ini sesuai dengan kultur budaya Jepang yang menginginkan keteraturan hampir di segala bidang.
Jepang dan aturan parkirnya yang mahal.
Jarang ditemui jalan-jalan di Jepang semrawut, karena selain moda transportasinya yang diperhatikan secara serius oleh pemerintahnya (baca: sebagai angkutan sehari-hari masyarakatnya), ternyata 'ongkos' yang mahal untuk kepemilikan kendaraan pribadi juga menjadi penyebabnya, salah satunya untuk urusan parkir.
Sekadar info, tarif parkir kendaraan di Jepang memang bisa saja berbeda-beda tergantung jenis tempatnya, baik itu lahan terbuka, basement, hingga parkir gedung. Tarif per menitnya saja mahal apalagi jika tarif tersebut berlaku 24 jam. Tak heran sewa bulanan parkir (baca: sewa garasi) jadi pilihan. Â
Seperti di kota Tokyo, misalnya, kisaran harga sewa parkir bulanan untuk kendaraan roda empat seperti mobil pribadi pada tahun 2022 antara 70 ribu-100 ribu yen per bulan—yang jika dirupiahkan berkisar 8-11 juta rupiah. Biaya sewa ini bisa jauh lebih mahal di bangunan-bangunan mewah, yakni mencapai 170 ribu yen atau sekitar 19,7 juta rupiah untuk sewa per bulan.
Secara umum, tempat parkir di Jepang buka 24 jam dan bersifat self-service dan kendaraan yang diparkirkan akan didukung dengan sistem pengunci serta kamera pengawas selama 24 jam.
Dengan diberlakukannya Shako-shoumei di Jepang, banyak dampak positif yang terjadi seperti telah banyaknya permintaan untuk parkir sewaan di dekat rumah, hingga kian berkembangnya fasilitas transportasi umum dari tahun ke tahun—yang tentu saja juga membantu mendorong rendahnya kepemilikan mobil di Jepang, terutama di daerah perkotaan.
Diterapkan di Indonesia, mungkinkah?
Aturan semacam Shako-shoumei seperti di Jepang sebenarnya sudah diterapkan di beberapa kota di Indonesia seperti Depok dan Jakarta—meski serupa tapi tak sama.
Di Jakarta, misalnya, aturan kepemilikan garasi tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi pada Pasal 140 ayat 1 hingga 4.
Pertanyaannya, apakah aturan semacam Shako-shoumei ini bisa diterapkan di Indonesia secara keseluruhan?
Jawaban saya tentu saja BISA—asalkan ada NIAT.
Langkah ini dirasa sangat perlu untuk mengembalikan fungsi dari fasilitas di ruang-ruang publik pada tempatnya.