Pelaku KDRT mungkin termasuk seorang yang misogini atau terlalu membenci perempuan sebagai subyek. Diskriminasi terhadap gender perempuan ini menganggap bahwa perempuan memang pantas-pantas saja ditindas, disudutkan bahkan dieksploitasi.Â
Mirisnya, perilaku (mindset) ini tak hanya dilakukan oleh laki-laki yang mendominasi sebagai pelaku KDRT, perempuan pun terkadang tak sadar menjadi pelaku.
#2 Patriarki
Induk dari kekerasan yang terjadi terhadap perempuan adalah patriarki.
Kita tidak perlu menyangkal bahwa kultur budaya dan tradisi menjadi akar mengapa patriarki terjadi—bahkan literatur agama pun mempertegasnya (jika tidak benar-benar dipahami dengan baik).Â
Dalam budaya patriarki laki-laki HARUS lebih tinggi dan perempuan tidak boleh melampaui.
Ini lah mengapa perempuan tidak lebih mendominasi di ruang-ruang publik; perempuan dinilai hanya pantas melakoni kerja-kerja "domestik".Â
#3 "Maskulinitas" yang toksik
Laki-laki tidak boleh terlihat lemah, tidak boleh cengeng, tidak boleh selalu bergantung, harus jadi pemimpin dan role model dan lain sebagainya.Â
Beberapa yang disebutkan di atas adalah ciri-ciri toxic masculinity yang sering menyerang laki-laki.
Banyak laki-laki yang tidak sadar diserang, bahkan untuk hal-hal yang sangat sepele.Â
Saya bukan barang sekali disalip di jalan saat saya berkendara dengan sepeda motor. Padahal saya tidak berniat sama sekali adu balap, saya hanya mengejar waktu tenggat.Â
Saya rasa itu tidak semata-mata lonjakan hormon testosteron.Â