" Nachmittag..."Â Â
Lepas sapaku sambil tak lupa tersungging manis kepada sosok setengah tua yang membantuku membuka pintu Potton...rontokan salju aku kibas-kibaskan dari bahuku, coat yang ku pakai terasa lembab dan berat...winter selalu menyakitiku, menyusup di antara belulang yang remuk akan hempasan keras 5 tahun yang lalu hingga platina yang menancap di selal-sela daging seolah menyayat setiap akan melakukan gerakanÂ
salju rontokÂ
Meski ku rindui daun jati kering yang luruhÂ
Namun hanya kembali salju yang rontokÂ
Demi sepiring weisswurst dan aku takut mati
Akhirnya berakhirlah aku di sini sebagai waiters dan penyaji makanan siap saji
Hanya se-mug kopi hangat tiap senja beranjak pergi akhirnya berakhirlah aku di sini
Di balik meja bartender panjang yang tak kunjung berakhirÂ
Di balik celemek biru donker, di balik gelas-gelas kristal...ya,semua ini demi selembar kertas pengakuan diri dan sepiring weisswurst juga se-mug kopi hitam di setiap senja beranjak akan pergi
Semua hal tidak mudah, selalu ada harga yang akan kita bayar mahal untuk sebuah kesuksesan...meninggalkan negeri dimana buaian ibu selalu terbayang di pelupuk mata, hangat suara buya yang kerap meninabobokan, apakah akan terlewati menuju tahun ke 2 ini.
Senyum yang menyakitkan di ujung winter yang kerap membuatku harus berteriak dalam batinku " ibu...aku ingin pulang, peluk aku dan jangan pernah ijinkan aku jauh darimu lagi..." lirih isak tangisku sambil memasang napkin di pinggangkuÂ
" nyeri itu datang lagikah ?? " pertanyaan yang menyentuh kudukku...dan ku balas dengan senyum kecut " bertahanlah beberapa pekan lagi " tepuk hangat pria tua itu menyemangatiku...dan senyum jahilku ku bagi...Terima kasih Tuhan, di setiap langkah perjuanganku Kau selalu temukan aku dengan orang-orang baik, masih seperti hari biasanya bekerja paruh waktu selepas kuliah adalah hal yang wajib aku lakukan, Jerman terlalu kejam bagi orang-orang malas dan mereka yang tidak memiliki tanah bertuan...hukum rimba kerap terjadi...jika kau tak kuat maka kau akan terlibas
Hanya untuk sebuah mimpi dan pengakuan jika aku bukan biasa saja...dan invalid tidak menjadikan aku kalah dengan lainnya, mungkin ini yang selalu membedakan aku dengan lainnya
Kali ini tamu tak seberapa ramai seperti biasanya, aku masih memiliki waktu untuk menyelesaikan beberapa makalah yang harus aku siapkan...senyum bijak si pemilik cafe adalah anugerah terbaik yang selalu aku syukuri, dengan segala keterbatasanku dia mau berbesar hati memberikan aku pekerjaan paruh waktu, hanya dengan kalimat sederhana ketika dia menerimaku duluÂ
" denn ihr Indonesien und ich liebe das land, das sie "
sebuah alasan yang membuatku kerap tersenyum ... ternyata dia begitu mencintai Indonesia
Indonesia di mata dunia kala itu begitu terhormat dan begitu memiliki harga diri yang begitu tinggi, aku hanya berkata dari kaca mata seorang warga negara biasa dan hidup jauh dari tanah air beta...namun kemuliaan negeriku menjadikan aku begitu di hargai...menunjukan jika seorang pemimpin yang hebat adalah seorang pemimpin yang mampu menjaga keamanan dan kenyamanan bangsanya di manapun bangsanya berada
Jerman mengajariku untuk menjadi pribadi yang kuat, tidak perduli fisikmu seperti apa akan tetapi jika kau ingin keluar menjadi sebagai pemenang ikuti hungger games di kehidupan yang kau jalani
Dan berlari adalah hal yang sangat tidak menarik minatku,dan ini mungkin tidak berlaku bagi semua orang yang terkadang sengaja membeli sepatu jutaan rupiah dengan alasan supaya bisa berlari kencang, menantang diri di track tertentu kemudian berlomba-lomba untuk menjadi juara satu.
Dan Jerman mendidikku untuk aku selalu terus berlari atau bahkan ku siasati dengan berjalan cepat atau sesekali mengkayuh pedal kaki sepedaku dengan laju kencang hanya untuk mengejar jadwal kuliah atau menuju cafe tempat kerja part time ku atau untuk memastikan apakah supermarket di ujung flat masih buka atau tutup hanya untuk mendapatkan harga diskon di saat jam malam menuju pintu supermarket tutup.Ya, itulah Jerman semua peraturan berjalan tepat waktu, tidak pernah akan ada masinis kereta yang mau berbelas kasih jika kamu terlambat 1 menit pun.Â
Dan untuk ukuran mahasiswa Indonesia seperti aku yang nota benenya terkadang memegang jam karet khas Indonesia ini kerap kunilai terlalu kejam, bagaimana mungkin supir bus tega meninggalkan aku hanya karena aku terlambat sekian detik dan pintu bus sudah terlanjur di tutup, bahkan kerap tiket yang harganya begitu lumayan untuk ukuran kantong mahasiswa beasiswa lumayan sering terpaksa hangus dan harus membeli yang baru dan bukan hanya sekali akan tetapi dua kali terjadi dalam kehidupanku...akhirnya keputusan akhir aku harus memiliki sepedaÂ
[caption caption="belajar menjadi orang Jerman"]
Orang Jerman bukan kejam, mereka hanya sungguh menghargai waktu dan ini aku pelajari, semua bermula dengan ada di ujung pintu misal ; pintu kereta akan tertutup tepat wakti sehingga yang terlambat naik akan di tinggalkan.
Begitu halnya pintu supermarket yang akan tertutup tepat waktu dan tidak akan ada pengunjung yang bisa keluar masuk semaunya, bahkan ini berlaku di kampus aku, ada seorang profesor yang pintu ruangannya tidak bisa di buka dari luar sehingga mahasiswanya yang terlambat tidak akan bisa masuk.
Jerman identik dengan Time is money
Masyarakat Jerman sangat menghargai waktu bahkan hampir Institusi yang melayani kepentingan publik menerapkan system " Appoitment system " jadi tidak ada pelayanan dadakan, semua harus membuat janji ketika akan meminta jasa pelayanan baik itu asuransi,dokter praktek,kantor imigrasi dan beberapa kantor pelayanan lain.
Jadi jangan sekali-kali membuat janji tapi tidak di tepati karena konsuekensinya selain ada beberapa institusi yang menerapkan denda juga sanksi keduanya tidak akan di layani dengan baik...sungguh ini sangat bertolak belakang dengan Indonesia.
Dunia tanpa menunggu...haruskah kita coba managemen waktu ini bagi Indonesia...semua itu bermula dari pribadi kita, yaitu meletakan waktu di gagang pintu karena kita jangan pernah heran jika wakti kerja orang Jerman sedikit tetapi produktivitas yang di hasilkan sangat besar.
Satu persatu pengunjung hilir mudik datang dan pergi meninggalkan cafe, dan waktu terus bergulir...semua ingatan ini hanya untuk sebuah mimpi dari sekian ribuan keinginan di dalam isi kepala...Tuhan memang ini tidak mudah, hidup jauh di negeri orang, namun aku yakin dengan kekuatan doa dan kehendakMu. Bahwa semua akan terlewati
never ever lose hope in attining your dreams, if not what you wish for, God will give you berter options
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H