Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer

Best in Opinion Nominee Kompasiana Award 2021 | Peduli menyoal isu sosial-budaya dan gender | Kontak: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memutus Rantai KDRT pada Perempuan, Mungkinkah?

15 Agustus 2024   20:17 Diperbarui: 15 Agustus 2024   20:45 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KDRT terhadap perempuan. (Sumber Kompas.com) 

➡️ Anggapan laki-laki wajib mencari nafkah tidak sepenuhnya benar;

perempuan yang memilih mengaktualisasikan dirinya dengan bekerja sebagai panggilan hati juga tidak sepenuhnya salah. 

Baca juga: Klinik Kecantikan (Seharusnya) Melawan Stigma

➡️ Perkara mengurus anak juga harus menjadi tanggung jawab bersama—tidak peduli siapa yang bertarung di luar, siapa yang tinggal di rumah;

pengelolaan uang juga harus didiskusikan bersama. Tidak melulu perempuan yang harus pegang, jika memang laki-lakinya yang lebih cakap, kenapa tidak? 

highlight di atas tentu belum termasuk pembagian kerja-kerja domestik dalam rumah tangga. 

Tekankan tak ada kerja perempuan atau kerja laki-laki: semua bisa DILAKUKAN oleh siapapun selama mampu untuk dilakukan. 

➡️ Jika literatur agama "mengajarkan" bahwa laki-laki wajib ditaati, pada prosesnya tidak ujug-ujug demikian.

Jadi, jangan ajarkan anak untuk berbuat jahat terhadap orang lain (perempuan); jangan manipulasi pikirannya. Ajarkan literatur agama dengan sebaik-baiknya.

Tahu orang yang lebih jahat dari orang jahat? Ia adalah orang yang pandai tapi MANIPULATIF.

***

Apa yang tertulis dalam tulisan ini tidak mencakup semua hal (ini hanya garis besarnya saja), perlu daya juang yang ampun-ampunan juga untuk mewujudkannya (KDRT menghilang?);

meski tidak bisa langsung memutuskan rantai KDRT (dengan menihilkan semua kasus, rasanya mustahil) tapi hasil nyata dari upaya pencegahannya patut dirayakan—sekecil apapun itu. 

What happened to us was the result of generations of ignorances and lack of guidances. Let's decide not to pass on this cycle of trauma. 

Tabik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun