dihasilkan tentu melalui proses yang panjang. Tidak hanya saat pembuatannya saja tapi juga saat pembahasannya di Ruang Sidang bersama Legislatif. 

Setiap Legislator yang ada di Legislatif prinsipnya hadir untuk menyuarakan kepentingan rakyatnya atau seperti kata Prof Miriam Budiardjo, keputusan-keputusan yang diambil badan ini (Legislatif) merupakan suara dari authentic dari general will itu (2007:315). Dengan keterwakilan yang demikian, suka atau tidak suka, kepentingan selalu menyertainya. 

Terlebih lagi jika suara mereka adalah suara rakyatnya yang sebentar lagi siap mencalonkan diri sebagai Kepala Desa. Semua pembicaraan akan bermuara pada kepentingan tersebut walaupun di satu sisi harus berbenturan dengan kepentingan legislator lainnya. Perbedaan semacam ini dirasa wajar dan mutlak terjadi di Negara demokrasi. 

Itu belum termasuk benturan dengan kepentingan Eksekutif sendiri maupun kepentingan mereka yang telah menjadikan pilkades sebagai test case untuk Pilkada tahun 2024 mendatang. 

Tidak mengherankan jika dalam setiap proses pilkades hingga pada penetapan calon oleh panitia selalu disertai intrik kecil. Kepentingan kecil setiap elemen menjadikan pilkades ini cukup seksi untuk dibahas dan ditelaah lebih jauh sebagai tolok ukur kedewasaan masyarakat dalam berpolitik.

Perbedaan Penafsiran Aturan Jadi Sumber

Benturan akan kepentingan ini lebih lanjut tidak bisa dilepaskan dari peran persepsi masing-masing elemen dalam menafsirkan aturan yang dibuat. Hal ini dirasa wajar karena aturan yang dibuat baik itu Perbup maupun tatib sebagai instrument pelaksanan Pilkades cenderung multi tafsir. 

Beberapa point multi tafsir itu termasuk indicator pencalonan yang memakai perangkingan berdasarkan pengalaman kerja, usia dan pendidikan yang hemat penulis menjadi sumber persoalan dalam proses pilkades kali ini. 

Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya pertanyaan dan laporan yang diajukan Panitia Tingkat Desa, bakal calon maupun massa pendukung kepada panitia tingkat Kabupaten selama kurun waktu 3 hari belakangan. 

Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa yang sebelumnya sepi, belakangan menjadi ramai karena didatangi warga. Tidak hanya itu, kecenderungan panitia yang tidak menjaga netralitasnya selama proses pendaftaran hingga verifikasi berkas sebelum penetapan pun jadi sorotan publik. 

Panitia terlanjur vulgar tampil jadi pahlawan kesiangan dengan mengumumkan para calon yang lolos verifikasi kepada masyarakat sebelum waktunya. 

Imbasnya, proses pilkades yang semula dianggap aman perlahan-lahan berubah ricuh. Bahkan beberapa bakal calon pun tidak sungkan mengadukan Panitia desanya kepada Pihak Panitia tingkat Kabupaten.

Realitas ini sendiri belum termasuk dengan Rekomendasi bebas temuan sebagai syarat bagi kepala desa incumbent dan aparat desa yang saban hari terus dipertentangkan. Bahkan dalam forum resmi sejumlah Anggota DPRD setelah adanya Perbup yang sebelumnya disetujui bersama meminta ada perubahan terkait hal itu. 

Rata-rata menyebut bahwa rekomendasi tersebut memberatkan para bakal calon kepala desa dimana mereka harus menggantikan uang kerugiannya sebelum mencalonkan dirinya kembali menjadi kepala desa. Hal ini memang cukup unik dan membingungkan masyarakat sendiri. 

Pasalnya, perbup yang memuat poin rekomendasi adalah hasil kesepakatan bersama dua lembaga Negara tersebut namun kemudian diupayakan untuk diubah di tengah jalan. Beruntungnya, hal itu tidak terjadi. Penulis tidak bisa membayangkan bagaimana wajah dua lembaga itu jika akhirnya permintaan tersebut diakomodir.

Pilkades Tolok Ukur Pilkada ke Depan

Sejumlah fakta diangkat penulis sebelumnya memang beberapa poin saja dari sejumlah poin penting lainnya untuk menakar perjalanan pilkades sebelum pencoblosan pada tanggal 30 Juni nanti. 

Hal ini penting untuk merefleksikan kembali keberadaan Pilkades ini dengan pertanyaan cukup sederhana Apakah kita sudah siap untuk melaksanakan Pilkades? 

Kesiapan adalah modal utama untuk pelaksanaan pilkades ini. Kesiapaan ini bukan semata penyelenggaranya tapi juga istrumen aturan hokum yang mendasarinya. 

Perubahan dan pembenahan aturan secara gradual di titik tertentu sudah membuktikan ada ruangan kosong ketidasiapan kita dalam menyelenggarakan Pilkades ini. cukup sederhana? 

Tentu tidak, banyak instrument lain yang penting juga diangkat diakhir tulisan ini seperti kebiasaan masyarakat menjadikan moment pilkades sebagai ajang perjudian bahkan menghadirkan calo baru pemilu sebagaimana marak terjadi di Pilkada tahun 2018 lalu. Padahal pilkades yang dilakukan kali ini hemat penulis merupakan tolok ukur dalam menyiapkan Pilkada di tahun 2024. 

Trauma politik bertahun-tahun yang dialami masyarakat sudah barang tentu harus diakhiri bukan terus diulang dalam setiap ajang politik yang ada. 

Masyarakat butuh pemimpin yang berkualitas dengan proses yang bebas dari kepentingan orang, kelompok tertentu dan semuanya harus dimulai dari Pilkades. Lalu mampukah kita menyukseskan Pilkades ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun