Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Uma Pande, Rumah Anak yang Ditinggal Pergi

7 Agustus 2019   11:24 Diperbarui: 7 Agustus 2019   18:31 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Rumah Anak Uma Pande | Dokumentasi Pribadi

Waktu masih menunjukkan pukul 14.00 WITA kala itu. Tidak heran jalanan di Kota Tambolaka masih padat dengan kendaraan, baik roda dua maupun empat.

Begitupun dengan arus lalu lintas di sepanjang jalan utama Tambolaka-Waikabubak. Bahkan di kawasan pasar Waimangura-Kec. Wewewa Barat, banyak kendaraan harus rela mengantre. Maklum hari itu adalah hari pasar yang membuat semua kendaraan menumpuk di sisi kanan dan kiri badan jalan.

"Ramai betul hari ini,"celetuk Edi Beren, teman wartawan Timor Express saat kami sedang dalam perjalanan menuju dusun III di desa Wee Limbu-Wewewa Timur yang berjarak hampir 30 an kilo dari Tambolaka-Ibukota Kabupaten Sumba Barat Daya,NTT.
Iya kehadiran kami di desa hari itu hanya untuk melihat lebih dekat aktivitas anak-anak di Uma Pande (Rumah Pandai). 

Uma Pande sendiri adalah sebuah rumah kecil yang menampung anak-anak usia 2-16 tahun untuk belajar dan bermain bersama. Selain mengakomodir anak-anak yang memiliki orang tua di desa, Uma Pande juga mengakomodir anak-anak yang orang tuanya memutuskan pergi keluar daerah untuk bekerja.

Dalam perjalanan, cerita seputar uma pande selalu menjadi topik utama kami padahal sebelumnya uma pande hanya jadi referensi tambahan kami jika gagal menemukan bahan dan data yang mestinya diliput. 

Iya uma pande hanya cerita terlepas yang semestinya disatukan dalam keinginan kami melihat orang sumba berhenti bekerja di luar daerahnya s karena bagi kami, sumba itu surga.

Walaupun butuh waktu lama untuk tiba di tempat tersebut karena harus melalui jalanan yang mulai rusak namun hal itu tidak membuat kami harus berhenti dan kembali. 

Malah membuat kami bertambah semangat untuk terus menelusuri jalanan di bawah terik matahari siang itu, walaupun harus diakui capai dan lelah tidak henti-hentinya menggerogoti tangan dan kaki kami.

"Masih jauh abang,"tegur Mindo Soares wartawan TVRI menghentikan percakapan kami sekaligus mengingatkan kami kalau tempat yang dituju masih 2-3 kilo lagi. 

Iya dirinya memang sempat pergi ke Uma Pande beberapa waktu lalu namun belum sempat meliputnya aktivitas di tempat itu. Darinya lah cerita uma pande bermula membuat rasa penasaran membuncah dan menuntut kami hadir lagi ke tempat itu.

2 jam perjalanan tidak terasa lagi, jalanan putih di simpang sudah terlihat pertanda Uma Pande semakin dekat. Dan dari kejauhan, suara anak-anak bernyanyi mulao kedengaran. 

Memecah suara bising kendaraan yang melintas di jalanan dusun itu. Sedangkan beberapa aparat desa dan ibu PKK terlihat berjaga menantikan kehadiran kami.

"Selamat datang kembali,adik,"sapa Plt. kepala Desa Wee Limbu, Pieter Alfian Yulius Rewa sembari menyodorkan tangannya kepada kami bertiga diikuti oleh mereka yang lainnya.

Sapaan yang menyejukkan tentunya membuat kami hari itu bak raja yang sedang dinanti. Rasa bahagia tergambar jelas di wajah kami, walaupun tanpa kata yang terucap.

Masing-masing kami mulai mengeksplore tempat itu, melihat seperti apa Uma Pande dan segala aktivitasnya.

Hanyalah Rumah Biasa

Foto Rumah Anak Uma Pande | Dokumentasi Pribadi
Foto Rumah Anak Uma Pande | Dokumentasi Pribadi
Uma Pande dari tampilannya tidaklah luar biasa. Sama seperti rumah orang sumba umumnya. Berdinding bambu, beratapkan alang-alang dengan 4 buah pilar sebagai penyangganya dan dilengkapi balai kecil sebagai tempat peristrahatan sejenak. Bedanya hanyalah perlengkapan yang ada di dalamnya. 

Jika rumah panggung biasanya diisi dengan tempat tidur dan perlengkapan rumah tangga maka di Uma Pande hanya berisi lemari dengan beragam buku anak-anak dan sejumlah karya anak seperti puisi, tas dari barang bekas dan bunga yang dipajang memenuhi dinding bambu. 

Bukan itu saja, ada pula gambar-gambar hewan yang dibiarkan menggantung begitu saja membuat rumah panggung itu seperti tempat bermain bagi anak-anak.

