Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer

Best in Opinion Nominee Kompasiana Award 2021

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hikikomori di Jepang: Ternyata Tidak Memiliki Anak Tidak Selalu Buruk

25 Juli 2024   15:36 Diperbarui: 25 Juli 2024   22:01 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang yang tengah melakukan Hikikomori. (Foto oleh Cottonbro Studio; Sumber Pexel) 

Rasanya masih segar dalam ingatan sebagian besar orang mengenai bagaimana gonjang-ganjing yang dihebohkan oleh influencer Gita Savitri tahun lalu menyoal child free yang ia pilih bersama pasangannya. Banyak yang menyetujui pilihannya namun jelas secara jamak lebih banyak yang menghujat.
Hujatan-hujatan groupthink yang bersifat intimidasi tersebut dihadapi Gita dengan caranya sendiri—ia tak peduli dianggap sebagai public enemy ketika itu.

Baca juga: 

Gita Savitri dari Child Free Sampai Anti Aging Alami, Ini 4 Alasan untuk Bersikap Biasa-biasa

Groupthink sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Psikolog Irving Janis
yang melakukan penelitian secara ekstensif mengenai pengambilan keputusan kelompok dalam kondisi stres dan dimuat dalam Psychology Today edisi November 1971.

Secara sedikit garis besar, bisa saya simpulkan groupthink adalah menganggap bahwa seorang individu cenderung menahan diri mengungkapkan pendapatnya yang sebenarnya terhadap suatu hal yang dirasa ragu hanya karena sebagian besar orang memilih berseberangan (dengan penilaian yang diambilnya tersebut) dan sepakat untuk menyetujui—sekalipun pendapat secara jamak tadi boleh jadi mengabaikan etika dan moral.

Baca juga: 
Belajar dari Gita Savitri: Sejak Kapan Influencer Harus Jaga Perasaan Warganet

Menyoal anak sendiri, sudah menjadi rahasia umum jika Jepang menjadi salah satu (ada pula Korea?) negara yang tingkat kelahirannya semakin menurun tiap tahun. 

Banyak faktor yang menyebabkannya, tapi hal paling substansial tak jauh-jauh dari masalah ekonomi—apalagi sejak Jepang mengalami perekonomian yang mandek tiga puluh tahun terakhir.
Jepang sebenarnya tidak sedang baik-baik saja.

Adalah sebuah cerita dari seorang perempuan asal Indonesia yang menikah dengan seorang laki-laki Jepang dan telah memiliki seorang anak. Ia kerap membagikan cerita kesehariannya melalui akun Instagramnya tentang betapa kedua mertuanya menyayanginya sebagai menantu dan pula sangat menyayangi anaknya yang menjadi cucu penerus marga Jepang mereka—tidak seperti teman-teman lansia mereka yang lain.

Hal ini mengindikasikan secara tersirat—alih-alih kita mengacu data saintifik—bahwa benar Jepang tengah mengalami krisis kelahiran baru tiap tahunnya.


Para orang tua Jepang lebih bertanggung jawab?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun