Menulis bagi saya bukanlah hobi yang dilakukan sesekali ketika senggang atau saat akhir pekan menjelang. Â
Pada prosesnya, saya total di sana; saya sangat serius. Memang tidak melulu harus menetapkan tujuan awal menghadirkan manfaat bagi orang lain—meskipun akan ada arahnya ke sana.
Sebagai sedikit penjelasan, saya adalah orang yang tidak terlalu jago bicara—alih-alih good communicator—dan terus terang saja, saya mengakui menulis adalah sebuah jalan ninja. Jurnal pribadi adalah wujud nyata bagaimana saya berusaha menyayangi diri sendiri; bentuk lain saya memberikan sebuah butterfly hug—tentu saja dalam barisan kata.Â
Baca juga: Selalu Ada Hipotesis untuk Dia yang Jago BicaraÂ
Di dalamnya ada saya dan sesuatu yang ingin saya ceritakan, semisal tentang pertanyaan mengapa warna pakaian saya didominasi warna Biru?; atau ke mana raibnya semua jarum pentul saya?;Â
atau benarkah orang Jepang lebih suka marah-marah saat bekerja seperti dalam sebuah seri dorama Jepang yang pernah saya tonton yang menceritakan
Baca juga: Dari WNI ke WNA: Andai Pindah Negara Semudah Pindah Rumah
Baca juga: Hikikomori di Jepang: Ternyata Tidak Memiliki Anak Tidak Selalu BurukÂ
tentang perjuangan gigih seorang anak muda belasan tahun untuk menjadi chef sushi nomor 1 di Jepang?; atau mengapa ya saya tidak suka kalau ujung celana panjang saya basah?
***
Jujur—menulis dimulai dengan jujur. Saya tahu, mengolah tema-tema berat ada bagiannya sendiri dan saya bisa beradaptasi dan sudah terbiasa dengan itu.