Raut muka ceria pun tampak sekali terlihat pada anak-anak yang hadir. Beberapa diantaranya terlihat tertawa lepas seolah lupa dengan situasi rumit yang mereka alami selepas orang tuanya pergi. Semua larut dalam nyanyian dan yel-yel yang diberikan tutor mereka.

"Jika dihitung semuanya ada 30 orang yang setiap jumadnya hadir disini. Dan dari jumlah itu sebagiannya adalah anak-anak yang ditinggal pergi orang tuannya,"ujar pendiri Uma Pande, Yohanes Lelu Bili.

Keprihatinannya terhadap kondisi psikis anak-anak korban migran membuatnya merasa sangat terpukul dan memutuskan mendirikan Uma Pande sejak tahun 2018 lalu. 

Iya anak-anak ungkapnya merasa sangat minder dalam pergaulannya bahkan ada yang tidak merasakan kebahagian sebagaimana yang dirasakan oleh teman seusianya. 

Anak-anak ungkapnya lebih banyak berdiam dalam rumahnya dan merasa ditinggalkan. Padahal di usia seperti itu, anak-anak sebutnya harus dijejali dengan kegiatan belajar sambil bermain.

"Walaupun tidak bersekolah di jalur formal mereka bisa merasakan dunia sekolah di sini (Uma Pande) dengan beragam ilmu yang mereka peroleh. Sehingga mereka juga bisa merasakan kebahagian sebagaimana yang dirasakan anak pada umumnya apalagi di tempat ini mereka ditempa juga menjadi pribadi yang berani untuk tampil di depan umum melalui kegiatan membacakan puisi maupun pidato,"katanya.

Walaupun keberpihakannya dan kepeduliannya terhadap anak-anak ini belum sepenuhnya didukung oleh pihak pemerintah baik desa maupun Kabupaten namun dirinya bersyukur diawal proses berdirinya, Uma Pande selalu didampingi oleh YPK Donders dan para tutor yang selalu memberikan yang terbaik buat perkembangan pendidikan anak-anak di wilayah tersebut.

"Saya diminta jadi tutor bersama teman saya Arnidiani. Keinginan kami membantu adalah alasan kami mau jadi tutor buat adik-adik kami di wilayah ini. Bagi saya pendidikan itu penting dan mereka harus bisa merasakan apa yang juga sudah kami rasakan. Kami tidak mau mereka kemudian hanya bermain tidak jelas lebih baik di sini (Uma Pande) mereka bisa dapatkan ilmu, dapat teman dan bisa bermain bersama teman-teman,"ungkap salah satu tutor Uma Pande, Santi Arniwati Dapa Duu.

Keterbatasan tidak lagi jadi penghalang selama keinginan mengubah sesuatu masih kuat mengintari pikiran kita dan itulah Uma Pande dengan segala kelebihannya. 

Walaupun baru didirikan namun dampaknya sudah dirasakan masyarakat sekitarnya bahkan Plt Kepala Desa Wee Limbu, Pieter Alfian Yulius Rewa saat itu secara tegas mengungkapkannya secara implisit. 

Baginya, Uma Pande adalah contoh nyata bagaimana membangun SDM di wilayah desa. Bahkan dirinya mendorong Uma Pande ini bukan hanya berada di satu dusun saja tapi juga harus bisa direplikasi di dusun lainnya.

"Hal ini penting untuk menyadarkan kita semua bahwa pendidikan anak itu penting. Selama ini orang lihat anak-anak desa itu selalu dibelakang. Saatnya kita merubah image itu. Kami sendiri (Pemerintah Desa) akan berupaya membantu dengan cara kami salah satunya dengan menyiapkan buku-buku berkualitas untuk anak-anak di sini dengan menggunakan anggaran dana desa. Kalaupun bukan tahun ini lewat APBDes perubahan maka tahun depan itu sudah pasti. 

Sedangkan di tahun ini kami sudah siapkan satu fiber penampung air untuk membantu anak-anak di sini, karena kami menilai pendidikan yang baik juga harus ditunjang oleh kesehatan yang baik pula," tegasnya lagi.

Penegasan itu adalah harapan. Harapan melihat generasi Sumba Barat Daya perlahan-lahan keluar dari keterpurukannya di bidang pendidikan pasalnya dari Laporan Kinerja Instansi Pemerintah SBD tahun 2017 sebanyak 25,2 % penduduknya tidak/belum pernah sekolah dan 14,48 % lainnya masuk kategori buta huruf. Sudah begitu pantaskah kita terus berdiam diri dalam keterpurukan tersebut? 

Atau haruskah kita terus-terusan menunggu pemerintah dengan programnya? Jawabannya hanya pada diri kita masing-masing karena bagi kami pendidikan itu hanya bisa maju jika ada kesadaran semua pihak bahwa pendidikan itu investasi masa depan buat pembangunan daerah ini.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun