Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memutus Rantai KDRT pada Perempuan, Mungkinkah?

15 Agustus 2024   20:17 Diperbarui: 16 Agustus 2024   13:24 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelaku KDRT mungkin termasuk seorang yang misogini atau terlalu membenci perempuan sebagai subyek. Diskriminasi terhadap gender perempuan ini menganggap bahwa perempuan memang pantas-pantas saja ditindas, disudutkan bahkan dieksploitasi. 

Mirisnya, perilaku (mindset) ini tak hanya dilakukan oleh laki-laki yang mendominasi sebagai pelaku KDRT, perempuan pun terkadang tak sadar menjadi pelaku.

#2 Patriarki

Induk dari kekerasan yang terjadi terhadap perempuan adalah patriarki.

Kita tidak perlu menyangkal bahwa kultur budaya dan tradisi menjadi akar mengapa patriarki terjadi—bahkan literatur agama pun mempertegasnya (jika tidak benar-benar dipahami dengan baik). 

Dalam budaya patriarki laki-laki HARUS lebih tinggi dan perempuan tidak boleh melampaui.

Ini lah mengapa perempuan tidak lebih mendominasi di ruang-ruang publik; perempuan dinilai hanya pantas melakoni kerja-kerja "domestik". 

#3 "Maskulinitas" yang toksik

Laki-laki tidak boleh terlihat lemah, tidak boleh cengeng, tidak boleh selalu bergantung, harus jadi pemimpin dan role model dan lain sebagainya. 

Beberapa yang disebutkan di atas adalah ciri-ciri toxic masculinity yang sering menyerang laki-laki.

Banyak laki-laki yang tidak sadar diserang, bahkan untuk hal-hal yang sangat sepele. 

Saya bukan barang sekali disalip di jalan saat saya berkendara dengan sepeda motor. Padahal saya tidak berniat sama sekali adu balap, saya hanya mengejar waktu tenggat. 

Saya rasa itu tidak semata-mata lonjakan hormon testosteron. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun