Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

X (Twitter) di Antara Tone Deaf dan Kritik Sosial

30 Agustus 2024   20:29 Diperbarui: 31 Agustus 2024   17:14 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari seseorang yang cenderung tone deaf. (Sumber via Kompas.com) 

Seperti yang baru-baru ini terjadi, menyoal aksi tuntutan para driver ojek online (ojol) yang terjadi di depan patung kuda, Jakarta Pusat;

atau aksi demonstrasi elemen masyarakat di depan gedung anggota dewan pada Kamis, 22 Agustus 2024 yang lalu (baca: yang pada praktiknya di lapangan dimotori oleh para mahasiswa yang terjadi pula di beberapa daerah di Indonesia) yang dipantik oleh "ulah" DPR yang ingin menganulir putusan MK menyoal Pilkada (yang muncul dengan label Peringatan Darurat);

Baca juga:

Budaya Malu dan Keterwakilan Rakyat 

Demonstrasi termasuk wujud dari kritik sosial yang terjadi di masyarakat. (Foto oleh Fakhri Fadlurrohman | Sumber Kompas.id) 
Demonstrasi termasuk wujud dari kritik sosial yang terjadi di masyarakat. (Foto oleh Fakhri Fadlurrohman | Sumber Kompas.id) 

keduanya adalah salah dua dari contoh tone deaf yang memanen kritik sosial: contoh pertama kritik sosial yang bersifat ekonomi dan yang kedua bersifat moral yang berbungkus politik. 

Baca juga:

Riuh Pilkada: Rakyat dan Akrobat Politik Para Elit

#5

Menyoal politik sendiri, mungkin kita akan sepakat bahwa tahun politik kali ini adalah tahun yang "keras" dan penuh kejutan di mana kontestasi terbilang sengit demi mendapatkan suara rakyat; yang bisa pula menjadi refleksi bagi rakyat bagaimana kepekaan para calon penyelenggara negara dapat dilihat.

Sebagai contoh, dengan banyaknya baliho-baliho calon penyelenggara yang dengan mudah dapat dijumpai di banyak tempat-tempat umum.

Selain karena baliho-baliho tersebut merusak estetika pemandangan, kritik sosial yang bisa disampaikan salah satunya betapa tidak efektifnya gaya komunikasi politik seperti itu (baca: hanya berisi wajah dan slogan-slogan) karena tidak menjelaskan visi-misi secara konkret dari seorang calon penyelenggara negara itu sendiri;

atau dengan kata lain, adakah pemilihan desain visual dan strategi yang lebih cerdas dan informatif selain dari itu?

#6

Kritik muncul bukan tanpa sebab; ia hadir karena ada sesuatu yang menjadi masalah;

dan menyoal kritik sosial di tahun politik seperti sekarang ini, ia berfungsi sebagai bentuk pengawasan dan atau penyalahgunaan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun