Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paskah di Tengah Badai Corona, Ujian Berat bagi Perantau

13 April 2020   09:17 Diperbarui: 13 April 2020   09:20 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hal ini menunjukkan bahwa jelas Indonesia yang semula percaya bahwa covid hanyalah virus biasa yang dampaknya tidak seperti flu burung kini mulai menyadari pentingnya mawas diri. 

Segala kebijakan telah ditelurkan walaupun belum ada tanda-tanda lockdown seperti yang sudah dilakukan beberapa negara di dunia. Ketakutan akan stabilitas negara terganggu menjadi alasan utamanya. 

Apalagi pemberlakuann lockdown akan membawa Negara ini pada titik nadir perjalanannya. Ekonomi akan mandeg, kestabilan politik dan sosial budaya akan terganggu, imbasnya masyarakat tidak bisa lagi melanjutkan hidupnya sebagaimana yang diharapkan. 

Sehingga pilihan memangkas rencana belanja yang bukan belanja prioritas dalam APBN maupun APBD, menjamin ketersediaan bahan pokok sekaligus memastikan terjaganya daya beli masyarakat, program padat karya tunai diperbanyak dan dilipatgandakan, dan termasuk menjaga pintu masuk dan keluar bagi para pelancong ataupun masyarakat yang bepergian menjadi logis di titik ini. 

Lalu bagaimana dengan para perantau? hingga saat ini menjadi perdebatan tersendiri pasalnya Pemerintah Pusat masih mengijinkan masyarakatnya mudik namun di sisi lain ada pemerintah di daerah juga yang melarangnya. 

Tidak heran jika muncul banyak penolakan dari warga saat sanak saudaranya kembali ke kampungnya. Keambiguan kebijakan di titik ini sekali lagi menjadikan para perantau sebagai korbannya. 

Bagaimana tidak, di saat umat kristiani merayakan paskah bersama keluarga mereka harus diperhadapkan pada situasi dilematis dimana mereka harus mengikuti instruksi pemerintah untuk tetap stay di wilayahnya dengan konsekuensi tanpa pekerjaan (akibat kebijakan work at home) sedangkan di lain sisi mereka juga butuh makan untuk keluarganya. 

Tidak hanya itu, ketakutan untuk menyebarkan virus kepada orang lain di kampung menjadi alasan mereka untuk tetap tinggal walaupun keinginan untuk kembali itu ada. Kondisi ini membuat moment Paskah sebagai moment pembebasan menjadi hambar, tidak menarik dan mungkin juga chaos. 

Iya pembebasan paskah Tuhan di hari paskah ini seolah memiliki syarat dan syaratnya ditentukan oleh manusia. Bahwa pandemi corona adalah sebuah hal yang perlu diwaspadai tapi tidak kemudian menembus keinginan para perantau untuk kembali. 

Sisi kemanusian perlu juga dilihat dan menjadi pertimbangan tersendiri karena bagaimanapun nilai kemanusian menjadi paling utama di titik ini. Iya seperti Yesus yang mengajarkan kepada kita untuk selalu menjaga tradisi dan hukum cinta kasih maka kita pun harus bersikap demikian walaupun di titik ini kita pasti masih sulit menerimanya. 

Kehadiran Pandemi covid 19 menjadi momok dan membuat kita lupa bahwa diatasnya masih ada Yang Esa Yang Kekuatannya Tidak Bisa Dideskripsikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun