Mohon tunggu...
kazimi yu
kazimi yu Mohon Tunggu... WRITER AND ENTERPRENEUR -

Jemari dan ujung penaku adalah satu-satunya cara untuk mendekapmu ketika rinduku sudah membuncah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hamburg: Notes Tisu Membawaku Terbang Tinggi

14 Juli 2016   02:16 Diperbarui: 14 Juli 2016   06:51 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dan ini adalah pesona tersendiri dari Hamburg (dokpri)

Winter beranjak menyepi menyisakan tetesan embun untuk menyapa summer, Hamburg dengan pesonanya tersendiri ketika summer mulai berjaga untuk waktunya, desah camar tak lagi nyanyikan lagu balada tetapi justru bersuka cita dengan riuhnya dan tarian di sepanjang membentang luar dermaga. 

Hari-hariku masih ku jalani dengan seperti biasa, tumpukan jadwal kuliah yang semakin menyiksa dan membutuhkan perhatian ekstra ketat, jika kau tidak ingin di depak dan pulang tanpa hasil maka bertanggung jawablah dengan keputusan dan kehidupanmu... hidup sebagai mahasiswa beasiswa memang luar biasa berbeda, tak ada apapun yang gratis di dunia ini semua selalu ada nilai timbal balik...uang saku dari kanselir tiap perbulan hanya cukup untuk biaya foto copy dan transportasi serta sewa flat  dan timbal baliknya semua standart nilai beasiswa aku harus mampu membuat senyum di atas kertas.

Bersyukur di saat winter Tuhan beri jalan keluar dengan pertemukan aku solusi yaitu bekerja paruh waktu part time di cafe ujung blok

Hamburg selalu menggodaku dengan pesonanya sendiri, Tanah air keduaku setelah Indonesia...meski tidak harus mengakar namun Hamburg memberikan aku kenikmatan akan pembelajaran arti perjuangan dan kemandirian hidup

Udara Hamburg yang memikat paru-paruku, sedikit ku jumpai kendaraan dengan emisi tak bertanggung jawab di sini karena hampir sebagian warganya lebih mencintai jalan kaki dan sepeda.

Bangsa besar yang mencintai kesederhanaan dan itu tidak menjadikan mereka terlihat rendah di mata bangsa lain...lalu akankah kita belajar dari kesederhanaan ini semua, akankah kita mampu merasa bangga dengan warna merah putih kita, warna hijau pasport kita, warna coklat kulit badan kita, mungil ukuran tubuh kita, dan bangga meski harus berjalan kaki atau naik sepeda atau mungkin kereta api ketika kita harus pergi dan berangkat kerja atau ke sekolah,kampus atau mungkin ke tempat di mana tujuan kita akan tuju...ini hanya sebuah keinginan dari sekian harapan untuk Indonesia...Pr yang entah kapan akan terealisasi

Keindahan Hamburg ternyata tidak mampu mengobati kerinduanku akan aroma randu di belakang rumah, semua masih selalu sama...apapun itu predikat negeriku,darah Indonesia mengalir di setiap centi ruas aliran darahku

potton (dokpri)
potton (dokpri)
Seperti biasa senja ini cafe tidak terlalu ramai, kupikir karena mungkin bukan hari akhir pekan...setidaknya ada begitu banyak kesempatan aku menuntaskan semua makalah yang harus siap di pertanggung jawabkan

hanya sebuah kata tak beraturan 

Kebodohan dan kenaifan

Rindu udara di mana buaian aku tinggalkan

Harum darah pertiwi masih kerap memikatku

Dimana cinta jika waktu terbelunggu hanya untuk sebuah lembar kertas pengakuan

Berkali-kali aku kehilangan notes kertas atau tisuku, entah kemana raibnya semua tulisan itu....kebiasaan yang kerap ku lakukan menulis di mana saja ketika hasrat menulis mulai menguasai, dan tak cukup satu ruang karena aku tak suka terpenjara kata

Kulihat sosok tegap dengan dada bidang yang kerap datang di hari jumat menuju senja, dia asyik mengaduk lemon squash sambil sesekali mengernyit seolah berpikir tajam sambil memegang dan mengamati lembaran tisu yang dia pegang, ku amati lamat-lamat sambil berjalan mendekat " itu catatanku  pekikku tertahan...

" sie schierben diese ? " 

Nanar mata itu itu menatapku tajam, aku hanya mengangguk perlahan dengan raut kebingungan...dia merogoh sesuatu dari kantong jas abu-abunya dan kulihat lembaran putih seperti name card terulur di hadapanku...

"datanglah besok ke sini, aku tertarik dengan tulisanmu, jika kau memiliki portofolio bawa untuk tambahan rekomendasimu agar aku tahu seperti apa tulisanmu "

pria itu berdiri dan meninggalkan beberapa lembar euro di samping gelas kosong yang licin tandas tak tersisa, dan kembali mengingatkanku jika dia menungguku esok

Jejak winter belum terhapus dari perut bumi Hamburg, tapi kejutan sisa winter menohok dan membuatku kehabisan kata, otakku langsung bekerja cepat...selesai menyelesaikan kerja paruh waktu di potton cafe segera ku kayuh sepeda dengan laju tercepat, semua tentang portofolio hasil tulisanku...Tuhan, aku tahu Kau tidak akan pernah meninggalkanku....

Hamburg begitu memanjakan mata...kehangatan matahari pertama begitu menggoda, sejenak ku hentikan laju sepedaku hanya untuk menikmati alunan musik jalanan dari pria paruh baya di pinggir jalanan...senyum bahagia serasa meledakan dada...akhirnya semua akan ada jalannya...notes tisuku akhirnya menemukan tuannya...

pengamen ala jerman (dokpri)
pengamen ala jerman (dokpri)
aller anfang ist schwer

setiap permulaan itu sulit, ragu, takut dan tidak percaya diri dan itu semua adalah momok dari seorang penulis

Menulis buatku adalah sebuah pertarungan antara awal dan imajinasi. Pertarungan antara kata dan kejujuran 

Dan akhir winter menuju summer adalah awal di mana tulisanku mulai di publish...mungkin memang bukan sesuatu yang luar biasa bahkan amat begitu sederhana akan tetapi semua itu berakhir dengan nilai yang amat berbeda, karena pada akhirnya aku berani menengadahkan kepalaku dan berteriak ke pada dunia..." hei..akhirnya aku bisa "

never stop to my dreams (dokpri)
never stop to my dreams (dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun