Rasa aman mungkin bisa didapatkan jika kita benar-benar kenal lingkungan tersebut (baca: rute)Â meski itu tidak menjadi jaminan.
Di kota besar misalnya, selain harus mengutamakan keselamatan agar tidak terserempet saat berjalan kaki di jalan (baca: di sini, pejalan kaki bukan raja; ia tidak mendapatkan penuh haknya);
tindak kriminal juga perlu diantisipasi. Hal ini bisa saja berpotensi terjadi—bahkan bagi perempuan, ini jauh lebih sulit lagi. Pelecehan seksual seperti catcalling benar-benar sebisa mungkin dihindari, amit-amit pelecehan yang parah lagi dari itu.Â
Baca juga:
Memutus Rantai KDRT pada Perempuan, Mungkinkah?
Selain rasa aman, kenyamanan juga menjadi faktor. Bagi sebagian besar orang menganggap kegiatan berjalan kaki adalah sesuatu yang aneh. Mulai dari dicap orang kere karena tidak memiliki kendaraan pribadi—bahkan hanya sebuah sepeda motor—hingga mendapat nyinyiran diam-diam "ngapain panas-panasan jalan kaki?"
Baca juga:
Klinik Kecantikan (Seharusnya) Melawan Stigma
Biaya ongkos yang besar
Bayangkan jika jarak rumah jauh dari tempat kerja tapi moda transportasi tidak mendukung? Apa jadinya?
Bagi kaum pekerja ini akan menjadi masalah.
Kita harus jujur, transportasi di Indonesia memang masih terbilang payah.
Bisa jadi modern tapi tidak terintegrasi; bisa jadi jadul tapi ugal-ugalan;
atau jika memang terpaksa ingin cepat dan bisa nyelip di jalan gunakan ojek online saja. Tapi, ya, ongkosnya sehari bisa bikin sakit kepala sedangkan pendapatan segitu-segitu saja.Â
Tidak bisa dipungkiri, bagi kaum pekerja—apalagi yang sudah berkeluarga—pengeluaran biaya ongkos inilah yang sebisa mungkin harus ditekan sementara biaya-biaya hidup lain terus berjalan.Â
Baca juga:
Dari Daycare, Orang Tua Pekerja dan Masalah Sistemik di Dalamnya