Harum darah pertiwi masih kerap memikatku
Dimana cinta jika waktu terbelunggu hanya untuk sebuah lembar kertas pengakuan
Berkali-kali aku kehilangan notes kertas atau tisuku, entah kemana raibnya semua tulisan itu....kebiasaan yang kerap ku lakukan menulis di mana saja ketika hasrat menulis mulai menguasai, dan tak cukup satu ruang karena aku tak suka terpenjara kata
Kulihat sosok tegap dengan dada bidang yang kerap datang di hari jumat menuju senja, dia asyik mengaduk lemon squash sambil sesekali mengernyit seolah berpikir tajam sambil memegang dan mengamati lembaran tisu yang dia pegang, ku amati lamat-lamat sambil berjalan mendekat " itu catatanku  pekikku tertahan...
" sie schierben diese ? "Â
Nanar mata itu itu menatapku tajam, aku hanya mengangguk perlahan dengan raut kebingungan...dia merogoh sesuatu dari kantong jas abu-abunya dan kulihat lembaran putih seperti name card terulur di hadapanku...
"datanglah besok ke sini, aku tertarik dengan tulisanmu, jika kau memiliki portofolio bawa untuk tambahan rekomendasimu agar aku tahu seperti apa tulisanmu "
pria itu berdiri dan meninggalkan beberapa lembar euro di samping gelas kosong yang licin tandas tak tersisa, dan kembali mengingatkanku jika dia menungguku esok
Jejak winter belum terhapus dari perut bumi Hamburg, tapi kejutan sisa winter menohok dan membuatku kehabisan kata, otakku langsung bekerja cepat...selesai menyelesaikan kerja paruh waktu di potton cafe segera ku kayuh sepeda dengan laju tercepat, semua tentang portofolio hasil tulisanku...Tuhan, aku tahu Kau tidak akan pernah meninggalkanku....
Hamburg begitu memanjakan mata...kehangatan matahari pertama begitu menggoda, sejenak ku hentikan laju sepedaku hanya untuk menikmati alunan musik jalanan dari pria paruh baya di pinggir jalanan...senyum bahagia serasa meledakan dada...akhirnya semua akan ada jalannya...notes tisuku akhirnya menemukan tuannya...